40. Semesta, Secepat Ini?!

2K 205 33
                                    

Aloow gengs

Langsung saja cikidot baca 😋🤏🏻

‼️Baca bener bener part ini gengs‼️

******

Kejutan.

"Hai, Kak Nadia! Apa kabar?" ucap Anara sambil menjabat tangan Nadia yang berada di samping Ibunya.

Nadia dengan senang hati menerima tangan Anara. Mereka berdua saling melempar senyum. Beberapa detik setelahnya, Nima menyusul tersenyum.

Di satu sisi, ketiga perempuan itu seakan bahagia dengan pertemuan mereka. Tapi di sisi lain, golongan laki-laki hanya bisa saling melempar tatap penuh pertanyaan dan meneguk ludah. Mereka "nol" dalam menebak apa yang terjadi sekarang.

"Oh astaga. Hampir lupa sama kalian bertiga." Anara menepuk jidatnya.

"Duduk, duduk!" seru Anara kepada semua yang ada di sana. Bahkan, ia tidak segan menarik tangan, mendorong, dan menyeret ketiga cowok yang berdiri semakin kaku itu untuk duduk di sofa bersama dengan Nima dan Nadia.

"Memang ini sangat membingungkan. Tapi, akan selesai hari ini," katanya sambil berjalan ke arah dapur untuk mengambil teko berisi air putih yang dingin dan enam gelas.

Setelah meletakkannya di meja, Anara mengambil map plastik yang berisi beberapa lembar kertas—adalah berkas—yang Ale bawa tadi.

Ia membuka kancing map itu dan mengambil sekaligus memeriksa semuanya satu persatu.

"Wah lengkap juga bawanya. Makasih, Bang Ale." Perkataan Anara sukses membuat semua tubuh yang sedang duduk itu menegang. Terutama Ale, yang baru saja disebut olehnya.

"Makasih juga Lambang udah mau datang sangat sangat cepat." Kini giliran Lambang yang jantungnya akan loncat.

"Ah iya ... Pasti kalian bingung, ya?" Tangan Anara mengusap dahinya lalu menghela napas.

"Sebenarnya, Bang Ale. Lambang. Gue yang ngundang kalian ke sini."

Ale dan Lambang kompak mengerutkan kening mereka. Saling melempar tanya melalui telepati.

"Jadi ... Yang ngirim chat ke kalian nyuruh ke sini itu—" Anara mengarahkan telunjuk ke dirinya sendiri. "Gue."

"Pakai ponsel Bang Maga." Kedua sudut bibir Anara terangkat saat pandangannya ke arah Dermaga.

Anara mengacungkan telunjuknya, meletakkan di depan bibirnya saat melihat Dermaga akan membuka mulut untuk protes.

"Untuk saat ini kalian cuma diperbolehkan menjadi pendengar dan aku yang akan berbicara."

Jujur saja. Anara merasa bingung harus menggunakan lo-gue atau aku-kamu. Ada Nima dan Nadia. Karena itu, Anara menggunakan apapun sesuai dengan spontan kata yang keluar dari mulutnya.

"Ya ... Nara tau itu lancang. Tapi, kalau nggak nekat gitu, gimana bisa manggil Lambang sama bang Ale ke sini tanpa ada kecurigaan? Kalau aja gue nyuruh kalian berdua ke sini pakai nomor sendiri. Ada kemungkinan kalian bakal saling tanya dan saling kasih tau kalau gue nyuruh kalian ke sini. Akhirnya, nanti kalian curiga karena mikir, tumben Nara nyuruh gini ya? Dan kalian pasti akan lebih hati-hati ke sini. Finally, semua yang gue rencanain kemungkinan besar gagal."

Ketiga cowok itu saling melotot saat mereka baru tahu dan menyadari kalau ternyata kedatangan mereka ke rumah itu adalah rencana Anara.

Saking tegang dan panasnya suasana. Sampai mereka yang ada di ruang tengah itu seakan mati rasa. Hanya suara Anara yang memenuhi telinga mereka sekarang.

BUMANTARA : Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang