Sang Senopati menatap wajah damai istrinya yang sedang memejamkan mata, setelah malam hebat yang mereka lalui bersama, Byakta merasa Anjaninya berkali-kali lipat lebih cantik. Byakta tidak pernah menyangka untuk pertama kalinya sejak ia menginjak usia 16 tahun, pengendalian dirinya runtuh begitu saja di depan wanita yang sangat murni seperti Anjani.Senopati Byakta selalu mengira bahwa hasratnya untuk wanita sangat kecil jika dibandingkan hasratnya untuk berkuasa serta menaklukan daerah-daerah kekuasaan musuh. Ternyata ia salah besar, hasrat memiliki seorang wanita akan sama besarnya dengan hasrat lainnya, anehny hanya kepada Anjani saja sang Senopati agung Harkapura bisa merasakan semua itu.
Seorang wanita yang sedang tertidur di pelukannya mampu membangkitkan semua itu, dengan tubuhnya yang nampak rapuh, dengan kencantikan yang tidak biasa dimiliki karena bagi Sang Senopati Anjani adalah wanita tercantik yang pernah dilihatnya. Namun dari seluruh kelebihan yang Jani miliki, yang membuat seorang Senopati Byakta jatuh sangat dalam adalah tatapan wanita ini, tatapan yang seakan kuat dan tegar, namun terisi dengan banyak kepahitan yang mampu Byakta lihat sedari awal pertemuan mereka.
Jani membuka matanya, memperhatikan Senopati Byakta yang menatapnya denga mata tajamnya. "Kangmas tidak tidur?" Jani ingin duduk, namun Byakta dengan segera menakan tubuh istriny agar tidak bangkit.
Byakta mengecup kening Jani lumayan lama. "Beristirahatlah istriku, kangmas sadar sudah keterlaluan semalam, nanti kangmas akan memperingatkan dayangmu untuk membiarkan mu beristirahat lebih lama." Jani menganggukan kepalanya setuju, saat ia mencoba duduk memang pinggangnya terasa sangat pegal.
"Kangma sendiri tidak beristirahat? Kangmas bahkan baru kembali dari perjalanan, aku bahkan belum melihat kangmas tidur setelah berbicara dengan Arangga didepan kamar."
Byakta tersenyum senang mendengar perhatian itu. "Tidak masalah Anjaniku, kangmas bahkan terbiasa tidak tidur tiga malam. Menghabiskan malam yang menyenangkan denganmu tentu tidak lelah sama sekali." Jani segera memejamkan matanya kembali melihat binar mesum di mata Byakta.
Tiba-tiba Jani teringat sesuatu hal yang sangat penting. Dengan segera Jani terbangun duduk dan hendak bersandar pada ranjang, belum sempat itu terjadi Byakta menarik Jani untuk bersandar di dadanya dan mengecup pelan pundak istrinya.
"Kangmas...bisakah aku tidak hamil terlebih dahulu?" Jani bertanya dengan suara pelan.
Byakta yang tadinya berwajah hangat menjadi datar. "Kenapa?" Tanya Sang Senopati datar, Jani yang mendengar suara datar tersebut mulai merasakan nyalinya lenyap begitu saja.
Jani mencoba menatap mata Byakta, sambil mengusap tangan yang sangat ia sukai. "Kangmas tahu aku bukan berasal dari dunia ini, bagaiman jika suatu saat aku harus kembali ke tempat asalku? Aku tidak mau meninggalkan sesuatu yang sangat berharga seperti anakku, membawa anak kangmas kedunia ku, pasti kangmas tidak akan mengizinkannya kan?"
Byakta terdiam mendengar alasan Jani. "Baiklah jika itu yang Anjaniku inginkan, kangmas akan menurutinya." Jani menghela nafas lega mendengar itu. "Baiklah sepertinya Kangmas harus pergi untuk melihat prajurit yang sedang berlatih." Byakta bangun lalu mengecup dahi Jani pelan. "Tidurlah kembali Anjani." Setelah itu Byakta memilih pergi meninggalkan Jani.
*****
Jani POV
Sedari awal aku tiba di tanah yang asing ini, memang banyak sekali hal yang tidak kusangka akan terjadi pada diriku. Memakai kebaya sebagai baju sehari-hariku, dilayani oleh para dayang selayaknya tuan putri, bisa melihat salah satu kerajaan yang maju di zaman ini, yang paling mengesankan adalah menikahi salah satu orang yang memiliki kekuasaan terbesar di tanah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Senopati (END)
Historical FictionKecerobohan yang Jani lakukan berhasil mengantarnya kepada Perpindahan ruang dan waktu membuat Jani terjebak di kerajaan dengan wilayah-wilayah yang Jani tidak tahu sebelumnya walaupun ia seorang mahasiswa jurusan Sejarah. Entah itu Transmigrasi at...