Jani membuka matanya ketika sinar mentari menerobos masuk ke celah-celah kayu badan kapal yang menaungi kamarnya, kali ini Jani terbangun dengan pemandangan yang tidak pernah ia dapatkan ketika membuka mata seusai percintaannya dengan suaminya ini.untuk pertama kalinya selama pernikahannya dengan Senopati Byakta, Jani bisa menemukan suaminya itu masih terlelap dengan wajah yang pulas sambil merengkuh pinggangnya. kemarin malam Jani merasakan jiwa dan raganya terasa menyatu dengan pria ini, entahlah namun rasanya mata mereka yang saling bertautan mampu mengungkap segala sesuatu tentang perasaan yang selama ini terpendam ataupun sulit di ungkapkan dengan kata.
Rasa percayanya yang kurang terhadap suaminya ini, entah menguap begitu saja semalam, seolah-olah tidak pernah datang menyusupi hati Jani. Kesibukan seorang dengan gelar Senopati juga memegang peranan penting yang sangat tidak mengenal waktu untuk melaksanakan tugasnya, menimbulakn keraguan akan cinta yang selalu terucap dari bibir Byakta.
Senopati Byakta yang memiliki segalanya seolah-olah seluruh hal yang di inginkannya dapat ia cengram dengan mudahnya, harta, kekuasaan, dan wanita-wanita juga para orang tua akan sangat merasa luar biasa dan bersedia dengan segenap jiwa raganya untuk menyerahkan diri kedapa suaminya ini dengan cara sangat beragam dan menarik perhatiaan.
Jani hanya bisa menghela nafasnya mengetahui bagaimana menarik suaminya ini untuk dimiliki hingga para wanita bersedia berbagi ranjang dengan wanita lainnya. tidak sekali dua kali ada wanita dengan kecantikan ataupun keanggunan yang luar bisa datang kepadanya untuk dijadikan adiknya, bukan adik biasa tentunya melainkan selir ataupun istri resmi ke dua Senopati Byakta.
Merasakan kesetiaan yang sangat besar suaminya semalam, Jani merasa sangat terharu. Jani menyadari semlam mereka bukan hanya berbagi kehangatan tubuh dalam penyatuan yang erotis, namun berbagi perasaan dan isi hati masing-masing tanpa kata yang terucap lewat bibir, melainkan lewat hati yang seakan menyatu layaknya jiwa dan raga yang berpadu dalam leburan asmara cinta sejati.
Jani merasa seperti seorang pujangga yang sangat puitis sekarang, namun ia benar-benar menikmati perasaan yang membuncah seperti ini. rasa hangat yang sudah lama hilang rasanya kembali membuncah begitu hebat.
Senopati Byakta menangkap tangan Jani yang sedari tadi mengelus-elus permukaan dagunya yang kini sudah cukup lebat karena tidak pernah di cukur selama berbulan-bulan. "hm kangmas sangat peka dengan sentuhan Anjaniku, jika kamu lupa." Byata masih dengan memejamkan matanya, mengecup jemari Jani.
"ya, aku memang sengaja, ini sudah siang kangmas."
Byakta masih memejamkan matanya rapat-rapat. "Kangmas baru saja melakukan penaklukan kemarin kasihku, tidak akan ada yang menegur kangmas walaupun mendekam di dalam sini selama seminggu. pasti mereka mengira kangmas bersemedi ataupun yah seperti yang kita lakukan semalam.
Byakta hanya tertawa kecil ketika Jani mencubit perutnya tanpa membuka mata, ah pagi yang sangat menyenangkan dengan istrinya. ketika berada di Harkapura mana sempat ia memadu kasih ketika terbangun di pagi hari, bahkan ketika pagi buta Arangga sudah menunggu di depan kediamannya untuk tugas selanjutnya ataupun panggilan dari istana.
"Apakah kamu pernah merasa kesepian ketika terbangun tanpa aku ketika habis bercinta?" tanya Byakta.
Jani terdiam untuk sesaat, kemudian menatap mata Byakta yang sudah membuka mata dan menatapnya. "Hm dari pada kesepian ketika terbangun aku lebih merasa seperti wanita bayaran yang ditinggalkan ketika selsai digunakan."
Byakta langsung terduduk dengan mata yang membola terkejut. "Tentu saja kau bukan seperti itu, kau istriku!" Byakta menatap Jani dengan pandangan lurus nan dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Senopati (END)
Historical FictionKecerobohan yang Jani lakukan berhasil mengantarnya kepada Perpindahan ruang dan waktu membuat Jani terjebak di kerajaan dengan wilayah-wilayah yang Jani tidak tahu sebelumnya walaupun ia seorang mahasiswa jurusan Sejarah. Entah itu Transmigrasi at...