Aloo! Apa Kabar? 🙌🏻
Udah kangen, nggak? Sama Bumantara 😁
Met bacaaa 🌷💗
******
Sambil tangannya bergerak melepaskan kaitan helmnya, mata Anara mengedar ke sekelilingnya. Penasaran dia sedang menginjak di tempat mana Ale membawanya. Sedari tadi, selama perjalanan ia melamun, karena itu Anara tidak tau sama sekali bahkan saat motor Ale mulai memasuki tempatnya.
Pergerakannya melambat saat matanya menangkap beberapa orang dengan wajah-wajah cemas di sana. Orang-orang yang mondar-mandir membawa beberapa map yang berisi formulir ataupun data-data lainnya. Sekitar 2-3 orang berjalan dengan menggunakan seragam setelan putih. Tangan Anara berhenti ketika ia melihat ada satu keluarga yang turun dari mobil lalu satu orang di angkat ke sebuah ranjang khas yang kemudian di dorong untuk masuk ke dalam.
"Kenapa kita ke rumah sakit, Bang?" lidahnya terasa kelu saat melontarkan pertanyaan. Pandangan Anara stuck pada lobi utama rumah sakit.
Pikirannya berputar. Memutar hal-hal negatif yang membuat tubuhnya sesaat mematung.
Kenapa rumah sakit?
Ale yang menyadari dengan diamnya cewek itu, tangan kanannya langsung meraih tangan kecil yang lemas milik Anara.
"Ikut dulu, jangan mikir aneh-aneh!" Tangan Ale membawa Anara untuk berjalan, tetapi tidak ada respon dari cewek itu. Pandangannya merosot ke bawah, tubuhnya benar-benar sudah mematung di sana.
Melihatnya, Ale menjadi gelisah. Cowok itu kemudian memegang kedua bahu Anara dan menggoyangkannya perlahan.
"Ra, nggak ada apa-apa. Percaya bang Ale. Ayo ikut dulu, jangan diam aja!" Pandangan Anara beralih ke wajah Ale. Tatapan matanya dipenuhi dengan kecemasan.
Bagaimana bisa Ale bicara tidak ada apa-apa sedangkan saat ini mereka berada di rumah sakit.
Rumah sakit.
Tempat dimana banyak orang yang berjuang untuk hidupnya. Tempat dimana banyak orang memiliki harapan agar diberikan kesempatan untuk tetap hidup. Tempat dimana banyak orang yang memiliki harapan akan adanya keajaiban hidup.
Ale memintanya untuk tenang dan percaya bahwa tidak ada apa-apa, sementara dimana mereka sekarang berada adalah tempat yang banyak merenggut ketenangan itu sendiri bagi banyak orang.
Tatapan Ale berusaha menyalurkan rasa percaya pada Anara. Meskipun begitu, pikiran Anara tetap saja kalang kabut. Pikirannya tidak bisa begitu saja menjadi jernih setelah Ale mengucapkan kata-kata penenang.
"Ayo masuk!" ajak Ale dengan tangannya sedikit menarik Anara.
Cewek itu dengan linglung memanggutkan kepalanya tak ada separuh tenaga. Sungguh, sekujur tubuh Anara kali ini seperti tak ada jiwa di dalamnya.
Langkah Ale padahal biasa, tak terburu-buru. Cowok itu bahkan mengambil langkah pendek. Tetapi, entah mengapa langkah kaki Anara terasa begitu berat. Cara berjalannya pun terkesan menyeret. Sepanjang mereka berdua jalan bahkan Anara tidak memperhatikan langkahnya, ia benar-benar hanya menggerakkan kakinya mengikuti Ale.
******
Mereka sudah berada tepan di depan pintu sebuah ruangan. Bukan pintu hermetic atau pintu baja yang biasa digunakan untuk ruangan yang ke-sterilannya tinggi seperti ruangan emergency. Pintu yang sekarang ada di hadapan mereka berdua adalah inpatient room atau pintu ruang pasien yang seperti pada umumnya. Seharusnya Anara bisa bernapas sedikit lega, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMANTARA : Milik Kita
Teen Fiction"Bisa nggak, ya? Semua momen-momen milik kita terlukis juga tersimpan pada hamparan langit di atas sana." Manusia selalu menuntut untuk sempurna. Tidak banyak dari mereka yang mau menerima kelemahan setiap yang dipunya. Hanya sebagian kecil di antar...