Jani berdiri di depan sebuah gua lembab juga tertutup, sebuah tempat yang menjati peristirahatan terakhir untuk orang-orang Panggaluh, nafasnya terasa berat mengingat semua fakta yang di utarakan Byakta seminggu lalu terkait dengan pengkhianatan yang bibinya lakukan.Jani mengira bibinya hanya menyayangi Rinjani hingga mampu mengkhianati Panggaluh, nyatanya bibi Laksmi menempatkan keberpihakannya dua arah, kepada Raja Mahrajana.
Panggaluh hanyalah salah satu bagian dari Kerajaan Mahrajana salah satu daerah yang diberikan kekuasaan sendiri untuk mengatur wilayahnya, daerah terkuat yang dimiliki.
Ternyata kesetiaan akan tanah air dan keponakannya terbagi dengan sangat tragis, kasih sayang wanita tua iitu berlabu kepada Rinjani istri dari seorang Senopati Harkapura, Sedangkan kesetiaannya milik Mahrajana.
Mata Jani berkaca-kaca, membayangkan kesulitan yang selama ini disembunyikan oleh wanita paruh baya ini, wanita yang dimakamkan sebagai seorang pengkhianat dari tanah yang ditinggali keponakan kesayangannya.
"Beristirahatlah dengan tenang bibi. Di Panggaluh kau akan abadi sebagai seorang pahlawan pemberani, maaf menepatkanmu dalam kesulitam, di Harkapura ini kau akan kuingat sebagai seseorang yang menyayangi dan mencintaiku dengan segenap jiwa Ragamu. Ah tidak yang kau kasihi adalah keponakanmu bukan aku sebagai orang asing." Rasa bersalah itu menyeruak begitu saja, Jani sadar betul telah membohongi wanita paruh baya itu sejak awal.
"Maafkan aku menipumu selama ini, kuharap kau akan berkumpul dengan orang-orang yang kau inginkan bibi." Jani bersimpuh, mengatupkan kedua tangannya dengan sedikit membungkuk, penghormatan seperti ini layak diberikan untuk menebus segala kebohongan yang diperbuatnya.
Jani bangkit, untuk terakhir kalinya Jani tatap gua yang dihiasi taman rambat layaknya gua yang tak terurus. "Maafkan aku tidak bisa melakukan apapun untukmu, maaf.." Jani berbalik pergi, melangkahkan kakinya menuruni anak tangga bebatuan licin sehabis turunnya hujan, dibantu oleh pelayan barunya untuk memasuki tandu yang terlihat sederhana dari yang biasanya ia kenakan.
"Ini pertama kalinya anda keluar setelah pendarahan, apa anda baik-baik saja?" Kantil menatap cemas wajah sembab Raden Ayunya, gadis berusia 15 tahun itu merasa cukup iba dengan Anjani.
Ketika Jani menghilang dan meluncurnya pemberontakan, Kantil merasakan perasaan benci kepada Raden Ayu Anjani ini, namun setelah berminggu-minggu berada di samping Raden Ayu, Kantil menyadari banyaknya kebohongan serta gosip kotor yang menimpa Raden Ayunya.
Raden Ayu adalah wanita lemah lembut yang pendiam, dengan sorot mata teduh dan hangat ketika mendekap Raden Buntla dan penuh dengan binar semangat juga cinta menggebu-ngebu ketika bersama Senopati.
Sejauh ini Kantil belum melihat satupun kejelekan yang dituduhkan kepada Raden Ayunya, Raden ayu bahkan puluhan kali lebih baik dari bangsawan lainnya dalam memperlakukan orang-orang yang berada di bawahnya.
Raden ayu hanya terlahir ditempat yang salah, hingga menanggung hal yang sama sekali tidak berkaitan dengannya. Kantil menyadari satu-satunya tumpuan Jani hanyalah cinta dan kasih yang diberikan oleh Senopatinya, jika Senopati meninggalkan wanita ini, nasibnya entah akan seperti apa.
"Aku ingin mengunjungi Mayang terlebih dahulu Kantil, aku belum melihat wajah bayinya, padahal Buntala selalu bersama mayang." Ah lihat, mana ada Bangsawan yang mengunjungi Sayang, walaupun itu ibu susu dari anaknya.
"Baik Radenyu."
*****
Di bawah naungan pendopo megah di timur Istana. Seluruh tetua, para panglima perang, ahli strategi, dan para bangsawan kalangan atas dikumpulkan untuk membahas kerajaan-kerajaan kecil yang bersatu untuk melawan kerajaan terbesar, Harkapura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Senopati (END)
Historical FictionKecerobohan yang Jani lakukan berhasil mengantarnya kepada Perpindahan ruang dan waktu membuat Jani terjebak di kerajaan dengan wilayah-wilayah yang Jani tidak tahu sebelumnya walaupun ia seorang mahasiswa jurusan Sejarah. Entah itu Transmigrasi at...