Aloo hai hai
Absen dulu laa sebelum baca
Seperti biasa ramein komennya dan pencet bintangnya yaww 😻
******
Terkadang orang yang diam itu justru memendam segalanya. Kalau sudah melebihi batas. Mungkin akalmu sendiri bahkan tidak percaya.
Dia bisa melebihi apa yang dirimu pikirkan tentangnya.
******
"Lo-Gue."
Sudah sejak lima belas menit yang lalu, Anara berlatih dua kata itu di depan cermin. Hanya demi melatih untuk mulai terbiasa, ia rela bersiap dari jam lima pagi setelah solat shubuh.
Anara menarik napasnya panjang lalu mengembuskannya perlahan. "Aku eh—"
"Gue. Gue pasti bisa." Kata itu rasanya sulit sekali keluar dari mulut Anara. Memang belum terbiasa. Tapi, Anara akan terus mencoba.
Tas sekolah yang semula berwarna merah muda cerah dengan campuran warna peach berganti dengan tas berwarna hitam miliknya yang sebenarnya sudah sangat lama. Namun, tidak pernah ia pakai. Anara mengambilnya dari lemari bagian bawah. Setelah itu, memasukkan kotak pensil dan buku-buku mata pembelajaran hari ini ke dalam tas.
Anara kembali bercermin untuk memastikan lagi penampilannya.
"Oke."
******
Lapisan kaca memenuhi mata Anara saat melihat Nima duduk di meja makan dengan memegang satu sachet susu kental manis rasa coklat di tangan kirinya dan tangan lainnya memegang sepotong roti. Sarapan kesukaan Dermaga. Nima berdiam diri pasti karena sedang mengingatnya.
"Nggak. Gue enggak boleh cengeng." Anara mengusap air mata yang mau menetes dari ujung matanya. Terlebih dahulu menghela napas panjang. Mengepalkan kuat tangannya untuk menumbuhkan semangat dalam hatinya.
Kedua sudut bibir Anara tertarik membentuk senyuman. Senyuman yang memang ia harus tampilkan.
"Pagi, Bu."
Lamunan Nima buyar mendengar suara Anara yang kini ada di belakangnya. Dengan cepat tangannya meletakkan susu sachet dan roti itu ke atas piring yang ada di meja. Dan dengan kasar mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Tentu Anara sudah melihatnya. Meskipun mungkin Nima ingin menyembunyikan air mata itu darinya.
Nima memusatkan pandangannya ketika tidak sengaja melihat ke arah Anara.
Rambut coklat yang biasanya ia gerai dengan rapi. Sekarang, rambut itu dikuncir satu dengan sedikit kesan berantakan di bagian depannya. Seragamnya juga sedikit dikeluarkan terkesan longgar dan sekali lagi sedikit berantakan.
Seakan-akan dalam pikirannya terus berputar membedakan Anara yang biasanya dengan Anara yang saat ini ada di hadapannya.
"Ara sedikit ubah penampilan. Menurut ibu gimana?" tanyanya sambil menunjukkan setiap sisi seragam dan rambutnya.
"Oh iya! Ibu sekarang panggilnya Ara aja, ya. Udah bosan sama Nara yang biasanya."
Sungguh. Kalimat Anara membuat Nima semakin merasa bingung. Terlihat dari matanya yang terus mengintimidasi Anara berkali-kali dari ujung rambut sampai ujung kaki. Bahkan, perkataan Anara yang terdengar lugas dan tegas. Tidak dengan nada yang lembut seperti biasanya.
Dirasa Anara masih menunggunya. Nima berdeham sebagai jawaban dari pertanyaan Anara tentang penampilan barunya. Entah apa yang dipikirkan Anara. Nima membiarkan saja gadis itu melakukan apapun yang dia mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMANTARA : Milik Kita
Teen Fiction"Bisa nggak, ya? Semua momen-momen milik kita terlukis juga tersimpan pada hamparan langit di atas sana." Manusia selalu menuntut untuk sempurna. Tidak banyak dari mereka yang mau menerima kelemahan setiap yang dipunya. Hanya sebagian kecil di antar...