35. Untuk Hal-Hal Kecil

1.7K 214 23
                                    

Alooww!

Ramein yak! Vote dan komen karena itu yang buat aku semangat nulisnya 🤟

Mett baca 💕

******

Selesai mengikat seluruh helai rambutnya ke atas. Anara kembali mengecek kelengkapannya untuk ke sekolah. Mulai dari kaos kaki putih hitam yang sudah membalut kakinya. Berlanjut ke rok abu-abu yang sudah dilengkapi dengan sabuk hitam dengan logo sekolah. Rok itu terlihat kebesaran di tubuh Anara. Mungkin karena berat badan Anara yang menurun karena belakangan ini Anara sangat serius untuk belajar sampai kadang lupa untuk makan. Sekali pun makan, energinya pasti langsung terkuras karena habis digunakan untuk berpikir.

Setelah itu, Anara beralih ke seragam putihnya dilengkapi dasi yang sudah dihimpit pada kerah bajunya. Dan juga kartu tanda peserta ujian yang mengalung di lehernya. Semuanya lengkap.

Anara menutup tas kecil berwarna mocca yang hanya berisi alat tulis. Ia masukkan kedua lengannya pada gendongan tas itu. Anara sudah siap.

Kakinya berjalan melangkah keluar kamar.

Dug!

Kepala Anara tak sengaja menabrak bahu Dermaga.

Awal pagi yang seharusnya disambut dengan keceriaan dan senyuman. Kenapa Anara harus mendapatkan sambutan kekesalan?

Amarah cewek itu sempat meninggi, tapi dengan cepat Anara menahan diri untuk tidak membuat keributan. Ia menarik napasnya panjang lalu dikeluarkan dan ia lakukan beberapa kali sambil menutup matanya.

Saat selesai dan matanya terbuka. Dermaga sudah tidak ada di depan pandangan Anara. Mata cewek itu mengedar dan menemukan Dermaga yang ternyata sudah berjalan turun di tangga.

Tapi, ada sesuatu yang Anara rasakan. Rasa ingin tahu saat melihat sebuah map plastik yang berisi begitu banyak lembaran kertas seperti berkas-berkas penting. Saat melihat langkah Dermaga yang sangat terburu-buru dan tidak adanya respon dari Dermaga saat dirinya menabrak tubuh jangkung itu.

Aneh saja, seperti ada sesuatu yang mengganjal di dalam perasaannya.

"Dia mau ngapain?" batin Anara.

Rasa penasaran itu hanya singgah sebentar karena Anara langsung mengalihkan pemikirannya.

"Ah perasaan doang. Lo, sih, Ra ... Terlalu sayang sama dia. Jadinya kepikiran terus. Udah ah! Nggak usah terlalu mikirin dia. Lagian mau dia ngapain juga bukan urusan lo, Ra," ocehnya pada dirinya sendiri. Anara terlihat berusaha untuk tidak peduli sama sekali.

******

Sebenarnya mereka ada di ruang kelas yang sudah biasa sehari-hari mereka tempati untuk menuntut ilmu. Tapi, entah kenapa meskipun begitu, sunyinya ruangan karena ujian membuat seakan-akan terasa mencekam bagi mereka.

Meskipun, tinggal sepuluh menit lagi ujian berakhir. Pacuan detak jantung mereka malah semakin cepat. Ada yang beberapa soalnya masih belum terjawab. Ada yang masih baru mengerjakan soal pilihan ganda karena waktunya habis terkuras di soal essay. Ada yang mengecek kembali jawaban-jawabannya. Bahkan, ada yang sudah selesai langsung menggunakan sisa waktunya untuk tidur.

Anara sudah selesai saat waktu tinggal dua puluh menit tadi. Ia tak berhenti untuk meneliti setiap jawabannya. Jika sudah sampai pada soal terakhir, ia akan kembali lagi ke soal yang pertama untuk mengecek ulang.

Di tengah-tengahnya mengecek, terkelibat sebuah ingatan.

"Mana? Katanya lo bisa tanpa gue. Katanya nama Ara nggak sekedar cuma. Mana buktinya?"

BUMANTARA : Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang