5

1.5K 110 12
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari namun mata Off dan Gun tak kunjung terpejam. Keduanya hanya terlentang menatap langit-langit kamar. Gun tampak nyaman berada dalam pelukan. Lengan Off terbentang lebar, sukarela menjadi bantal.

Gun terkikikik mengingat kejadian lucu beberapa saat yang lalu. Saat semua fantasi mereka buyar karena suara gonggongan Bibii. Ternyata anjing kecilnya itu mengira Off akan memakan dirinya. Bibii melihat Off yang melahap habis si kecil miliknya. Lantas Bibii meloncat ke atas perut Gun dan menggonggong pada Off. Off mendengus kesal belum sempat menyapa lubanh surgawi namun malaikat kecil memergoki kelakuan setannya.

"Akan kubuang anjing kecil itu."

"Jangan Papii. Bibii tidak tahu apa yang sedang Papii lakukan pada Gun. Lagipula masih ada lain hari."

Off langsung menoleh. Tersenyum miring mendengar ucapan Gun barusan. Secara tidak langsung Gun telah memberinya ijin bergerilya di atas tubuh kecilnya.

"Tentu aku harus melanjutkannya di lain hari. Karena ada satu bagian yang belum aku cek."

Gun bangkit dan menopang dagunnya di atas dada bidang lelakinya. Gun tahu ke arah mana pembicaraan ini akan bermuara.

"Sepertinya ada yang tidak sabar di bawah sana. Ingin menyapa dengan tuannya."

"Aku harap mereka akan berteman baik, sayang."

"Gun rasa, mereka akan cepat akrab. Seperti kita sekarang. Bukankah terlalu cepat Khun Off berkenalan dengan semua ini?"

"Aku harus memastikan langsung barang yang aku beli tidak cacat. Dan aku akui semuanya baik."

Gun mendekatkan wajahnya dengan wajah Off dan memberinya kecupan singkat. Jari Off mecubit bibir Gun yang sudah mengerucut cemberut. Dirinya berpikir sudah berapa aktor dan aktris yang bersua dengan bibir indah milik Gun.

"Kau sering beradegan ciuman dengan lawanmu Gun?"

"Sudah beberapa kali Papii. Tapi Papii jangan cemburu semua itu hanya sebatas profesionalitas Gun."

"Bukankah ini juga pekerjaan profesionalitas antara dirimu dan aku."

"Tapi Papii spesial."

Off mengangkat sebelah alisnya. Meminta sebuah penjelasan.

"Karena untuk bagian bawah, Papii menjadi yang pertama mendapat akses masuknya."

"Apa itu termasuk bayaran satu milyar baht?"

"Tidak."

"Lalu, aku harus membayar dengan apa?"

"Itu tidak dijual Papii."

Kini alis Off yang bertaut semakin tidak mengerti.

"Gun tidak tahu alasannya, tapi Gun merasa bersama Papii Gun nyaman dan aman."

Off diam tenggelam dalam pusaran pikiran. Kata nyaman dan aman hadir lebih cepat di antara mereka. Bahkan ini belum genap satu hari. Gun begitu cepat menaruh harapan itu padanya. Secara normal Gun harusnya awas padanya. Kehidupan mereka berbeda. Tak layak untuk dirinya seorang awam hadir dalam hidupnya.

Apa keputusan Off salah? Tay sepertinya benar, membawa Gun ke hidupnya akan memberikan resiko yang lebih besar. Dunia Gun begitu terang dengan lampu sorot yang senantiasa menyinarinya. Off hanya menjadi bayangan. Membangun kehidupan bawah seakan menyenangkan. Padahal pertumpahan darah menjadi kebiasaan. Menaruh rasa percaya adalah hal tabu bahkan untuk diri sendiri sekalipun.

Jauh dari kata nyaman dan aman. Gun tak layak bersamanya. Gun berhak menerima kehidupan yang lebih bahagia alih-alih terus berada di sisinya. Lelaki cantiknya akan bahagia jika tak bersamanya. Gun harus kembali ke kehidupannya suatu hari nanti.

BLACK PEARLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang