Jani diantar masuk kedalam sebuah tempat yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. sebuah ruang kerja yang jauh lebih besar dari milik suaminya, dengan banyak sekali gulungan buku ataupun dokumen-dokumen penting yang tersimpan dengan rapih, peta-peta besar dari berbagai wilayah membentang memenuhi lantai ruangan kerja pribadi Maharaja, peta yang tidak pernah Jani lihat di masa depan ada di ruangan ini.
Apa Harkapura bagian dari Indonesia? Atau bagian dari wilayah lain? Pertanyaan yang tidak pernah bisa Jani jawab. Mata Jani menyipit mengamati salah satu peta yang berada di dekat undakan tangga merasa mengenali daerah tersebut, Pulau Jawa.
Jani tidak memahami kenapa ia harus dibawa keruang kerja pribadi milik Maharaja, apakah ada sesuatu yang ingin Maharaja katakan terkait dengan suaminya? perasaan cemas seketika menghinggapi Jani, apakah suaminya baik-baik saja?
"Apa yang hendak dikatakan Maharaja hingga membawaku kemari Dayang? Tempat ini terlalu penting untuk pembahasan biasa saja."
Dayang paruh Baya itu menunduk penuh dengan rasa penghormatan dan tubuh rentanya yang di bungkukkan, keengganan untuk menjawab pertanyaan Jani, dapat Jani lihat dengan jelas. "Maharaja sedang bersiap sebentar lagi Raden Ayu, mohon anda menunggu terlebih dahulu." Jani hanya bergumam, matanya masih mengamati peta dimana pulau Jawa berada.
"Baiklah, kerjakanlah tugasmu terlebih dahulu." Jani tersenyum lebih lebar ketika pelayan tua itu ikut tersenyum, berbeda dengan suasana hatinya yang mulai merasa cemas dengan apa yang akan terjadi padanya. sungguh rasa khawatir yang tidak jelas ini membuatnya gelisah, ingin rasanya Jani berlari menuju tandu dan kembali ke kediaman Rajawali.
******
Maharaja bersiap dibantu oleh para dayang juga para abdi yang menyiapkan dirinya dari ujung kepala hingga ujung kakinya, memenjarakan mereka mengurus dirinya tanpa repot bergerak.
Dayang yang diperintahkannya untuk membawa Raden Ayu ke ruang kerja miliknya telah sampai, mengabarkan bahwa isteri dari sahabat juga Senopati itu telah berada di ruang kerjanya. "Bagaimana sikap Raden Ayu menurutmu?"
"Raden Ayu sangat berbeda dengan rumor yang beredar Maharaja, Rumor sangat kejam untuk seorang wanita sebaik itu." Ucap Dayang Darmani dengan helaan nafas.
Wicaksana menerinyitkan keningnya. "Memang ia seperti apa Darmani? Mungkin kau hanya tertipu dengan kecantikannya yang tidak biasa."
Darmani tersenyum, tangannya dengan telaten memasangkan Jarik sutera dengan sulur benang emas yang berkilau untuk dikenakan pada Maharaja. "Seumur hidupku, aku tinggal di Istana dengan berbagai macam bangsawan, pejabat dan para wanita bangsawan Maharaja. Mana mungkin hamba salah menilai."
Darmani sudah selesai memasang kain begitupun para dayang dan abdi lainnya. Mereka memundurkan diri untuk sedikit menjauhi Maharaja, lalu pergi begitu Maharaja selesai bercermin dan merasa puas, dengan langkah mundur serta kepala yang menunduk dalam.
"Baiklah mari kita lihat terlebih dahulu bagaimana Raden Ayu Anjani itu, akankah ia berpihak pada Maheswari atau padaku Darmani." Maharaja Baru saja melangkahkan kakinya dua langkah untuk keluar dari tempat peraduannya.
"Maharaja, anda melupakan ramuan anda." Darmani berjalan dengan lututnya mendekati Maharaja sambil membawa nampan emas yang diatasnya yang terdapat sebuah cawan dengan ramuan herbal yang setiap pagi di minum Maharaja untuk menjaga kebugaran tubuhnya.
Wicaksana segera meneguk ramuan itu hingga tandas lalu meletakkannya kembali ke atas nampan, tanpa kata ia berlalu keluar diiringi oleh beberapa dayang dan prajurit istana yang telah menunggunya seperti biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Senopati (END)
Historical FictionKecerobohan yang Jani lakukan berhasil mengantarnya kepada Perpindahan ruang dan waktu membuat Jani terjebak di kerajaan dengan wilayah-wilayah yang Jani tidak tahu sebelumnya walaupun ia seorang mahasiswa jurusan Sejarah. Entah itu Transmigrasi at...