Part 32

1.7K 121 3
                                    



Jani POV

Dia pergi meninggalkanku setelah mendengar perkataan yang menyakitkan dariku, pria sebaik Senopati Byakta tidak layak diperlakukan seperti itu. Astaga sudah lama aku tidak merasa bersalah sebesar ini pada seseorang dan entah mengapa hatiku juga ikut merasa sakit dengan apa yang kukatakan padanya, apa aku keterlaliuan?

"Apakah Raden Ayu tidak mau berbaikan terlebih dahulu dengan Senopati? Maaf kelancangan saya, tapi Senopati akan pergi sekitar satu tahun." Dari pantulan kaca, aku melihat pantulan cemas wajah Mayang yang tidak bisa di sembunyikannya.

Bibi Laksmi mendekatiku, mengelus bahuku dengan perlahan. "Raden ayu, saya tahu Radenyu tidak tenang dengan pertengkaran semalam bahkan tidur mu tidak nyenyak. Senopati tidak akan kembali lagi ke kediaman, Senopati Byakta akan langsung berangkat dari istanan." Dadaku terasa sesak, perpisahan ini terasa sangat menyakiti hatiku.

Bibi Laksmi mengusap pipiku, ah tidak kusadari aku meneteskan air mata. Aku tidak pernah secengeng ini sebelumnya, apa ini yang dinamakan bawaan bayi? "Bisakah aku menemuinya di Istana hari ini?" Aku benar-benar ingin memeluk suamiku sambil menghirup aroma cendananya yang menenangkan.

Kulihat Mayang mengguk antusias atas ideku. "Tentu bisa Radenyu, Radenyu memiliki plakat yang sama dengan milik Senopati."

"Persiapkan tandunya." Mayang kembali mengguk dengan senyum yang merekah, kenapa dia yang terlihat sangat senang.

*****

Gerbang istana dengan kemegahannya ini selalu membuatku bertanya-tanya, sebenarnya masa apa yang ku datangi sekarang? Kenapa tidak pernah ada di buku atau sumber informasi lainnya mengenai kerajaan ini? Aku kadang berpikir aku sedang berada di negeri Jin namun semua yang berada di sini cukup mirip dengan tatanan kehidupan sebagai manusia biasa, hanya saja caranya lebih tradisional. Entahlah jika dipikirkan lebih jauh rasanya tidak ada yang masuk di dalam akalku ini.

Mayang menghampiriku yang sedang duduk di dalam tandu sambil menatapnya lewat jendela yang cukup besar, wajahnya terlihat senang. "Kita di izinkan masuk Raden ayu." Aku hanya memberikan anggukan singkat pada Mayang.

Seorang dayang paruh baya menghampiri kami, ia mengatupkan tangannya memberi salam hormat padaku, ah rasanya tidak nyaman di perlakukan seperti ini oleh orang yang usianya jauh di atasku. "Selamat datang Raden Ayu, apakah ada yang bisa hamba bantu?" Tanyanya dengan sangat sopan.

"Aku ingin bertemu dengan Senopati Byakta, apakah ia bisa di temui?"

Dayang itu terdiam untuk sesaat. "Jika menjelang keberangkatan biasanya Senopati cukup sulit untuk di ajak bicara oleh siapapun Raden Ayu, Saya akan terlebih dahulu menyampaikan ini pada Raden Arangga." Dayang itu berpamitan pergi pada kami.

Mayang menghampiriku dengan sikap yang lebih kaku dari pada di kediaman. "Mari anda ikuti saya Raden Ayu, perjalanan cukup melelahkan untuk tubuh anda, sebaiknya anda beristirahat sebentar." Jika dirasakan pinggang ku memang merasa cukup pegal, aku tidak pernah merasa pegal seperti ini sebelumnya.

Jani POV end

*****

Byakta melangkah memasuki pendopo yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran-ukirannya yang indah, pendopo yang terbuat dari kayu ratusan tahu yang dipoles sebaik mungkin untuk menunjukkan kemegahan Istana ini. Byakta melihat Istrinya sedang duduk di pinggir kolam ikan sambil memasukan jari manisnya ke kolam.

Cinta Sang Senopati  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang