Part 12

1.6K 134 0
                                    

_
_
_
_
_

3 Bulan sudah Jani lewati dengan berbagai macam rintangan medan yang sangat beraneka ragamnya, bahkan para bandit dan hewan buas rasanya Jani sudah bosan melihatnya. Yang Jani sangat inginkan adalah segera sampai di Harkapura untuk kembali menikmati tidur di kasur yang nyaman, walaupun kasur disini tidak sebaik kasur di dunianya tapi itu lebih baik dari pada tidur di tandu yang selalu berguncang ataupun tenda yang bisa dimasuki hewan berbisa seperti ular dengan mudahnya.

Dari bawah perbukitan Jani dapat melihat sebuah gerbang besar yang terbuat dari batu. "kau lihat itu nyai, kita telah tiba di ibu kota Harkapura. Akhirnya kupingku sudah tidak akan memanas lagi karena pertanyaan 'kapan kita akan sampai' yang selalu kau katakan hahaha" Arangg tiba-tiba ada disamping tandu Jani yang sedang melihat gerbang batu Kerajaan Harkapura, Arangga berkuda disamping tandu Jani dengan  wajah tengilnya.

Denga wajah datar dan suara kecil  "Jadi itu Harkapura? Terlihat miskin" sontak Arangga yang tidak terima perkataan Jani membekalkan matanya seram dengan dahi yang berkerut dan bibir yang mendecih.

"Apa kau tidak pernah pergi kemana-mana nyai? Selain di daerah pedesaan seperti panggaluh itu?" Ya Jani tahu panggaluh memang kecil, tapi panggaluh tidak sekecil itu sampai bisa disebut pedesaan. Memang mulut Arangga saja yang terbiasa untuk mencela wilayah-wilayah yang sudah ditaklukkan Byakta, entah itu wilayah kumuh, kecil, rakyatnya busung lapar, tidak sejahtera, ataupun tidak bermoral.

Jani menyipitkan matanya. "Aku heran dengan Senopati Byakta, bisa-bisanya dia memilih orang bawel sepertimu menjadi orang kepercayaannya. Bagaimanakah bisa mengatakan Pangggaluh pedesaan?" Heran Jani.

Byakta muncul dengan pakaian perangnya, entah kapan pria itu berganti pakaian. "Hentikan perdebatan kalian, Arangga! Segera Persiakan pasukan. Bersiaplah kita sudah mendapat perintah dari Maharaja untuk memasuki istana hari ini"

"Baik!" Arangga segera memacu kudanya ke barisan paling depan, untuk menyiapkan iring-iringan.

"Tolong perhatikan perkataanmu diwilayah Harkapura Jani, seorang wanita hasil rampasan perang dilarang mengomentari apapun, apalagi dengan pengetahuan sempit mu!" Suara Byakta terdengar sangat dingin, ia tidak terima Harkapuranya dikatai miskin, negara yang sudah ia usahkan agar berjaya dan kuat bisa-bisanya begitu saja dihina oleh seorang wanita seperti Jani.

Jani tertawa sumbang mendengar perkataan Byakta "seorang wanita hasil Rampasan perang? Senopati aku hanya mengikuti suamiku untuk pergi kemana dia pergi" baru saja Byakta hendak berbicara, namun Jani sudah melanjutkan perkataannya. "Senopati, aku tidak tahu bahwa kau menganggap sumpah didepan leluhur umat manusia adala sebuah tipuan belaka. Kau dan aku sudah bersumpah didepan mereka untuk bertautan tangan hingga maut memisahkan, kau sudah menjanjikan kepada mereka akan kesetiaan dan kasih sayang tanpa batas untukku di sepanjang masa hidup kita. Jadi itu hanya omong kosong?!" Tanpa Jani sadari, Byakta memutar ulang ingatannya tentang pernikahannya dengan Jani. hatinya menghangat dengan setipis senyum tanpa disadari siapapun terbit di bibir yang jarang mengalami lekukan kebahagiaan.

Byakta menatap Jani dengan didalam. "Aku tidak bermain-main dengan sumpahku kepada leluhur Jani, aku memang akan menepati sumpah-sumpah itu." Byakta memutar balik kudanya, untuk merapikan barisan.

*****

Ketika Jani memasuki Gerbang batu, Jani Baru menyadari. Gerbang batu ini berfungsi sebagai benteng yang dijaga dengan ketat, ada camp pasukan yang megah dibalik benteng ini serta persenjataan, dan kuda-kuda militer yang sedang dilatih.

"Kau lihat Nyai, Harkpura itu tidak seperti desa panggaluh, kami memiliki 3 lapis gerbang di berbagai tempat" Arangga kembali muncul  disamping Jani dengan senyum sombongnya, dan kali ini Jani tidak bisa berkata apa-apa karena benteng Panggaluh bahkan tidak ada apa-apanya dibanding milih Harkapura, Jani menjadi tidak sabar melihat ibu kota tempat sang Maharaja tinggal.

Cinta Sang Senopati  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang