43

1.4K 96 6
                                    

Ombak awan menggulung, menutup cahaya menerpa wajah Gun. Mata terpejam dan bersamaan dengan angin yang berembus menelusuri rongga telinga, begitu tenang. Rambut Gun tersibak, menampilkan wajahnya yang pucat redup tak beraura hangat seperti biasa.

Semenjak kepergian salah satu putera kembarnya, Gun memang menjadi pemurung. Tak banyak bicara bahkan dengan Off sekalipun. Waktu lebih banyak dihabiskan dengan bayinya di dalam kamar. Namun sesekali seperti sekarang, duduk di taman belakang melamun sendirian.

Perubahan drastis Gun membawa atmosfir kelam dalam keluarga inti Adulkittiporn. Masa berkabung seakan diperpanjang, bersamaan dengan jiwa Gun yang perlahan hilang. Ibu Off tak berhenti menangis. Begitu pun dengan yang lain. Mereka cuma bisa berdiri berjajar di balik jendela menghadap taman melihat miris dengan keadaan Gun.

"Off, lakukan sesuatu. Sampai kapan ini akan terus terjadi? Gun semakin kurus. Aku tidak tega melihatnya seperti itu. Dia tetap harus menjalani hidupnya."

Baifern kembali mendesak saudara kembarnya itu untuk segera mengambil tindakan. Melihat keadaan kakak iparnya yang semakin memprihatinkan.

"Semua sudah aku persiapkan."

"Maksudmu?"

"Ini jalan terakhir yang akan aku ajukan pada Gun. Kalau ini tidak berhasil, kurasa aku yang akan mati. Aku telah gagal menyelamatkan suamiku."

"Apa yang kau bicarakan? Jelaskan padaku! Aku tidak mengerti."

"Aku akan menawarkan Gun untuk kembali berakting. Aku tidak ingin dia terpaku atas kesedihannya ini. Setidaknya akting salah satu jiwanya yang lain. Mungkin dia bisa mewarnai kembali jiwa Gun yang mulai mati."

"Lalu? Dia akan kembali ke agensinya?"

"Iya. Tawan sudah mengurus semua berkas dan media. Termasuk rumah tinggal kita di Bangkok nanti."

"Kalian akan pindah?"

"Bukan cuma kita berdua. Tapi semua akan pindah ke ibukota. Rumah ini akan aku ratakan. Terlalu banyak kenangan buruk di rumah ini. Raja pun sudah mengirimkan perintah kepada kakek untuk keluarga Adulkittiporn memimpin keluarga-keluarga yang lain dari ibukota."

"Off apa kau yakin ini akan berhasil?"

"Kalau tidak berhasil. Kau yang akan jadi kepala keluarga yang baru, karena aku memilih mati."

"Gila kau. Cepat beritahu Gun."

"Iya cerewet. Berhentilah mengoceh."

***

Perlahan kaki jenjang bergerak ke arah sosok kecil yang duduk diam di hamparan hijaunya taman. Sepasang kaki itu kini tertekuk, berlutut di hadapan dan sepasangan tangannya menggenggam tangan lain yang terkepal. Seketika Gun tertunduk menatap wajah Off yang menengadah.

"Sayang, ada yang ingin aku bicarakan denganmu."

Gun hanya mengangguk tanda menyetujui.

"Aku tahu semua ini begitu berat untuk kita terkhusus dirimu. Tapi babii dan aku butuh dirimu."

Air mata mulai memenuhi pelupuk mata. Tangan Gun yang semula menggenggam kini mengusap wajah Off yang terlihat mulai usang tak terurus. Kumis dan janggut mulai tubuh. Bawa matanya pun juga menghitam, tanda kurang tidur.

"Jadi aku memiliki rencana untuk pindah ke ibukota. Semua pekerjaan akan dilakukan dari Bangkok. Satu lagi rencanaku mengenai dirimu, sayang. Aku ingin bertanya, apa kau ingin kembali berakting?"

Semburat cahaya harapan memberi sentuhan hangat di mata Gun yang kosong. Bulir bulir air mata kini terjatuh satu persatu teratur di permukaan pipi. Anggukan dari Gun diiringi helaan napas lega Off.

BLACK PEARLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang