Jani POV
Keesokan harinya setelah perjamuan, rumah Raden Raka menjadi sangat sibuk dengan persiapan pernikahan. kurasa bahkan tidak seorangpun dari para pelayan itu tidur sejak malam perjamuan.
kegaduhan yang selalu terdengar itu membuatku semakin panik tak karuan menghadapi pernikahan yang seharusnya tidak pernah kulakukan, hidupku yang selama ini tenang kini bagaikan badai kencang dan aku benar-benar dibuat frustrasi.
Pada malam kedua mendekati pernikahan, disaat perhatian semua orang teralihkan pada pesta pernikahan.
Aku mencoba kabur dengan trik yang sama ketika aku keluar dari kediaman Raka untuk pertama kali dan ya aku berhasil, aku mencoba untuk kembali kehutan tempat pertama kali aku masuk ke dunia ini, mungkin disana masih ada semacam portal gerbang atau apapun yang bisa membuatku kembali kedunia asalku.
Masa bodo dengan pernikahan Rinjani dan titah kakek tua itu.
Aku sampai dipinggir hutan mengamati betapa pekatnya hutan itu dengan kegelapan seolah-olah tidak membiarkan setitik cahaya rembulan yang bersinar terang untuk menyusupinya.
Jantungku berpacu dengan kencang mencoba memikirkan sekali lagi keputusanku untuk kabur, jika aku masuk sekarang aku bisa saja diterkam oleh macan tapi jika tidak kabur sekarang maka aku tidak tahu bisa kabur kapan lagi. Apalagi aku akan mengikuti Byakta ke Harkapura jika pernikahanku benar-benar diadakan esok hari.
Akhirnya dengan tekad bulat aku memutuskan untuk memasuki hutan berharap macan yang mengejarku kemarin sedang tidur dan kuharap tidak ada bahaya didalam hutan itu. Aku melangkah lebar-lebar dengan obor ditangan kananku yang ku arahkan kedepan. Berdoa semoga obor yang kubawa ini muat hingga aku menemukan jalan keluar.
Rasanya sudah 2 jam aku mengelilingi hutan namun aku tidak menemukan apa pun apalagi obor di tanganku yang apinya Semakin kecil. Dari kejauhan aku melihat cahaya api unggun dengan banyak siluet pria berbadan kekar memunggungiku, seorang pria terlihat berdiri menghadap kearahku dan menunjukku dengan segera. Aku mematikan cahaya obor yang kupegang dan bersembunyi di semak-semak, memegangi dadaku,rasanya jantung ini berdebar sangat kencang.
"Lah ada kunang-kunang di Panggaluh, cantik sekali seperti mayang kasihku." perkataan pria itu membuatku menarik nafas lega, syukurlah ia tidak menyadarinya.
"Kau ini, setelah menjalin Asmara dengan Mayang apapun yang kau rasa cukup cantik dan bagus selalu berkata seperti mayang kasihku. saat kembali ke ibukota mohonlah pernikahan pada Senopati Byakta." Jantungku yang tadinya sudah mulai berdetak normal kini malah memiliki degup yang semakin kencang. hingga aku kaget sendiri.
Gwerrr....Gwerrr....Gwerrr
Geraman yang terasa tidak asing terdengar di sebelah kiriku, aku menolehkan kepalaku kesamping, aku hanya bisa terdiam kaku ketika wajah macan berwarna hitam putih itu cukup dekat dengan wajahku, kurasa aku akan langsung kembali ke akhirat alih-alih kembali ke abad 21.
GWERR
"WAAAAA MACAN"
Macan itu mengaum kencang didepan wajahku, menyadarkanku dari keterkejutan. Saat aku menyadari keterkejutan, aku sudah kembali keruangan hitam hampa tempat aku bertemu Rinjani dan Kakek tua itu, tapi bedanya aku bersama seekor macan yang mondar mandir di depanku, ia seakan frustrasi akan sesuatu.
"Dari awal kau bekerjasama dengan kakek tua itu untuk memasukkan ku kedunia ini ya?" Macan itu tidak mempedulikanku. Aku menyadari sekarang bahwa sedari awal aku kehabisan baterai, itu merupakan rencana mereka karena aku mengingat baik mengisi baterai mobilku hingga penuh.
"Jadi kau dan kakek tua itu selalu mengawasi ku selam ini ya?" Macan putih itu seperti menghela nafas lalu menggeram pelan,sepertinya dia cukup kesal rencananya terbongkar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Senopati (END)
Historical FictionKecerobohan yang Jani lakukan berhasil mengantarnya kepada Perpindahan ruang dan waktu membuat Jani terjebak di kerajaan dengan wilayah-wilayah yang Jani tidak tahu sebelumnya walaupun ia seorang mahasiswa jurusan Sejarah. Entah itu Transmigrasi at...