Byakta duduk berusaha menikmati Jamuan yang tersedia sementara pikirannya terus tertuju kepada Jani, Sang Maharaja cukup memperhatikan sikap Senopatinya yang tidak biasa. "Bagaimana Panggaluh menurutmu Senopati?"Maharaja mencoba mengembalikan atensi Senopatinya.Byakta yang tersadar dari pikirannya yang berkenalan segera menjawab dengan kepa yang ditundukkan hormat. "Izin menjawab Maharaja, Panggaluh memang daerah pinggiran yang tidak cukup di perhatikan oleh kerajaannya, namun Raden Raka menjaganya dengan baik, jika saja Raden Raka mendapat dukungan dari kerajaan secara penuh kurasa kita akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk merebut kekuasaannya." Jawab Byakta dengan suara yang berat penuh dengan wibawa.
Orang-orang yang berada dalam pendopo mengangguk-anggukan kepalanya dengan bisik-bisikan kecil, salah satu bisikan yang paling Byakta dengar adalah mengenai Anjani 'kurasa Raden Raka sangat fokus kepada urusan politiknya karena hanya memiliki satu wanita hahaha' seseorang menyahut 'yah pertengkaran para selir memang sering membuat kepala pening, hanya memiliki satu wanita memang tidak terlalu buruk.' Byakta hanya bisa menghela nafas, perkataan mereka membuat ingatan Sang Senopati semakin kuat mengingat wanita itu.
Maharaja tersenyum kecil, seakan paham apa yang dipikirkan sahabatnya itu. "Ah Senopati, aku hanya melihat satu wanita hasil rampasan. Apakah di kediaman Raden Raka hanya memiliki seorang wanita?"
Byakta diam sebentar sebelum menjawab perkataan Maharaja Sri Wicaksana. "Jika dikatakan wanitanya Raden Raka sepertinya kurang tepat Maharaja, Wanita yang tadi berdiri dibelakang saya adalah adik dari Raden Raka" maharaja terdiam sesaat untuk memikirkan sesuatu.
Maharaja menatap sahabat, prajurit, sekaligus kakak iparnya itu dengan senyum kecil. "Apakah kau menginginkannya Senopatiku?" Byakta mendongakkan kepalanya menatap orang yang duduk diatas tahta disamping adiknya itu.
Dalam pandangan Maharaja, Senopati Byakta untuk pertama kalinya menghadap kepadanya untuk memohonkan seorang wanita. Ya Byakta berdiri dari duduknya dan duduk bersimpuh untuk memohonkan Jani, sorot matanya sangat serius seolah-olah akan segera menghadapi pertempuran.
Byakta menundukkan kepalanya disertai tangannya yang mengatup tinggi "Saya hadirkan sembah untuk Maharaja Sri Wicaksana tanpa mengurangi rasa kesetiaan saya terhadap Maharaja, Permaisuri dan seluruh Harkapura. Saya memohonkan Nyai Rinjani adik dari musuh Kita Yaitu Raden Raka untuk menjadi milik saya" seketika rungan menjadi senyap mendengar penuturan Byakta.
Maharaja ingin sekali menyemburkan tawanya dengan kencang melihat raut wajah Byakta yang seperti akan menghadapi perangan berdarah belum lagi para menterinya yang berwajah terkejut bahkan ada yang matanya melotot, Maharaja Sri Wicaksana menengoklah kepalanya kearah permaisuri tercintanya "HAHAHAHAHA" sudahlah ia benar-benar sudah tidak kuat dengan raut wajah yang diperlihatkan semua orang di pendopo.
Seketika semua orang sadar dari keterkejutan mereka setelah mendengar tawa dari sang pemimpin Harkapura, tidak mereka lebih terkejut dengan tawa sang Maharaja begitupun permaisuri yang hampir membuat wajah melongo namun berhasil diingatkan oleh seorang dayang.
Maharaja menghentikan tawanya, ia berdehem mencoba untuk serius. "Ah untuk pertama kalinya Senopati kesayanganku memohon seorang wanita, aku benar-benar bahagia kau memintanya kali ini Senopati, kau tidak pernah meminta hal seperti itu bahkan kepada maharaja terdahulu. Kau membuat Harem Maharaja terdahulu penuh aku bersyukur kau mau mengambil salah satu calon penghuni Haremku, lain kali ambilah yang banyak."
Byakta membungkuk lebih dalam "saya tidak akan berani lagi Maharaja, cukup kali ini saja sudah cukup untuk saya." Maharaja mengangguk singkat. "Baiklah kau boleh membawanya pulang setelah ini senopati." Byakta bersembah untuk sekali lagi dan kembali ke mejanya berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Senopati (END)
Fiksi SejarahKecerobohan yang Jani lakukan berhasil mengantarnya kepada Perpindahan ruang dan waktu membuat Jani terjebak di kerajaan dengan wilayah-wilayah yang Jani tidak tahu sebelumnya walaupun ia seorang mahasiswa jurusan Sejarah. Entah itu Transmigrasi at...