Surat teruntuk Senopati ByaktaAku tidak menyangka dalam waktu sekejap, aku bisa melupakan semua amarahku padamu.
Rasa cinta yang mendalam seiring berjalannya waktu ini, benar-benar menguntungkanmu.
Kini haya rasa rindu yang bersemayam di dalam kalbuku, membuatku merindu akan hadirnya
Dirimu di sisiku kasihku...ah ini pertama kalinya aku memanggilmu begitu.
Semoga kau menyukai panggilan baru itu, agar kau tahu ketika kau memanggilku begitu
Jujur saja jiwaku bergetar penuh dengan haru, semoga kau bisa merasakan apa yang kurasakan juga
Kasihku, suamiku, Senopati ku...Disini aku dan kedua buah hati kita akan selalu menunggu kepulanganmu, menunggu saat-saat kau datang,
Dengan membawa kemenangan yang gemilang, yah tidak menang pun tak apa. Asalkan tubuh hangat
Milikmu kembali ke dekapanku, aku akan menjadi wanita terbahagia di Harkapura.
Jaga dirimu, kasihku.Tertanda Raden Ayumu, Anjani.
Jani langsung menggulung surat yang akan dikirim melalui kurir pengantar pesan, dengan segera Jani menyerahkan surat itu pada Kantil. "Aku sudah selsai, serahkan ini pada pengirim pesan." Kantil diam-diam tersenyum, menyaksikan Raden Ayunya yang salah tingkah dengan pipi memerah dengan tulisannya sendiri, calon ibu dua anak itu masih bisa terlihat menggemaskan dengan usia yang sudah bisa dibilang tidak muda.
Kantil menunduk dengan penuh hormat, segera pergi agar Raden Ayu tidak berubah pikiran dengan surat yang sudah berada di tangannya. Jani memegang perutnya yang sudah terlihat menonjol. "Apa karena kau seorang perempuan, ibunda jadi benar-benar menginginkan ayahandamu? Hmm kau tidak boleh terlalu manja pada ayahanda, dia orang yang sangat sibuk nak. Nanti kau bermain saja degan ibunda dan kandamu." Jani tersenyum hangat dengan tangan yang mengelus perutnya, dan tatapan yang mengawasi Buntala yang tengah bermain di ranjang.
Buntala sedang berguling-guling diatas Ranjang luasnya, dengan sesekali menatap Jani yang duduk di meja tulis lesehan. Mengawasi sang ibunda agar tidak pergi jauh dari pandangannya, ah bayi kecilnya ini pasti merindukan Jani setelah banyaknya beban kediaman yang ditanggung Jani baru-baru ini. Menggantikan putri rukma yang sudah ingin fokus kepada dirinya sendiri, suaminya, juga penyembahan terhadap sang pencipta.
Bahkan dengan segala kesibukan mengurusi kediaman, menggantikan putri Rukma tidak bisa membuat Jani lupa dengan rasa rindu yang mendera. Setiap malam Jani akan membawa pakaian Byakta jika ingin tidurnya lebih nyenyak, terkadang menangis sedih akibat rindu yang membuncah tak dapat tertahankan.
Jani menertawakan Buntala yang sedang berceloteh nyaring dengan kapal replika Mahagandala yang berada di tangannya, Jani tidak bisa menahan diri untuk ikut berbaring di samping Buntala sambil mencium-cium pipi gembul putranya ini.
Buntala yang menyadari kehadiran ibunya, mengembangkan senyum menggemaskan dengan mata yang berbinar senang. Jari mungil Buntala meraih-raih baju bagian depan Jani, ah jika seperti ini Jani merasa tidak tega dengan tatapan itu, sesekali Jani akan mencuri kesempatan menyusui Buntala seperti saat ini.
Kantil yang baru kembali hanya bisa menghela nafasnya. "Raden Ayu saya bisa memanggilkan ibu susu Raden Buntala jika anda mengizinkan." Tegur Kantil halus.
Jani menengoklah kepanya ke arah suara, tersenyum tanpa dosa. "Tidak perlu, ini tidak akan membahayakan ku Kantil. Biarka aku memberikan air susuku, hanya sebentar Kantil." Jani memandang wajah kantil dan Buntala bergantian, mengawasi mata buntala yang tidak bisa lepas dari wajah ibundanya saat ia meminum air susu ini.
Jani menghela nafas. "Selama ini aku menjadi ibunda yang kurang baik untuknya, aku akan merasa bersalah jika tidak bisa mengenyangkan perut putraku ini Kantil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Senopati (END)
Ficción históricaKecerobohan yang Jani lakukan berhasil mengantarnya kepada Perpindahan ruang dan waktu membuat Jani terjebak di kerajaan dengan wilayah-wilayah yang Jani tidak tahu sebelumnya walaupun ia seorang mahasiswa jurusan Sejarah. Entah itu Transmigrasi at...