Haii mantemann
Pasukan Dermaga hadir ga nih?
Apa kabar? Semoga selalu baik
Ramein komennya yaa, votenya juga jangan lupa
Happy reading!
******
Hari ini adalah hari pertama Dermaga bekerja. Dia ingin mencari tambahan uang untuk memenuhi kebutuhannya, terutama kebutuhan Anara. Kebutuhan Nima juga, tetapi Dermaga tidak akan terang-terangan memberikannya. Nima pasti akan marah karena wanita itu melarang Dermaga untuk bekerja, meskipun dia beralasan untuk keluarga kecil ini.
Dulu hidup mereka sangat terjamin karena saat itu ayahnya menjadi seorang personal assistant dari bos di perusahaan tempatnya bekerja yang gajinya lumayan cukup besar. Jadi, kebutuhan dan keinginan mereka lebih dari tercukupi.
Sejak Riko meninggal, kehidupan mereka seketika berubah. Hidup mereka menjadi lebih sederhana. Tetap bisa membeli yang diinginkan kalau mereka mau. Tapi, mereka memilih untuk berpikir dua kali.
Dermaga terkadang merasa kasihan saat Anara membatasi dirinya untuk tidak membeli barang-barang yang dia inginkan. Padahal sesekali membeli untuk reward diri sendiri boleh saja, kan? Tapi, setiap kali Dermaga menanyakannya, Anara selalu menolak keras. Itu salah satu alasan Dermaga ingin mencari tambahan uang.
Cowok itu memandang dirinya sendiri di depan cermin yang menempel pada dinding kamarnya. Dia memakai seragam sekolahnya agar tidak ada pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari Nima ataupun Anara jika dia memakai pakaian yang lain yang mungkin akan membuatnya ketahuan.
Napas yang Dermaga hembuskan dengan gusar menandakan jika dirinya begitu gugup.
"Semoga lancar di hari pertama," gumamnya. Dia tidak ingin membuat kesalahan di hari pertama karena bisa saja menjadi kesan pertama yang buruk terhadapnya.
Setelah sarapan pagi, Dermaga keluar terlebih dahulu ke garasi untuk mengambil motor beat peninggalan ayahnya yang terparkir di sana. Motor itu masih terlihat bagus karena meskipun tidak pernah digunakan, Dermaga tetap selalu merawatnya. Akhirnya, sekarang motor itu dipakai juga.
"Tumben enggak pake motor yang itu, Bang?" tanya Anara sambil menunjuk ke arah motor CBR 150 berwarna hitam yang biasanya Dermaga gunakan sehari-hari.
Anara heran ketika melihat Dermaga yang sudah menunggunya di depan pagar rumah dengan motor beat itu. Setelah sekian lama untuk pertama kalinya Dermaga menggunakan motor itu.
Nima yang keluar dari rumah dan melihatnya dari kejauhan menatap begitu detail ke arah Dermaga yang duduk di jok motor itu.
"Tumben, nak?" tanyanya saat sudah di dekat Dermaga.
"Hehehe... Dermaga pengin aja. Lagian sayang juga kalau motor papa cuma nangkring di garasi," jawabnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ya sudah, hati-hati! Ibu berangkat dulu, ya." Sebuah motor datang yang dikendarai oleh seorang laki-laki yang sudah berumur bapak-bapak, kurus, berkumis tipis. Mereka memanggilnya Mang Konat, tukang ojek langganan Nima.
"Minta tolong anterin ibu saya selamat sampai tujuan ya, Mang! Terima kasih," pesan Dermaga.
"Siap, Bang Maga!" Mereka tertawa ketika Mang Konat menggunakan embel-embel 'Bang' meniru Anara, ditambah membuat hormat pada Dermaga.
Nima naik di jok belakang motor Mang Konat. "Mari... Mang jalan dulu," pamitnya.
"Mari... Mbak Nara."
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMANTARA : Milik Kita
Novela Juvenil"Bisa nggak, ya? Semua momen-momen milik kita terlukis juga tersimpan pada hamparan langit di atas sana." Manusia selalu menuntut untuk sempurna. Tidak banyak dari mereka yang mau menerima kelemahan setiap yang dipunya. Hanya sebagian kecil di antar...