END

828 125 64
                                    

Byakta berbaring di atas ranjang kamarnya yang berada diatas Kapal Maha Gandala. Badai semalam benar-benar ganas menghantam, membuat sieisi kapal berhamburan tanpa beban. hah jika yang mengendalikan kapal bukanlah orang-orang terlatih, mereka pasti sudah tenggelam ke dasar lautan tanpa bisa kembali ke tanah Harkapura Kebanggaan.

Byakta baru membaringkan dirinya saat fajar mulai terbit dari balik luasnya lautan, selain menghadapi manusia, menghadaipi ombak yang mengamuk ternyata tidak kalah melelahkan. rasanya Byakta membutuhkan waktu untuk memejamkan matanya sesaat, lagipula tidak ada hal penting yang perlu ditanganinya sesegera mungkin saat ini.

Mata Byakta baru saja terpejam, rasanya Byakta ingin sekali mencekal tangan kecil yang menggoyang-goyang bahunya sehingga ia kembali terjaga. tidakah mereka tahu pantang sekali dirinya di ganggu ditenga-tengah perisitirahatan jika tidak terlalu penting?!

Byakta mengerutkan kening, dengan alis yang menukik tajam khasnya. ia baru menyadasi suatu kejanggalan,  tangan kecil? Byakta tidak membawa awak kapal anak-anak kedalam kapalnya.

 "Ayahanda....Ayahanda." 

Byakta segera membuka matanya, tangannya dengan cepat memegangi tangan mungil yang mengguncang bahunya. Byakta menatap tangan mungil dengan kulit putih persis seperti milik istrinya yang jarang dimiliki orang di Harkapura, pandangan Byakta pun perlahan-lahan teralih ke wajah anak kecil ini, wajahnya terasa tidak asing? mata, bibir, dan alis gadis kecil ini, ah tidak bahkan seluruh wajah gadis kecil ini sangat mirip dengan istrinya.

Byakta bangkit dari tidurnya, ia berjongkok didepan anak perempuan yang ia perkirakan berusia 7 tahun ini. Byakta seolah takjub dengan wajah mungil nan menggemaskan yang mirip dengan istrinya ini, hingga tangannya tanpa sadar mengelus pipi berisi yang sedikit kemerahannya.

"siapa namamu nak? kau sangat mirip dengan istriku"

gadis kecil itu mendelikan matanya jengkel. "Justru aku dan ibunda kemari untuk menanyakan itu ayahanda, ibunda bilang ayahanda yang akan memberikanku nama." ucapnya jengkel.

Byakta mengerutkan keningnya tidak mengerti,  dia tidak pernah mencampuri wanita  selain istrinya, bagaimana bisa ia memiliki seorang anak perempuan yang sudah sebesar ini?  "apakah ibumu yang berkata seperti itu? aku memang akan memiliki seorang anak perempuan, namun dia masih berada di perut istriku." tegas Byakta

Anak itu mengagukkan kepalanya. "Iya, Ibunda bilang Ayahanda yang ingin memberikanku nama, itulah sebabnya ibunda belum memberikanku nama." gadis kecil itu kembali berdecak sebal, tanpa kata ia menarik tangan Byakta untuk keluar dari kamar itu. 

"Aku memang akan memberikan nama untuk putriku, nama putriku akan sangat indah." Byakta tersenyum, membayangkan hari dimana ia menggendong putrinya untuk yang pertama kali, membisikan cinta ditelinga istrinya dan mengumumkan nama putrinya pada dunia.

gadis kecil itu memegangi tangan Byakta. "cepatlah Ayahanda." Byakta mengeratkan genggaman tangannya pada gadis kecil itu untuk sesaat, Byakta dapat merasakan gadis kecil ini bukan manusia. Dia adalah jiwa murni yang masih tersesat di dunia, ah sungguh malangnya bocah ini, kehidupannya berjalan dengan begitu singkat.

Byakta berharap anak-anaknya akan berumur panjang, hingga ia dan Anajninya berpulang ketika sudah merasakan menggendong cucu-cucu mereka.

Karena rasa kasihan, Byakta memilih mengikuti gadis kecil itu yang menuntunnya ke haluan kapal, tempat kesukaan istrinya untuk memandangi hamparan lautan. "Apa ibundamu ada di haluan nak?" Gadis kecil itu tidak membalas perkataannya, terus menarik tangannya ke arah haluan kapal.

"IBUNDA." teriak gadis kecil itu langsung melepaskan tangannya dari genggaman Byakta dan memeluk kaki ibundanya yang tertutupi jarik. Byakta menaikan pandangannya, untuk melihat siapakah ibunda gadis kecil itu yang kemungkinan besar sudah kehilangan nyawanya juga. 

Cinta Sang Senopati  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang