7. Raja, Siapa Dia?

2.1K 248 16
                                    

Haii mantemann, malam!

Absen absenn

Jangan lupa follow ig
@wp.fiksiaja
@dermaga.abiru
@anaranathaia
@galeo.alves
@fayemoella
@raja.rakaivan

Jangan lupa vote dan ramein komen ya

Happy reading, gais 🤩

******

Bolak balik jari Anara mengotak-atik ponselnya untuk mengecek apakah ada pesan dari Dermaga. Mukanya kini terlihat sangat masam. Buliran keringat di pelipisnya juga tidak berhenti menetes karena teriknya matahari meskipun sudah sore hari.

Sedari tadi matanya tidak berhenti untuk melirik jam dinding yang ada di pos satpam. Jadi... Dia berdiri di depan gerbang sudah menghabiskan waktu satu jam?

Anara bergeser ke bawah pohon mangga agar tidak terkena panas secara langsung. Di bawah pohon itu Anara merasakan kesejukan, ya meskipun hanya sedikit. Setidaknya bisa membuatnya tidak terlalu kepanasan.

Selama dua minggu ini, selalu Ale yang menjemput Anara. Tapi, Anara tidak pernah tahu apa alasan Dermaga tidak menjemputnya, terlebih Anara tidak pernah diberi tahu lebih dulu oleh Dermaga bahwa dia tidak bisa menjemput. Padahal jika memang tidak bisa, Anara tidak masalah. Setidaknya dia tahu.

Seseorang keluar dari pintu gerbang dengan mengendarai motornya. Ia mengedarkan pandangan dan berhenti ke arah Anara, terlihat dari kepalanya yang menoleh ke arah cewek itu.

Cowok itu kemudian memajukan motornya dan berhenti tepat di depan Anara. "Kok lo masih belum pulang?" tanyanya sambil melepas helm.

Awalnya Anara tidak tahu karena helm full face yang menutupi, tapi saat helm itu sudah terlepas, seseorang dibaliknya adalah Raja.

"Kamu sendiri juga baru pulang. Kenapa?"

"Gue ada ekskul futsal. Lo kenapa belum pulang?"

"Nunggu. Belum dijemput."

Sejak beberapa hari yang lalu, Anara sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Raja. Mereka sudah sering sekali bertemu dan berbincang bincang. Meskipun jantung Anara masih suka berdegup kencang saat Raja di dekatnya, tapi ini bukan karena rasa takut. Anara juga bingung ada perasaan apa sampai jantungnya tidak pernah berhenti untuk terus memompa dengan cepat saat bertemu Raja. Rasanya benar-benar berbeda.

"Mau balik bareng gue aja?"

"Hah?"

"Mau gue anterin, nggak?"

"Nggak. Nggak usah. Lagian habis ini mungkin juga udah dateng."

"Bener?" Anara mengangguk, meskipun tidak tahu berapa lama lagi dia akan berdiri di tempat itu.

"Gue tungguin."

"Nggak usah, pulang aja."

Meskipun Anara sudah menyuruhnya untuk pulang, Raja lebih memilih untuk tidak mengikuti kemauan Anara, dan mematikan mesin motornya untuk menunggu di sana.

15 menit... 20 menit... Bahkan hampir 30 menit berlalu. Tidak terlihat sama sekali batang hidung Dermaga ataupun Ale.

"Gue anterin aja, Ra. Udah hampir setengah jam lo di sini."

"Nggak usah, Raja—"

"Kenapa? Lo masih takut sama gue?"

"Bukan. Tapi—"

"Udah, Ra, Nggak apa-apa. Naik!"

Raja menyalakan mesin motornya dan Anara menurunkan pijakan motor terlebih dahulu dengan tangannya untuk naik. Motor itu tinggi sekali untuk Anara yang kecil sampai kakinya harus naik ke pijakan terlebih dahulu untuk naik di jok belakang motor Raja.

BUMANTARA : Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang