Keesokan harinya. Ruangan Dandelions dipenuhi oleh gelak tawa dari teman-teman Bumi. Naren, Janu, dan Jenandra berkunjung menjenguk pria itu. Mereka Dateng untuk memberikan dukungan pada Bumi.
"Jagoan payah kieu euy!" Kata Naren mengolok-olok Bumi.
Bumi terkekeh pelan. "Tapi untung sih maneh cuma patah tulang. Kumaha lamun maut?".
Plak!
"Sembarangan banget ngomongnya". Kata Senja setelah memberi pukulan panas pada lengan atas Naren.
Pria itu meringis kesakitan. "Sorry-sorry.
"Nanti anak-anak kelas juga pada mau kesini" info Jenandra yang duduk di ujung ranjang.
"Semua?"
"Perwakilan aja".
"Kalo gitu, gue keluar dulu ya, beliin makanan buat mereka" ucap Senja menyela.
"Yuk gue anter. Sekalian beli kopi" ucap Janu kali ini.
Senja mengangguk lalu mengambil dompet dan ponsel di dalam tasnya.
"Titip Bumi ya".
"Dijagain. Kok. Dijagain" ucap Naren penuh penekanan. Selepas itu Senja dan Janu pun pergi menuju toserba di seberang rumah sakit. Mereka memasukkan beberapa jenis minuman dan cemilan ke keranjang. Dan juga membeli makanan berat karena Janu dan Naren belum makan katanya.
Saat mereka kembali, ruangan itu sudah bertambah penuh. Dan... Senja mengeryitkan keningnya saat menangkap sosok gadis duduk di kursi yang biasa dipakai olehnya. Gadis itu, tersenyum ke arah Bumi, tak hanya itu tangannya pun bergerak menepuk lengan Bumi. Dia siapa?
"Wuih. Makin rame aja" suara Januar menarik Senja dari pikirannya. Ia mengikuti langkah Januar ke arah meja. Meletakkan bingkisan yang ia bawa. Lalu mengeluarkan semua makanan dan minuman yang ada.
Teman-teman Bumi masih terus berbicara. Entah mengobrol apa, Senja tidak mengerti, ia hanya fokus mempersiapkan hidangan dibantu oleh Januar.
"duduk sini, sob. Nih pada dimakanin" kata Januar pada orang-orang yang ada di sana. Senja melempar senyum pada mereka, kemudian beranjak dari posisinya dan menghampiri Bumi. Namun, langkahnya terhenti saat melihat gadis yang mengenakan dress berwarna peach itu masih terduduk di sana. Entah tengah berbicara apa dengan Bumi.
Alih-alih menghampiri, Senja pun memilih berdiri di sisi Naren dan menyandarkan sebagian tubuhnya pada tembok belakang. Lalu fokus pada ponsel, membalas pesan dari Kayla yang menanyakan keadaan Bumi.
Akan tetapi sebuah kalimat terdengar samar oleh rungunya. "Mau apa, Bum?" Kepala Senja terangkat. Menatap dua insan di hadapannya.
"Minum" jawab Bumi. Lantas gadis itu bergerak mengambil gelas di nakas.
"Gue aja" Senja lebih dulu mencegah sebelum gadis itu mengarahkan sedotan pada bibir Bumi, kemudian mengambil alih gelas itu dan membantu Bumi minum.
"Ada lagi?" Bumi menggeleng.
"Ah iya. Bum, ini ada beberapa catatan materi yang Lo lewatin. Lihat aja punya gue" tiba-tiba gadis itu menyerahkan sebuah jurnal ke atas pangkuan Bumi.
"wah. Gue butuh sih. Thank you banget ya, Kinan".
'ah jadi namanya Kinan'.
Senja masih berada di posisinya. Melihat bagaimana Kinan melempar senyum yang dibalas oleh Bumi. Apa-apa'an mereka berdua ini?
Naren yang menyadari itu pun berdeham keras. "Ekhem-ekhemm".
"Kenapa Lo?" Tanya salah satu teman Bumi.
"Gerah gak si disini? Panas, kalian ngerasa nggak?".
"Si gelo. Teu krasa eta AC?".
"Aneh si Naren mah".
"Urang ngerasa kayak ada hawa-hawa panas gitu euy!".
Bumi yang mengerti akan maksud Naren pun terkikik geli. Matanya menilik Senja yang tengah melayangkan tatapan intens pada Kinan. Yang tentu saja tidak Kinan sadari karena gadis itu terfokus pada Naren.
"Nja?" Panggil Bumi. Senja menoleh. "Duduk sana gih. Pegel entar Lo".
"Gue di sini aja. Biar kalo Lo butuh sesuatu gak jauh gue nya".
"Kan ada Kinan yang lebih deket" baiklah sepertinya bermain-main sedikit akan lebih seru. Bumi ingin tahu sampai di mana Senja bisa bertahan.
"Oh. Oke" melihat raut wajah gadis itu membuat Bumi mati-matian menahan senyumnya. Senja kembali mendekati Naren, raut wajahnya tertekuk masam.
"Gerah ya Nja?" Delikan tajam ia layangkan pada Naren yang hanya dibalas dengan sebuah cengiran.
Tak lama dari itu, mereka semua pamit undur diri tak terkecuali Naren, Janu dan Jenandra. "Cepet sembuh, Bum" kalimat itu yang mereka ucapkan sebelum keluar ruangan.
Berbeda dengan Kinan. Gadis itu bangun dari duduknya. Mematik senyum manis ke arah Bumi sebelum berkata, "get well soon Bumi" beserta tangan yang mengacak rambut bagian depan Bumi.
Garis bawahi. Mengacak rambut Bumi. Itu artinya menyentuh bagian dari diri Bumi.
'wah! Berani betul si Kinan itu!'
Dan apa yang Senja lihat?. Bumi membalas senyum Kinan dengan tak kalah lebar, "makasih ya".
Kini, hanya mereka berdua yang tersisa. "Sini" pinta Bumi agar Senja mendekat. Tapi, bukannya mendekat, gadis itu malah berjalan ke sofa. Membereskan makanan yang tersisa. Kemudian meneguk sebotol air minum dengan tergesa.
Bumi tersenyum melihat pemandangan itu. Melihat Senja bertingkah seperti itu membuat hati Bumi menjadi hangat.
"Nja?".
"Apa?!"
"kalem" kata Bumi disela senyumnya.
Wajah Senja memerah, entah karena gerah atau menahan amarah? Ah, atau Senja ini sedang cemburu ya? Memikirkan itu membuat Bumi terkekeh pelan.
Ponsel Senja berdering nyaring sebelum Bumi sempat mengeluarkan suara. "halo Ka?" Ah, rupanya telepon dari Raka.
Pria itu tersenyum getir. Baru saja Bumi diajak melayang tinggi, tapi harus dihempaskan oleh kenyataan bahwa Senja sudah dimiliki orang lain. Iya, Bumi hampir lupa akan hal itu.
"Nyadar bego" gumamnya pada diri sendiri.
"Bumi?".
"Ya?".
"Raka mau ke sini".
********
KAMU SEDANG MEMBACA
Swastamita Yang Membumi
Teen FictionEnd. First Senja Bumi🤗 Aku tidak menginginkan amorfati, aku hanya memerlukan jatukrama yang amerta. Kita adalah fatamorgana yang terlalu aksa disebut jatukrama. Cover by Pinterest.