Bab 37

996 117 4
                                    

Selepas kepulangannya dari rumah Jenandra. Kedua pasangan itu tidak langsung pulang ke rumah. Mereka melipir untuk membeli jajanan yang ada di pinggir jalan. Kemudian membawanya ke taman di dekat komplek perumahan. Taman yang sering dijadikan tempat bermain ketika mereka kecil dulu.

Di depan hamparan air danau yang tenang. Mereka mengantarkan sang mentari balik ke peraduan. Bersama langit jingga sore itu.

"Tadi beneran ceweknya Janu?".

"Iya. Dijodohin tuh si Janu".

"What? Kok bisa?".

"Bundanya udah capek. Tuh anak gonta-ganti cewek terus kan. Tapi gak pernah diseriusin. Jadi, ya gitu. Jalan buntunya, dijodohin".

"Tapi bukannya dia teh lagi Deket sama anak hukum ya?".

"Ceweknya banyak dia mah".

Senja mangut-mangut, sudah tidak aneh memang, "kamu jangan gitu ya!".

"Aku udah punya lagian. Satu aja kadang bikin ribet" ucap Bumi lirih di ujung kalimatnya.

"Apa?".

"Aku udah punya cewek. Cantik, baik, kalo lagi marah-marah lucu banget. Apalagi kalo salting, pipinya langsung merah kaya tomat.

"satu aja cukup aku mah" tambah pria itu sambil menatap lurus mata gadis di depannya.

"Iya? Ceweknya siapa kalo boleh tau, mas?".

"Namanya Senja. Lengkapnya, Senja Deepa Sadajiwa anak bungsunya Bunda Susi.

"Ooh beruntung banget dia ya? Bisa dapetin Mas nya".

Bumi tersenyum kecil, Senja sedang ingin bermain-main rupanya. "Mba nya salah. Saya yang beruntung, dapetinnya susah Mba".

Blush.

Pipi Senja memerah.

"Ah! Udahan ah!"

"Loh. Kamu yang mulai kok". 

"kamu! Jangan banyak gombal, dong! Perasaan dulu gak gitu deh".

Bumi menarik gadisnya ke dalam pelukan, "dulu gini kok. Kamunya aja yang gak peka. Malah kecantol sama cowok lain. Jelas-jelas ada boyfriend material di depan mata".

"Dih! Pede banget Masnya!".

"Daripada kamu, gengsian!".

Senja melepas pelukan, "mana ada aku gitu!".

"Mana ada maling mau ngaku!".

"Ih! Jangan rese!".

Kalo gak usil, bukan Bumi. Lihat lelaki itu terkekeh senang saat menatap wajah Senja yang sudah memajukan bibirnya. Ini, kode minta dicium atau ngambek sih?

"Ngapain itu bibir di monyong-monyongin. Minta dicium?".

Buru-buru Senja menutup bibirnya menggunakan kedua tangan. Kepalanya menggeleng-geleng kecil.

Semenjak tragedi di mobil waktu itu, Bumi jadi sering membahas cium. Apa-apa cium.

"Mau gak?".

Bukannya menjawab. Senja malah meraup wajah Bumi. "Saha iyeu?".

"Aing maung! Aaarrgghhhh".

Gelak tawa terdengar nyaring dari bibir keduanya. Bumi masih terus meraung seolah-olah seperti orang yang kerasukan arwah jahat. Sampai matahari tenggelam Sempurna, mereka baru beranjak dari sana.

********

-kamu dimana?
-udah beres belum urusannya?
-aku tunggu di gedung sekre ya.

Pesan yang dikirim dari beberapa jam yang lalu tak kunjung mendapat balasan. Ah, jangankan dibalas, dibaca juga belum.

Duduk di kursi deret koridor gedung sekre yang hari ini tampak lebih sepi dari biasanya. Seseorang menyuruhnya untuk menunggu dan berjanji akan datang dalam lima menit. Nyatanya, sudah satu setengah jam Senja berdiam. Dan, tidak ada tanda-tanda kemunculannya.

Lagi-lagi, decak kesal keluar dari bibirnya saat suara operator menjawab sambungan telepon.

-Bumi.
-masih belum beres?

Baru kemarin mereka saling bercanda gurau dan saling melayangkan kalimat sayang. Hari ini, Senja dibuat kesal oleh pria itu.

Awas kalo ketemu!

"Halo, Jenandra? Bumi sama Lo gak?".

"Ada nih, di kantin. Ke sini aja, Nja. Nanti cari aja udah dulu, gue repot nih lagi pesan makan".

Panggilan terputus.

Di Kantin?

Benar-benar! Bumi.

Dengan langkah tergesa, Senja berjalan ke arah kantin yang di maksud Jenandra. Dan, gotcha!

Ada Bumi di sana. Duduk di salah satu meja. Tidak sendiri, dia bersama seorang perempuan di depannya. Senja tidak bisa melihat wajah itu, karena posisi duduk yang membelakanginya.

Wah! Hebat banget Bumi ini!

Diambil ponsel di saku celana. Senja mencoba menghubungi nomor Bumi.   Panggilan tidak terjawab.

Padahal jelas-jelas Senja melihat ponsel pria itu tergeletak di atas meja.

Mata elang gadis itu masih terus mengawasi gerak-gerik Bumi. Sampai di percobaan ketiga, Bumi melirik ponselnya. Lalu kembali fokus   fokus pada gadis di depannya.

"Sabar! Tahan Nja" ungkap Senja pada dirinya sendiri.

Dia masih setia berdiri memperhatikan dari jauh. Tidak ada niatan untuk mendekat. Senja ingin tahu sejauh mana Bumi mengabaikan panggilannya.  

Netranya menangkap sosok Jenandra yang baru saja datang membawa nampan yang mungkin berisi makanan. Saat itu, tatap mereka bertemu. Jenandra, lelaki itu entah apa yang dia bicara pada Bumi. Yang jelas, kini Bumi pun sudah menemukan keberadaannya. Reaksinya terkejut bukan main, dapat Senja lihat dari raut wajah pria itu.

"Kaget ya? Keciduk soalnya, huh!" Gumam Senja.

Lalu layaknya adegan dalam drama, gadis yang bersama Bumi sedari tadi menolehkan kepala. Rasanya seperti waktu diputar secara slow motion.

Dan, Senja mengeraskan rahangnya ketika tahu siapa gadis itu. Matanya menatap lurus Bumi. Kemudian berbalik, dan meninggalkan kantin begitu saja.

Mengabaikan Bumi yang menyerukan namanya. Senja terus berjalan cepat. Ia ingin segera pulang.

Grepp!

"Wait".

Langkahnya terhenti akibat cekalan sebuah tangan. Yang sudah dipastikan itu milik Bumi. Entah kenapa, mendengar suara itu membuat mata Senja memanas dan mengabur. Satu kedipan saja mungkin mampu membuat air matanya gugur. 

"lepas".

"Izinin aku ngomong dulu".

"Lepas, Bumi!".

"Sayang".

"Gue mau pulang. Lepas!".

"Aku anter".

Tin tin!!

Senja menghempaskan tangan Bumi dari lengannya. Tanpa melihat lelaki itu, dia berjalan menuju mobil yang terhenti tepat di depannya. Mobil yang dikendarai oleh Kayla. Setelah itu mereka melaju meninggalkan Bumi yang terdiam bersama rasa bersalahnya. 

********

Swastamita Yang Membumi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang