Liburan telah usai. Saatnya untuk kembali pada realita yang sesungguhnya. Setelah melakukan serangkaian ospek yang cukup melelahkan. kini, Bumi dan Senja telah resmi menjadi mahasiswa.
Lagi. Mereka berada di kampus yang sama. Hanya berbeda jurusan saja. Bumi berada di Teknik sipil bersama Jenandra. Senja Memilih jurusan Seni dan entah ini sebuah kabar gembira atau kabar buruk, ia berada di jurusan yang sama dengan Narendra.
"Halo. Bumi?".
"Yaa"
"Lo ada kelas gak pagi ini?".
"Gue kelas siang. Kenapa?".
"Yaahh. Gak jadi deh, Bum".
"Lo kelas pagi? Berangkat jam berapa?".
"Hmm ini udah siap sih. kayaknya mau pesan ojol aja".
"Jangan tunggu. Lima menit".
Setelah memutuskan panggilan, Buku segera mengganti bajunya. Untungnya lelaki itu sudah mandi sejak subuh tadi. Tangannya dengan cepat menyambar tas yang biasa ia bawa.
"Ma. Abang berangkat sekarang ya". Pamitnya mencium tangan dan memeluk Mama singkat.
"Katanya kelas siang, Bang?".
"Iya. Abang lupa mau ngerjain tugas bareng yang lain. Sekalian jemput Senja juga".
"Oh, nya atuh sok. Hati-hati bawa motornya ya".
"Siap. Assalamualaikum, Ma".
"Waalaikumsalam".
Remaja yang beranjak dewasa itu menunggangi kuda besi kesayangannya. Menarik pedal gas dan melaju ke arah rumah Senja. Sampai saat ini, lelaki itu masih menjadi tukang ojek spesial. Kalo kata Mas Arel mah.
Lima menit kemudian, seperti janjinya, Bumi telah sampai di rumah Senja. Dan gadis itu rupanya sudah siap menunggu di teras rumah. Tanpa menunggu waktu lama, mereka segera berangkat menuju Kampus.
Saat tiba di parkiran. Senja langsung melepas helmnya secara kasar. Hingga membuat Bumi mengeryitkan keningnya. "Kenapa sih? Buru-buru banget?".
"Tugas gue belum di print, Bumii" kata Senja dengan mimik muka menahan tangis. Dia panik. Dilihatnya jam yang melingkar di pergelangan tangan. Pukul delapan lebih lima belas menit. Itu artinya waktu yang Senja punya hanya tersisa lima belas menit lagi sebelum dosennya masuk ke kelas pagi ini.
"Gue duluan".
Bumi menatap cengo kearah kepergian Senja. Gadis itu berlari tunggang-langgang sampai hampir menambrak beberapa orang di sekitarnya. Oh! Dan sekarang ia tersandung diantara pijakan tangga. Sakitnya sih gak seberapa kayaknya. Cuma malunya itu loh.
"Halo, Na. Ke kantin FEB ya".
Sementara itu, Senja masih mengejar waktu yang tersisa. Setumpuk kertas yang sudah di-print ia peluk erat-erat. Kakinya masih terus berlari menuju kelasnya. Dan, sial! Kenapa juga harus pilih kelas di lantai 3? Gerutunya sepanjang jalan.
Napas ngos-ngosan dengan anak rambut yang basah oleh keringat disekitar wajah menjadi pemandangan pertama yang Naren lihat. "Heh! Lo abis ngapain? Kesurupan reog?!".
"Bagi minum, Ren".
Terduduk di salah satu kursi. Senja meneguk air dengan tidak sabaran.
"Prof Effendi mana?" Tanyanya dengan napas yang sudah membaik."Katanya telat masuk 30 menit. Urusannya belum beres.
"Anjir?!! Tau gitu gue nunggu lift aja tadi" gerutunya dengan nada yang agak tinggi. Beruntung kelas dalam keadaan ramai, jadi bisa meredam suara Senja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Swastamita Yang Membumi
Teen FictionEnd. First Senja Bumi🤗 Aku tidak menginginkan amorfati, aku hanya memerlukan jatukrama yang amerta. Kita adalah fatamorgana yang terlalu aksa disebut jatukrama. Cover by Pinterest.