Hari-hari berikutnya masih sama. Setiap pulang dari kampus. Senja langsung berkunjung ke rumah Bumi. Membantu pria itu dalam segala hal.
Hingga larut malam Senja baru pulang ke rumahnya diantar oleh si kembar. Ah, iya. Gadis itu juga selalu menemani jika Bumi ada jadwal terapi. Pokoknya, Senja ingin selalu ada selama proses penyembuhan sahabatnya.
Seperti hari ini, Senja bersama dengan Bumi dan Mama tengah berada di rumah sakit. Gips di tangan Bumi sudah bisa dilepas. Dokter bilang, patah dibagian tangan memang lebih cepat sembuh dibandingkan dengan kaki.
"Tangannya sudah bisa digerakin ya. Tapi, jangan dipakai mengangkat benda yang berat-berat dulu" jelas Dokter yang menangani Bumi.
"Iya, dok".
"Kalau bisa. Terapinya juga jangan sampai skip ya. Jangan kayak Minggu kemarin, kamu mangkir dari jadwal ya? Dirumah juga sering latihan jalan ya, Bum. Jangan pas tetapi aja".
"Bumi nih, suka males dok kalo disuruh terapi" adu Senja.
Sang dokter tersenyum, "kalau mau sembuh harus rajin terapinya, ya Bumi?"
Bumi mengangguk patuh. Meski sebenarnya ia malas sekali untuk berlatih berjalan. Karena toh sebenarnya ia sudah bisa jalan.
Setelah mendengar beberapa pesan dan mendapat obat pereda nyeri. Mereka kemudian keluar dari ruangan itu.
Setibanya di rumah. Senja langsung membawa Bumi ke kamarnya. Membantu pria itu untuk pindah ke atas kasur.
"Lo gak capek?".
"Hmm"
"Beres ngampus langsung anter gue. Lo gak pernah pulang dulu. Capek enggak?".
"Lo meragukan kekuatan gue?".
Bumi lupa, gadis dihadapannya ini, mempunyai ketahanan tubuh bak seribu gajah. Gimana enggak, dalam sehari Senja bisa makan tugas sampai lima kali. Doppingnya kuat.
"Iya, iyaaa. Si paling kuat".
Senja tersenyum jumawa. "Mau coba saran dokter? Sekalian uji coba kekuatan gue".
"Yakin Lo bisa?".
"Bisa! Udah ayok".
Tanpa banyak bicara. Senja membawa Bumi berdiri. Kemudian menopang sebagian tubuh pria itu. Tangan kiri Bumi ia lingkarkan ke lehernya. Sehingga sekarang Bumi seperti tengah merangkul Senja.
Sial!!
Bumi gagal fokus.
Tinggi Senja yang hanya sebatas dadanya membuat Bumi bisa mencium aroma buah strawberry dari Surai gadis itu. Aroma segar sekaligus menenangkan. Ah, Bumi jadi ingin membenamkan kepalanya di sana.
"Siap, Bum?" Suara gadis itu menarik atensi Bumi.
"Oke".
"Pelan-pelan aja ya".
Senja menuntun Bumi secara perlahan. Bobot tubuh Bumi yang cukup berat tak membuat Senja goyah. Ia masih terus membawa Bumi untuk melangkahkan kakinya satu persatu.
Mereka berjalan bolak-balik di kamar Bumi. Dari ujung menuju ujung. Begitu seterusnya.
Senja berhenti sejenak di putaran ketiga. "Sakit kakinya?" Bumi meringis pelan.
"Udahan aja ya?" Lelaki itu menurut. Kemudian melangkah pelan ke arah ranjang.
Namun, sebuah insiden terjadi secara tak terduga. Senja tersandung oleh karpet bulu ketika akan melangkahkan kakinya. Membuat tubuhnya oleng dan terjatuh ke atas ranjang. Bersamaan dengan itu, tangan Senja menarik lengan Bumi. Dan, berakhir dengan Bumi yang ikut terjatuh, menindih tubuh bagian atas Senja.
Jarak mereka begitu dekat tanpa sekat.
Hidung keduanya saling bersentuhan.
Bumi menatap manik indah itu. Mata yang selalu memancarkan binar bahagia ketika sang pemilik sedang merasa bahagia. Mata yang selalu menunjukkan puppy eyes ketika sedang merajuk dan menginginkan sesuatu.
Bumi tenggelam kedalamnya.
"Bumiii"
Tubuh Bumi berdesir kala mendengar Senja menyebut namanya.
"Bumiiii".
Fuck!
Suara Senja mengalun indah di rungunya. Napas hangatnya ketika bersuara menerpa wajah Bumi. Membuat sesuatu yang ada dalam dirinya bergejolak meminta dipelaskan.
Netra lelaki yang sedang mengungkung Senja bergerak turun. Fokus pada belahan bibir berwarna pink alami yang mungkin rasanya akan semanis gulali.
Damn!
"Sesak".
Seolah tersadar. Bumi bangkit.
"Akhhhh!" Karena tergesa-gesa, Bumi merasa nyeri di bagian kakinya. Pria itu mengaduh kesakitan.
"Bum?! Mana yang sakit, Bum?".
Senja membantu Bumi membaringkan tubuhnya. Lantas mengambil obat pereda nyeri. Meminta Bumi untuk meminum obat tersebut.
Beberapa menit setelahnya. Bumi menjadi lebih baik, "Lo, istirahat ya. Gue keluar dulu".
Selepas kepergian Senja. Bumi kembali teringat kejadian tadi.
Yang barusan itu.
Wah!
Diluar Senja menopang tubuhnya pada tembok di belakangnya. Ia meraup udara banyak-banyak. Tangannya bergerak naik, jantungnya bergemuruh. Detaknya gak berirama.
Tadi itu... Apa?.
Kepalanya menggeleng beberapa kali untuk mengusir pikiran-pikiran aneh yang entah kenapa memenuhi otak kecilnya. Perempuan itu bergerak, mengambil tasnya. Pulang menjadi jalan terbaik. Tanpa berpamitan pada orang rumah, Senja berlalu begitu saja.
Di kamarnya. Ia hempaskan tubuhnya. Kepalanya penuh. Kejadian tadi terus berputar tanpa mau berhenti. Senja berguling-guling sambil menghentakkan kaki.
Gadis itu begitu frustasi.
Hal tersebut memang bukan skinship pertama mereka. Jika hanya berpelukan, saling menggenggam tangan. Itu sudah biasa. Masalahnya, tadi itu... Kali pertama keduanya berada dalam jarak yang terlalu dekat. Senja sampai harus menahan napasnya. Bahkan ia juga bisa merasakan irama jantung Bumi.
"kalau... Tadi... Bumi miringin kepalanya. Gue sama dia pasti udah..." Jari telunjuknya menyentuh bibir.
"ARGHHHHH! STRESSSSSSS!".
Senja mengacak rambutnya. pikirannya benar-benar kacau dan tak terkendali.
"Oke. Senja. Tarik napas. Buang. Tarik napas lagi. Buang" senja mencoba menenangkan dirinya sendiri yang sebenarnya percuma untuk ia lakukan.
Ia harus bersikap seperti apa ketika bertemu lagi dengan Bumi nanti? Menyapanya dengan ceria? Seolah tidak terjadi apa-apa?
Yak gak bisa lah.
"Lagian kenapa sih tadi suara gue begitu? Ambigu banget anjir!!"
Senja kembali teringat akan suara yang ia keluarkan ketika menyebut nama Bumi. Suara yang terdengar begitu... aneh.
"AAARGHHH. YA ALLAH, MALUUU".
********
KAMU SEDANG MEMBACA
Swastamita Yang Membumi
Teen FictionEnd. First Senja Bumi🤗 Aku tidak menginginkan amorfati, aku hanya memerlukan jatukrama yang amerta. Kita adalah fatamorgana yang terlalu aksa disebut jatukrama. Cover by Pinterest.