part 53

717 71 24
                                    


Untuk Senopati Byakta

Waktu berlalu begitu saja tanpa pernah menunggu

Dari seluruh waktu yang berlalu tak sekalipun kangmas membalas suratku

Apakah garis depan begitu hebat mempermainkan setiap kehidupan para pahlawan untuk masing-masing negaranya?

Andaikan saja kita hidup dimasa depan yang masalah terbesarnya adalah keuangan, tak perlu berlama-lama aku menunggumu pulang tanpa kepastian yang menyesakan.

Kau yang selalu membuat diriku merasakan kasih yang berlebih, kenapa mendadak hilang tanpa kabar?

Kangmas mungkin adalah pria terkuat di sana yang tak perlu takut ataupun cemas dengan keadaan.

Namun aku hanyalah seorang wanita sendirian yang sangat takut ditinggalkan tanpa kabar.

Ketika saatnya tiba, aku dan anak-anak akan mendekapmu erat tanpa bisa kangmas lepaskan.

Aku akan selalu memastikan kangmas selalu tinggal, agar rindu ini tak usah lagi tergenang hingga membuatku tenggelam dengan menyesakan.

Tertanda

Kasihmu, Raden Ayu Anjani.

Jani menghela nafas sambil menggulung surat untuk Byakta, matanya berkaca-kaca karena rasa sesak yang membuncah di dada.

Rindunya sangat besar hingga membuat dadanya sakit, menangis setiap malam sudah seperti rutinitasnya sebelum terlelap.

Berkali-kali putri Rukma memberitahunya agar bersabar, namun perkataan yang menenangkan tidak pernah bisa menghengikan luapan rasa rindu dihatinya. Pada saat Jani menangisi Byakta dengan penuh kerinduan, hanya Mayang dan Kantil yang benar-benar menyaksikan.

Para wanita bangsawan tidak terlalu mengaggapi keberadaan Jani sejak ia kembali ke Harkapura, tentu saja dikarenakan kematian calon pewaris takhta yang berharga. Seseorang yang berasal dari pemberontak, tidak mereka anggap setara, bahkan Istri Senopati pun.

Mayang datang dengan menggendong Buntala yang sudah terlelap. "Raden Ayu apakah anda sudah selesai bersiap-siap?  Putri Rukma  akan kemari untuk menjemput anda."

Jani menyerinyitkan keningnya. "Bukankah kami akan ke Istana sore nanti?"

Mayang berjalan ke arah Jani, mengamati Riasan Jani yang masih terlihat bagus, kemudain mengagguk puas. "Syukurlah anda tidak perlu berias ulang RadenYu, putri Rukma kelihatan buru-buru sekali." Mayang menghela nafas lega.

"Aku sudah lama tidak berias, hanya menggunakan pelembab bibir saja." Bela Jani dengan sedikit nada bangga yang diangguki Kantil dengan bangga juga.

Mayang menatap takjub Raden Ayunya. "Wahh wajah anda benar-benar sangat menawan Raden ayu, apakah karena mengandung anak perempuan?"

Jani menaikan bahunya tidak tahu, tanpa berkata lagi Jani berjalan ke arah Mayang yang  menggendong Buntala di dekat pintu masuk, mengelus sayang kepala Buntala sambil menepelkan bibirnya di dahi bayi bulat lalu mendusel pipi yang mengembang itu hingga Buntala terusik.

Jani tersenyum melihat bagaimana Buntala merasa terusik dari tidurnya, persis seperti Ayahandanya

"Tolong awasi Buntala dengan ibu asuhnya Mayang, jika Buntala sudah bangun bawalah Renggas untuk bermain bersama Buntala." Titah Jani.

Mayang mengangguk mengerti. "Tentu RadenYu, berhati-hatilah." Jani mengaggukan kepalanya, dengan senyuman yang tidak sampai kematanya

Jani tersenyum melihat bagaimana Buntala merasa terusik dari tidurnya, persis seperti Ayahandanya.

Jani melangkah keluar dari kediamannya sambil menghapus air mata yang tersisa dengan sapu tangan, enggan menperlihatkan tangisnya yang akan memancing wajengan dari Putri Rukma.

"Tidak sopan jika Putri Rukma yang kemari terlebih dahulu, katakan aku akan menunggunya di halaman depan." Perintah Jani yang segera dilaksanakan oleh Kantil untuk menyampaikannya kepada pelayan Putri Rukma.

Hari ini merupakah hari kunjungan wajib seluruh wanita Bangsawan untuk menghadiri perjamuan di Istana, Putri Rukma dan Jani sekalipun diwajibkan untuk hadir di acara yang sebenarnya hanya menguras tenaga dan energi Jani saja, para wanita itu akan saling menggosip, menjilat, bahkan merendahkan bangsawan lainnya secara terang-terangan jika aibnya terbuka.

Pertemuan yang diadakan 1 bulan 2 kali itu sebisa mungkin Jani hindari untuk kesehatan mentalnya, salah satu keuntungan dari kehamilannya ini adalah Jani bisa membuat alasan yang dengan mudah menutup mulut para Bangsawan, para wanita bangsawan sangat menghargai calon keturunan yang akan hadir tanpa peduli kasta apapun.

Anak dianggap sangat berharga bagi mereka, apalagi anak/ bayi yang berasal dari status dan kedudukan tinggi.

Jika putri Rukma tidak akan menjemputnya, mungkin Jani sudah menggunakan alasan mual-mual yang biasanya dilakukan. Tapi seperrinya putri Rukma akan memaksanya kali ini, daeipada Jani diseret kesana, lebih baik ia segera pergi terlebih dahulu.

Cinta Sang Senopati  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang