Gun berlari kesana kemari. Mematut diri di depan cermin dengan pakaian yang berganti-ganti. Namun setelah hampir satu jam, tak ada satu pun pakaian yang pas dia kenakan. Matanya berkaca-kaca memandangi perutnya yang membesar, buncit sempurna. Sampai tiba-tiba New berlari dari arah kamar menuju walk in closet. Bukan karena ada hal genting, melainkan dia mendengar Gun yang menangis tergugu dari dalam.
"Ada apa, Gun? Kenapa? Ada yang sakit?"
New meraih bahu Gun yang bergertar. Gun tak langsung menjawab, tapi dilihat dari keadaan walk in closet yang berantakan setidaknya New bisa menebak kenapa Gun seperti ini.
"Katakan padaku. Kenapa kau nenangis?" New mengusap dua pipi Gun yang basah akibat air mata.
"Ba-ju..ku..tidak...a-da...yang mu-at di badanku..."
Gun menjelaskan dengan suara yang terbata-bata. New yang mendengar jawaban Gun cuma menghela napas lega, tidak ada yang perlu dia khawatirkan.
"Semua berhenti sampai dada saja."
Kali ini New ingin tertawa. Melihat satu pakaian yang memang tersangkut di perbatasan dada dan perut Gun. Mungkin itu yang membuat Gun frustasi sendirian. Tetapi New sedikit heran dengan tampilan perut Gun yang terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan ukuran perut hamil di perhitungan bulan yang sama. Beberapa kali New bertanya, memastikan langsung pada Gun tapi suami bosnya itu kukuh dengan jawabannya jika bayinya cuma ada satu.
"Kau tidak ingin coba USG lagi Gun? Ganti dokter? Aku tidak yakin dengan janinmu yang berjumlah satu."
"Ya Tuhan, New. Sudah berapa kali aku bilang kalau bayinya cuma ada satu. Kau ingin di dalam perutku ada berapa bayi? Mungkin memang bayinya besar. Jadi perutku lebih besar."
"Apa salahnya coba cek ulang."
"Iya, iya. Kau akan ikut ke dalam ruangan dokternya dan lihat dengan matamu sendiri layar USGnya. Aku lelah berdebat masalah jumlah bayi. Lebih baik kau membantuku melepas baju yang tersangkut."
***
Off memijat pelipis saat mendapati kamarnya dipenuhi pakaian-pakaian Gun. Semua pakaian itu tergeletak hampir di setiap sisi. Off tidak tahu kenapa semua pakaian ini dikeluarkan dari walk in closet, tapi melihat tingkah Gun yang tampak santai duduk di tumpukan pakaian sembari membuka halaman majalah, Off jadi paham sekarang.
"Sayang, kenapa pakaiannya dikeluarkan semua?"
Gun tidak langsung menjawab. Dia malah membuka perutnya yang semakin membulat sempurna. Off mengangkat alis pura-pura tidak paham.
"Kenapa dengan bayi kita?"
"Bayi kita menyuruh papanya berbelanja baju baru. Dia membesar dan membuat Gun tidak bisa memakai baju-baju ini lagi, Papii."
Off ikut duduk di lantai. Tangannya mengelus perut Gun yang tidak ditutupi apa-apa. Sesekali mengecup di beberapa bagian. Tidak lupa Off juga memberi ciuman pada bayi besarnya karena Gun sudah melirik Off dengan tatapan cemburu diduakan oleh calon bayi mereka.
"Memang semua ini sudah tidak ada yang muat?"
Gun mengangguk. Matanya membulat sempurna sembari memasang wajah memohon berharap suaminya akan merasa kasihan. Off yang melihat raut wajah Gun lantas tersenyum dan mencubit gemas pipinya yang menggelembung.
"Ada beberapa, Papii. Paling satu atau dua saja. Sisanya tidak muat. Saat Gun memakai kemeja, kancingnya cuma bisa sampai dada saja. Perut Gun tidak bisa ditutupi. Celana pun sama, tidak ada yang bisa dikancing."
"Jika celanamu tidak bisa dikancing, bukankah itu malah bagus?"
Gun memutar bola mata, malas mendengar jawaban Off. Gun sangat paham kemana arah pembicaraan suaminya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK PEARL
FanfictionEntah ini sebuah keberuntungan ataukah kesialan saat Gun yang seorang aktor papan atas Thailand dengan bayaran termahal harus terjebak dengan drama kehidupan seorang mafia bernama Off Jumpol. Laki-laki itu membayarnya dengan nominal yang bahkan Gun...