"sayang...."
"Bumi, sayang... Bangun yuk".
Samar-samar Bumi mendengar suara Senja yang mengalun lembut. Mendayu seolah merayu. Sudut bibirnya tertarik ke atas. Jarang-jarang dia mendengar Senja memanggilnya dengan sebutan Sayang.
Lama Bumi terdiam. Sengaja, dia ingin terus mendengarkan Senja memanggilnya seperti itu. Juga, ingin merasakan sedikit lama sapuan lembut tangan Senja di rambutnya. Bumi suka, selalu suka.
"Abang! Bangun! Keburu siang. Mau bangun gak sih?!!".
Bumi tersentak kaget, matanya terbuka sempurna hingga menampakkan warna merah yang kentara. Ia mengernyit.
"Kok kamu? Teh Senja mana?".
"Hah? Apa sih?! Orang dari tadi aku yang bangunin Abang".
Bumi terlihat linglung. Dan, sebentar, dia meraup wajahnya menyesuaikan pandangannya, tidak ada Senja, hanya ada Chenda yang berdiri menjulang di sisinya. Jadi... Tadi itu mimpi?
Juga, kenapa dia bisa tidur di atas sofa ruang tv? Bumi diam. Berusaha mengingat-ingat. Dan, oh oke. Dia ingat sekarang.
Gara-gara es krim...
Lantas setelah melihat Chenda pergi, Bumi pun ikut bangkit untuk mencuci muka. Namun, niatnya terhenti saat melihat Senja yang tengah berdiri di depan pantri berdampingan dengan Mama. Tanpa banyak berfikir, Bumi segera mendekat. Memberi sapa serta morning kiss mungkin tidak ada salahnya.
"Pagi sayang!".
Namun, belum juga mendaratkan bibirnya pada kening Senja, wanita itu sudah lebih dulu memundurkan tubuhnya. Mengganti posisi berdirinya, menjauh dari Bumi. Hal itu membuat Bumi menghembuskan napasnya.
Masih marah rupanya.
"Pagi, Ma".
Cup!
Kecupan selamat pagi itu akhirnya berlabuh di pipi sang Mama.
"Abang! Jorok. Bau. Mandi dulu sana!" Protes Mama sengit.
Bumi terkekeh pelan, lantas melirik ke arah Senja. Wajahnya masih sama datar seperti kemarin malam.
"Cepet mandi! Habis itu sarapan".
Pria itu mengangguk patuh. Kemudian menggeser tubuhnya sedikit lebih dekat dengan Senja. Menundukkan kepalanya lantas berbisik, "aku mandi ya." Seraya mengelus kepala belakang Senja, meski tak ada respon yang berarti dari wanita itu.
Tak lebih dari tiga puluh menit Bumi sudah kembali dengan pakaian santai. Mama, Senja, Chenda dan Aji pun sudah siap duduk di kursi masing-masing. Seperti hari-hari biasanya mereka akan selalu sarapan bersama.
Bumi duduk menepati kursi di ujung meja. Tepat saat dirinya sudah duduk di kursi. Ia kembali berdiri dengan cepat saat merasakan lambungnya bergejolak dan isi perutnya terasa naik ke tenggorokan, Bumi berlari ke menuju wastafel dan memuntahkan semuanya.
Huek!
"Bumi!".
Bumi terus mengeluarkan isi perutnya. Sampai merasa cukup, dia membasuh wajahnya kemudian berdiri dengan tangan yang memegang erat pinggiran wastafel. Perutnya terasa kosong. Entah ini efek dari tidur di luar atau salah makan.
"Masih mau muntah?" Suara Senja terdengar khawatir.
Bumi menggeleng, "enggak." Katanya dengan suara dan badan yang lemas.
Melihat itu Senja langsung membawa Bumi untuk duduk. Tapi pria itu mencekal tangannya dengan segera. "Ke kamar aja. Eneg banget cium bau masakannya".
Senja menuruti permintaan suaminya. Sampai di kamar, ia membantu Bumi berbaring.
"Pusing?".
"Enggak".
"Kamu habis makan apa kemarin?".
"Enggak makan apa-apa." Gumam Bumi kemudian memejamkan mata.
Senja bergerak membuka laci nakas. Mengambil minyak aroma terapi lalu membalurkannya di sekitar leher dan perut Bumi.
"Mau kemana?" Cegah Bumi saat melihat Senja akan melangkah keluar kamar.
"Aku bikin teh jahe dulu. Sebentar ya".
Pria itu menggeleng tegas. Tangannya menepuk-nepuk sisi kasur di sebelahnya. "di sini aja".
"sebentar. Nanti juga balik lagi".
"Please...."
Oke. Senja kalah. Dia menyerah begitu Bumi memandangnya dengan tatapan sayu seolah meminta disayang-sayang. Bumi langsung memeluk pinggang Senja dan menyembunyikan wajahnya di perut wanita itu.
"Masih mual gak?".
Bumi menggeleng. Ia merasa jauh lebih baik saat mencium aroma khas milik wanitanya.
"Yaudah. Mau sesuatu? Mau makan apa gitu?".
Lagi-lagi, Bumi menggelengkan kepalanya. Untuk saat ini dia sedang tidak ingin apa-apa. Hanya ingin memeluk Senja. Menghirup aroma harumnya sampai merasa puas.
"maaf".
Eh? Kok tiba-tiba?
"Buat?".
"Udah makan es krim kamu." Ujar Bumi pelan, sedikit merajuk.
Ah iya! Omong-omong soal es krim. Senja juga merasa aneh. Inginnya dia biasa saja. Tapi entah kenapa, rasanya kesal, marah saat melihat es krim itu lenyap di tangan Bumi. Dan berakhir ngambek, lalu membiarkan pria itu tidur di luar. Awalnya Senja sempat berpikir apa yang terjadi pada Bumi saat ini hanya rekayasanya agar mendapat maaf darinya.
Tapi kini kesal dan pikiran buruk itu sudah hilang, tergantikan oleh rasa khawatir saat melihat kondisi Bumi saat ini.
Tangan Senja bergerak mengelus kepala Bumi. "Iya, aku juga minta maaf ya".
********
Keesokan paginya, Senja kembali dikhawatirkan saat mendapati Bumi muntah-muntah di dalam kamar mandi. Pagi ini, bahkan sudah lebih dari tiga kali.
"Kita ke dokter aja yuk. Muka kamu pucet loh".
"Enggak usah." Bumi menolak dengan halus, "nanti juga sembuh".
Senja menghela nafasnya. Buki itu memang agak susah jika disuruh untuk ke dokter. "Aku panggil teh Seje aja yah. Buat periksa kamu".
"Jangan, nanti ngerepotin".
Lagi, Senja menghembuskan napasnya. "Mau minum obat anti mual?".
"Emangnya ada?".
"Ada punya aku. Tapi itu kan buat ibu hamil, kamu enggak hamil. Nanti aku minta tolong Chenda atau Aji buat beli obat anti mual yang lain".
Bumi ingin sekali tertawa saat melihat wajah polos Senja berbicara. Tapi lagi-lagi, perutnya kembali mual.
"Kenapa?" Senja mendekat saat melihat Bumi menutup mulutnya.
"Mual." Adu Bumi dengan suara serak.
Lantas tangan Senja bergerak seirama mengelus tengkuk serta perut Bumi. Sementara pria itu menelenggamkan kepalanya ke perut Senja yang sudah mulai terlihat membuncit.
"masih mual?".
Bumi menggeleng. Setelah menghirup aroma Senja, perutnya kembali normal. Gejolak itu hilang entah kemana. Dia pun heran.
"Kalo deket mualnya hilang?" Tanya Senja dengan nada ragu.
Tapi Bumi mengangguk setuju. Membuat senyum tipis milik Senja terbit dengan sendirinya. Gemas sekali melihat Bumi yang seperti ini. Meski kasihan, juga bingung. Sebab Bumi mengeluh mual tanpa sebab yang jelas, tapi satu yang dapat Senja simpulkan.
"Ayah morning sickness ya dek.... Gantiin Bunda".
********
KAMU SEDANG MEMBACA
Swastamita Yang Membumi
Teen FictionEnd. First Senja Bumi🤗 Aku tidak menginginkan amorfati, aku hanya memerlukan jatukrama yang amerta. Kita adalah fatamorgana yang terlalu aksa disebut jatukrama. Cover by Pinterest.