Part 22

1.8K 135 1
                                    





Di bawah cahaya lampu obor yang redup, Senopati Byakta tidak melepaskan pandangannya pada wajah Jani yang terlelap setelah seharian melalui upacara yang panjang dan malam yang cukup melelahkan. Wajah yang mebuatya terpesona pada pandangan pertama dan selanjutnya sikap wanita ini yang membuatnya jatuh cinta semakin dalam.

Di dalam diri Byakta, pria itu merasa sangat bahagia bisa menjadi yang pertama untuk wanita ini, wanita yang ia kira melakukan hal yang tidak seharusnya dengan kakaknya sendiri. Sedari awal Senopati Byakta memilih meminta Jani kepada Maharaja tentu saja ia sudah memikirkan ulang tentang hal tersebut, apakah ia merasa bisa menerima wanita ini dengan masa lalunya, dan ya Senopati Byakta bersedia menerimanya, termasuk rasa dendam yang akan dimiliki Anjaninya atas kematian Kakak sekaligus pria yang di cintanya itu.

Memilih Jani menjadi pendamping resminya tentu saja seharusnya dipenuhi pertentangan dari pihak keluarganya ataupun orang-orang penting yang ada di kediaman. Berkat Putri Rukma yang bisa mengatur segalanya hingga menjad lancar tanpa hambatan agar putra satu-satunya itu cepat untuk melangsungkan pernikahan dan memiliki pewaris yang sah. Putri Rukma memilih untuk tidak mempedulikan latar belakang dari Jani, selagi wanita ini dirasa tidak akan membawa pengaruh buruk untuk kediaman ataupun Sang Senopati maka sang Putri merasa semuanya masih bisa ia kendalikan alam genggamannya.

Didalam hati sang Senopati, pria gagah itu merasa sangat berterimakaih kepada ibunya, karena berkat ibunya ia bisa merasakan kebahagiaan seperti ini untuk seorang wanita yang dicintainya. Tangan Senopati dengan sangat perlahan dan lembut melilit tubuh Jani dengan kain bersih, seperti membungkus seorang bayi dengan kain.

Senopati Byakta baru mengangkat Jani dari tempat tidur, merasakan tubuhnya yang melayang seketika membuat Jani membuka matanya dengan wajah terkejut yang menatap Senopati Byakta. "Shhh tidur lah lagi Anjaniku, Kangmas akan membawamu ke kamar kita." Senopati Byakta mengecup singkat kening Jani sambil menambahkan kain  ditubuh Jani untuk menutupi lekuk tubuh istrinya, memastikan wanitanya tidak kedinginan.

Jani merasakan kain yang terlilit di tubuhnya tanpa adanya pakaian lain menyerinyit kan keningnya. "Hmm dimana bajuku?" Jani bertanya dengan mata yang mengantuk dengan suara serak, hal yang membuat Byakta menahan nafas karena gemas dan membuat pria itu membayangkan ulang adegan yang mereka lakukan.

Melihat wajah mengantuk Jani membuat Byakta merasa sangat gemas. "Apa kau lupa? Tadi kau menceburkan dirimu dengan pakaian yang lengkap Anjaniku." Setelah berkata demikian, Senopati Byakta mengecup pipi Jani sambil mengusap-usap punggungnya.

Jani kembali merilekskan tubuhny yang sempat menegang, memilih membenamkan wajahnya ke dada telanjang Byakta. "Kangmas tidak kedinginan?" Tanyanya pelan karena Byakta hanya memakai bawahan saja seperti saat ia berlatih bersama dengan pasukan Rajawali.

Byakta tersenyum singkat, mendengar perhatian dari Anjaninya."Tidak, kangmas baik-baik saja. Tidurlah lagi Anjaniku, esok hari akan sangat melelahkan untukmu." Jani mengguk singkat, dan memilih memejamkan kembali matanya yang memang terasa berat karena Byakta tidak berhenti mengelus punggungnya.

Dengan langkah lebar, Byakta membawa Jani pergi dari pondok yang pria itu rasa akan menjadi tempat favoritnya dalam melakukan kegiatan ranjang. Di Halaman yang luas kediaman Byakta, beberapa dayang berbaris dengan rapih, bersama dengan para prajurit yang bersiaga dengan senjata mereka.

Byakta menatap tajam orang-orang yang berdiri didepan kediamannya. Byakta memanggil dayang tua yang tadi menyambutnya. Dayang tua itu ikut berdiri bersamaan dengan para dayang muda dengan posisi paling depan. "Kenapa kediamanku sangat ramai dimalam yang sangat larut Dayang?" Tanya Byakta tidak suka.

Dayang itu tersenyum sopan. "Kami berada disini untuk membantu Raden Ayu merapihkan diri jika anda menginginkan malam pertama Senopati." Malam pertama memang seharusnya dilakukan dengan bantuan persiapan dari para dayang, namun Senopati Byakta yang sudah tidak sabar melakukannya dan memilih melakukannya di pondok tempat pemandian.

Cinta Sang Senopati  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang