Bab 16

1K 84 0
                                    

Sejatinya manusia tidak akan lepas dari yang namanya masalah, bukan? Masalah yang tidak bisa diprediksi dan datang dalam berbagai macam bentuk. Baik berat maupun ringan. Yang terkadang membuat kita merasa masalah yang kita hadapi itu terlalu sulit sehingga menimbulkan pikiran-pikiran negatif.

Seperti yang Senja alami saat ini. Sudah 2 jam berlalu sejak dirinya membaca pengumuman di Grup angkatan tentang pendaftaran masuk perguruan tinggi. Selama itu pula, Senja hanya berdiam diri dengan pikiran yang mobat-mabit.

"Ayo dong! Mikir!" Ucap Senja sambil memukul-mukul kepalanya.   Helaan napas keluar dari bibirnya. Perihal menentukan masalah kampus saja sudah membuatnya se-pusing ini. Ditambah dengan tekanan dari sisi kiri yang membuat Senja semakin Frustasi.

Beberapa Minggu terakhir Ayahnya selalu mengirimkan pesan berisi daftar kampus yang memiliki predikat unggul. Beliau selalu menanyakan pilihan Senja akan rekomendasinya yang belum Senja jawab sampai detik ini.

Merasa buntu, Senja bangkit dari duduknya. Meraih ponsel di atas nakas. Lalu keluar dari kamarnya. Seperti mencari udara segar akan menjadi pilihan terbaik untuk mendinginkan kepalanya.

Kaki kecilnya menyusuri jalan setapak menuju danau buatan di dekat taman komplek. Hari ini, taman lumayan sepi. Mata Senja terpejam kala indera penciumannya menghirup udara sekitar. Kemudian merebahkan punggungnya pada kursi taman yang ia duduki.

Brukkkk.

Tiba-tiba saja ada sebuah jaket yang terjatuh tepat di atas pahanya, kepala Senja mendongak. "Ngapain sendirian disini? Kesurupan baru nyaho sia!" Ucap lelaki tengil yang tidak lain dan tidak bukan ialah Bumi.

"Lo sendiri ngapain ke sini? Ngikutin gue ya?".

Tangan kanan milik pria itu terulur ke wajah Senja. Seolah memberi tahu bahwa Bumi tidak dengan sengaja datang ke taman ini. Pria itu baru saja membeli beberapa camilan, niatnya untuk menemaninya belajar, tapi saat di tengah perjalanan matanya tak sengaja menatap punggung seorang gadis yang sudah begitu dikenalnya.

Maka disinilah Bumi sekarang. Duduk di sisi Senja, lalu menyerahkan sebungkus permen yuppi yang menjadi kesukaan keduanya.

"Udah baca grup angkatan?".    Senja menghela napasnya, "udah".

"Lagi bingung?" Tebak Bumi yang ternyata langsung dijawab oleh anggukan Senja. "Mind to share? I'm all ears".

"Gue stress banget, Bumi. Rasanya ini kepala mau pecah".

"Jangan dijambakin rambutnya" ujar Bumi lalu meraih tangan Senja yang mencengkram erat rambutnya sendiri.

"Payah banget gue. Soal begini aja gak bisa nentuin sendiri".

Bumi mengangguk paham, "wajar. Dalam suatu masalah, kita pasti selalu berada diantara dua pilihan. Opsi A dan opsi B. Yang kayaknya gitu tuh, enggak bisa dipungkiri" ucap Bumi lagi.

"sekarang gue tanya deh, ada sesuatu yang bikin lu tertarik enggak?".

"Ada" ucap Senja pelan.

"Apa?".

"Art".

"Ck! Gue kira Lo bakal jawab Bumi".

Senja mendelik, "serius bisa enggak?!".

"Oke-oke. Serius! Lo suka Art, sementara itu ada tuntutan yang mengharuskan Lo untuk ambil jalan berbeda. Yang mana bikin Lo bingung sendiri. Gue bener?".

"Hmmm".

"Do something that makes you happy. Karena yang akan melalui prosesnya itu Lo. Bukan orang lain. Kuncinya itu bukan disini" kata Bumi sambil meletakkan jari telunjuknya di pelipis.

Swastamita Yang Membumi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang