Gadis dengan kebaya yang melekat erat di tubuhnya bersimpuh di depan pusara dengan tanah yang basah akibat terguyur hujan shubuh tadi.Jemari lentiknya mencabuti rumput-rumput yang menutupi gundukan tanah. Dituangkan air mawar yang ia bawa, menaburkan bunga dan menaruh sebucket Lily putih menjadi bunga kegemarannya.
Di usapnya nisan yang terdapat nama sang Bunda. "Udah cantik".
Senja mengadahkan tangannya. Memejamkan mata. Memohon pada sang pemilik langit dan bumi agar Bunda senantiasa bahagia, diberikan tempat terbaik di sisinya.
"Bunda... Adek datang." Angin lembut menerpa wajahnya dan menerbangkan daun-daun kering di sekitarnya. Senja merasa seolah Bunda menyambut kedatangannya.
"Ah iya. Adek punya sesuatu buat Bunda." Tangannya merogoh papper bag yang ia bawa. Sebuah kain selempang berbahan satin lengkap dengan ukiran namanya dan gelar yang ia dapat.
Senja lingkarkan selempang itu di atas nisan sang Bunda. Dengan cepat, ia mengadahkan kepala bermaksud menghalau air matanya. Namun sia-sia, tangisnya pecah juga.
"maaf. Padahal udah janji nggak akan nangis." Senja tersenyum seraya menatap lekat ke arah nisan. Berharap Bunda hadir, dan melihat hasil kerja kerasnya selama beberapa tahun terakhir.
"Adek bahagia sekarang Bun, Adek tepatin janji Adek ke Bunda ya?." Monolognya disertai kekehan diujung kalimat.
"Terima kasih ya Bun. Terima kasih untuk semua kasih sayang yang Bunda kasih ke Adek. Terima kasih sudah mau jadi Bunda yang hebat, teman yang setia, Adek beruntung bisa jadi anaknya Bunda.
Suara derap langkah terdengar semakin mendekat. "Assalamualaikum Bunda".
Bumi. Pria itu ikut bersimpuh di samping Senja. "Dari tadi Bumi disuruh nunggu di parkiran Bun. Enggak boleh nemenin, ternyata pas disusul lagi nangis." Adunya.
"Cengeng!" Senja mendelik, lalu memukul bahu Bumi meski tidak keras mampu membuat Bumi oleng.
"galak juga.
"Bumi nyebelin banget kan ya Bun".
"Dasar tukang ngadu".
"Ih! Rese!".
Bumi tertawa. Kemudian berdehem sejenak, sebelum meminta maaf dan lanjut mengobrol dengan Bunda.
Lelaki ini, dia benar-benar menepati janjinya untuk selalu berada di sisi Senja. Menggenggam tangannya agar tidak jatuh terperosok terlalu dalam. Memberikan pelukan hangat sebagai penenang. Merapalkan mantra-mantra yang mampu membuat Senja lupa dengan segala sedihnya. Bumi menepati janjinya.
"Hari ini, hari bahagianya Senja. Dia berhasil selesaikan studinya Bun. Keren banget ya anak Bunda. Bumi bangga banget! Bunda juga pasti bangga kan ya?".
"Setelah ini, izinkan Bumi untuk terus jaga Senja ya Bun. Meskipun Bumi gak bisa jamin seratus persen akan kasih kebahagiaan buat dia. Tapi, Bumi akan berusaha. Terima kasih sudah melahirkan Senja ke dunia ya Bun. Terima kasih sudah menjadi Bunda yang hebat dari seorang putri yang juga hebat".
Senja kembali berkaca-kaca. Hatinya menghangat mendengar semua kalimat yang Bumi ucapkan.
"jangan nangis." Pinta pria itu.
"Ah iya. Sebentar." Ada jeda beberapa saat. "Mumpung ada Bunda," Bumi merogoh sesuatu di kantung jas yang ia kenakan hari ini.
Sebuah kotak beludru berwarna merah sudah berada di genggamannya. Siapa pun juga pasti sudah tahu apa yang ada di dalam kotak itu.
Sebuah cincin. Dengan berlian kecil di tengah, menambah kesan manis dan cantik.
"Ini mungkin akan jadi lamaran paling enggak romantis," kekeh Bumi. "Tapi aku suka yang anti-mainstream".
"Di sini, di depan Bunda. Aku pengen ajak kamu buat hidup bareng aku, sampai tuhan panggil salah satu diantara kita".
"Aku bisa bantu kamu beres-beres rumah, bisa cuci baju, masak juga aku jago. Oh iya! Aku juga bisa mandiin bayi, gantiin popoknya juga bisa".
Ada tawa kecil yang keluar dari bibir Senja saat Buku mengatakan hal itu.
"intinya mau gak nikah sama aku?".
Ini beneran?
Bumi ngajak dia nikah?
Ditengah-tengah pemakaman yang sepi?
Wow!
Tak habis pikir.
"Bun! Lihat! Masa Senja nya diem aja." Protes Bumi karena gak kunjung mendapat jawaban.
"Kamu.... Serius?".
"Enggak! Boongan ini mah boong!".
"Oh. Yaudah".
"Ya beneran dong! Senja Deepa Sadajiwa anaknya almarhumah Bunda Susi! Ya Allah Gusti nu agung!".
"Yaudah".
"Yaudah naon?!!".
"Jangan ngegas atuh!".
"Ya kamu jawabnya gak bener gitu".
"Iya mau".
"Mau apa?".
"Mau makan cilok mang Udin deh. Beli yuk?".
Bumi mengusap wajahnya kasar. "Nja..." Tatapnya memelas.
Senja tersenyum. Menangkup kedua pipi pria itu. "iya mau. Aku mau jadi istri kamu. Ayo nikah".
Senyum Bumi merekah sempurna.
"Tapi Bumi".
"Kenapa?".
"Kamu lamar aku, di kuburan banget nih?".
"Gapapa, berani beda itu keren, sayang".
********
Akhirnya Bumi dan Senjaლ(◕ω◕ლ)
KAMU SEDANG MEMBACA
Swastamita Yang Membumi
Roman pour AdolescentsEnd. First Senja Bumi🤗 Aku tidak menginginkan amorfati, aku hanya memerlukan jatukrama yang amerta. Kita adalah fatamorgana yang terlalu aksa disebut jatukrama. Cover by Pinterest.