Jani memberikan salam satu persatu untuk keluarga suaminya ini. Penyambutan terlihat meriah di luar, namun entah mengapa Jani malah merasa tidak ada sambutan hangat yang diperlihatkan kepadanya. Ibu mertua yang tersenyum seadanya dan langsung mengambil Buntala dari dekapan Jani, wajah dari nenek Arthala yang terlihat tidak begitu mempedulikan sekitar, hanya Bahuwirya saja yang menyambut Jani seperti pertama kali ia datang kesini.
Jani tentu saja mengetahui alasan Putri Rukma bersikap demikian, masalah kematian anak Maheswari yang melibatkan Panggaluh nampaknya membuat putri Rukma tidak nyaman menatap seorang wanita yang berasal dari negri yang telah merenggut sang cucu sekaligus calon pewaris takhta.
Jika saja ia bukan istri resmi dari Senopati Byakta mungkin Putri Rukma serta kerajaan Harkapura sudah meracuninya untuk nyawa berharga yang telah hilang.
Putri Rukma menimang Buntala dengan senyum. "Tidak kusangka, cucu pertamaku berasal darimu Raden Ayu." senyum putri Rukma berubah menjadi senyum miris. "bukankah jalinan takdir sangat lucu? hmm sudahlah mau bagaimana lagi." desahan pasrah keluar dari bibir putri Rukma, sedikitpun tatapannya tidak beralih dari Buntala.
Jani tentu saja menyadari maksud dari perkataan itu, pemberontakan yang dikakukan Panggaluh ternyata tidak bisa termaafkan dan sialnya Jani dikenal sebagai wanita bangsawan yang berasal dari Panggaluh, sepertinya Jani harus bersiap dengan sangsi sosial yang akan diterimanya.
Byakta tidak bisa berkata banyak, namun pandangannya menatap penuh peringatan kepada sang ibunda. putri Rukma yang mendapat pandangan seperti itu hanya bisa memalingkan wajah setelah menatap Byakta dingin.
Byakta tahu betul dibalik sikap ibundanya terhadap Maheswari terdapat cinta yang sangat besar hingga bisa mengorbankan apapun untuk adiknya itu, melukai Maheswari sama saja dengan mengobarkan bendera perang untuk ibundanya ini.
kediaman pastilah tidak akan senyaman awal kedatangan Jani kesini, Byakta menggenggam tangan Jani dengan sorot mata penuh cinta lalu mencium kening istrinya untuk sekilas, namun Byakta tahu orang-orang dikediaman akan menyadari maksud dari perilakunya.
Byakta menandai Jani di depan khalayak sebagai wanita yang dikasihinya secara penuh, termasuk tindakannya yang memamerkan romansa di Istana. Dengan ini tidak akan ada yang berani mengusik ketenangan Jani, karena Senopati Agung Harkapura mengasihinya dengan penuh.
"Kangmas! berhenti bersikap seperti ini di depan banyak orang." bisik Jani.
Byakta hanya memandang datar. "aku melakukan apapun yang kusuka istriku." Jani hanya bisa menghela nafas pelan tanpa berkomentar.
Jani memilih mengalihkan perhatiannya, mencari sosok wanita paruh baya yang selalu menjadi kekuatannya di tanah asing ini, namun tidak bisa menemukan Sosok bibi Laksmi, apakah bibinya masih berada di dalam penjara?
Mata Jani menangkap sosok diantara barisan para dayang, bentuk tubuh wanita itu lebih berisi dari biasanya, Jani mengalihkan pandangan matanya ke arah perut Dayangnya itu, yah Jani menemukan alasannya.
"Istriku, segeralah pergi untuk beristirahat. Kangmas akan ke barak terlebih dahulu." Suara tegas Byakta membuat Jani mengalihkan perhatiannya terhadap Mayang.
"Apakah Kangmas tidak ingin beristirahat terlebih dahulu?" Jani merasa Jika Byakta memiliki perusahaan di dunianya, pasti perusahaan itu akan berkembang dengan sangat pesat berkat kegilaan pria ini untuk urusan pekerjaan juga strategi cerdas yang dimilikinya.
Byakta menggelengkan kepalanya tegas. "Kangmas baik-baik saja, aku telah cukup beristirahat selama di kapal." Byakta mengelus lembut pucuk kepala Jani, setelah itu mengalihkan perhatian kepada keluarganya. "Ibunda, nenek aku harus segera pergi ke barak. Ayahanda bisakah kau ikut aku untuk membicarakan sesuatu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Senopati (END)
Historical FictionKecerobohan yang Jani lakukan berhasil mengantarnya kepada Perpindahan ruang dan waktu membuat Jani terjebak di kerajaan dengan wilayah-wilayah yang Jani tidak tahu sebelumnya walaupun ia seorang mahasiswa jurusan Sejarah. Entah itu Transmigrasi at...