Bab 41

996 123 5
                                    

Girls talks

•Bianca.
-libur semester gue pulang.

•Kayla.
-beneran??

•Bianca.
-iyaaa.

•Senja.
-asiiiikk. Oleh-oleh, Bi. Yang banyakkkkkk".

•Bianca.
- oleh-oleh Mulu yang Lo omongin. Gak kangen gue?

•Senja.
-kangen, tapi dikit.

•Kayla.
-gue sih, lebih ke oleh-olehnya ya Bi.

•Bianca.
-sialan! Punya temen ke dakjal semua perangkainya.

PRAANGG! BRAAAKKKK!!

suara seperti pecahan itu terdengar sampai ke kamar Senja. Ia yang tadinya fokus pada ponsel langsung berlari ke arah sumber suara yang berasal dari kamar Bundanya.

"BUNDAAA?!".

Bunda terbaring lemas di dekat nakas. Pecahan kaca berserakan di lantai.

"Bun?! Bunda?!!" Ditepuknya pipi Bunda beberapa kali.

"Bunda... Dengar adek enggak?".

Masih tidak ada jawaban.

Senja mengangkat Bunda dengan susah payah ke atas ranjang. Dipegangnya tangan Bunda lalu dirasakan denyut nadinya. Hembusan napas lega keluar dari bibirnya saat masih merasakan nadi itu.

Senja berlari ke arah kamarnya. Meraih ponsel dan mengubungi sang Kakak.

"Mas, Bunda pingsan. Pulang sekarang".

"Iya, dek? Tenang ya? Coba telepon Dokter Faizal. Mas pulang sekarang" Senja mengangguk meski Karrel tak melihatnya.

Dengan jari-jemari yang bergetar hebat. Senja mencoba menghubungi dokter Pribadi keluarganya. Setelah itu, ia terus mengangsurkan minyak dengan aroma mint ke hidung Bunda. Berharap dengan cara itu, Bunda cepat membuka kedua matanya.

"Bunda.... Bangun Bun" matanya memanas. Senja takut. Benar-benar takut.

Suara Bell terdengar nyaring. Senja bergegas lari membukakan pintu, dan ada Dokter Faizal disana. Mereka kembali masuk, dan mulai memeriksa kondisi Bunda.

Senja berdiri agak jauh sembari merapalkan doa, sesekali tangannya menyusut cairan bening yang dengan lancang turun ke pipinya. Semoga Bunda baik-baik saja.

Setelah memasang selang infus, Dokter Faizal berbalik. "Bu Susi kecapean. Nanti, saya berikan resep obat dan vitaminnya ya. Untuk beberapa Minggu ke depan, jangan biarkan melakukan aktivitas yang berat terlebih dahulu.

Senja mengangguk patuh, "iya dok. Terimakasih".

Dokter Faizal tersenyum menenangkan. Beliau pamit setelah memberi kertas berisikan resep.

Dengan sisa tenaganya Senja membersihkan serpihan kaca yang berserakan. Lalu duduk di sisi ranjang. Menggenggam tangan Bunda.

"Cepet bangun Bun....".

"Dek?!".

Dengan napas tersengalnya Karrel menghampiri Adek dan Bundanya. Senja langsung menghambur ke pelukan lelaki itu. Dan kembali menitikkan air mata.

"Gapapa Bunda gapapa" ujar Karrel dengan tangan yang aktif mengelus rambut Senja.

"Bunda... Tadi... Bunda jatuh, terus....".

"Sstt. Tenang ya, Bunda gapapa".

"Takut Mas. Adek takut".

"Bunda akan secepatnya sehat lagi. Adek berdoa ya?".

Swastamita Yang Membumi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang