Gun membendung semua. Kesedihan dan kerinduan menyatu membuatnya semakin tenggelam. Meringkuk, merengkuh tubuh kecilnya berharap menghangat tanpa pelukan. Suasana kamar begitu lengang hanya suara orang-orang yang bertanya dengan nada cemas dan dijawab dengan nada lemas.
Benar perkiraan New, tidak ada satu pun keluarga Adulkittiporn yang membiarkan Off masuk ke rumah utama untuk bersua dengan Gun. Apalagi ibu Off, dialah yang paling bersikukuh tidak memberikan ijin pada putra sulungnya itu. Bahkan sejak dari rumah Off, ibunya tak lagi mau bicara dengannya.
Gun pun sesampainya di rumah utama hanya meminta semua orang tidak mengganggunya. Begitu pula pada New, Gun berpesan cukup menaruh makanan di depan pintu kamar. Semua orang ingin protes tapi urung karena melihat wajah Gun yang kehilangan semangat dan matanya yang sembab.
New mendengar semuanya. Saat suara pintu kamar terkunci tangisan itu pecah. Gun Atthaphan telah membuktikannya hari ini jika dia memang aktor paling berbakat seseantero Thailand karena telah berhasil berperan menjadi suami yang baik. Walau sebenarnya air mata sudah terkumpul di pelupuk mata, tangan sudah gatal ingin menapar suaminya tapi dia bisa menahan semua itu.
Namun nyatanya Gun tak sekuat itu. Tangannya pun bergetar di balik meja makan. Memejamkan mata, menarik napas dalam hanya untuk bertahan dalam situasi menyakitkan. Sesak, Gun sulit bernapas tapi tak sampai hati untuk berteriak saat itu. Suara Off yang parau menyapanya dengan rasa bersalah saja tak mampu meredakan rasa kecewanya.
"Gun, ingat janinmu. Ada nyawa lain bersamamu. Tolong hubungi aku. Jangan kau simpan semua sendiri. Kau tidak sendiri di sini. Ini keluargamu."
"Dimana letak kesalahanku pada Papii, New? Tolong jelaskan padaku."
"Tidak ada Gun. Tidak ada sama sekali. Hanya Off yang bodoh. Jangan simpan sedihmu sendiri. Buka pintunya. Ada aku. Kemari. Aku akan menemanimu."
"Biarkan aku sendiri, New."
"Gun..."
"Aku mohon, New."
"Baik. Baik Gun. Tapi tolong hubungi aku."
"Iya New."
New cemas kala suara Gun semakin terdengar merintih pilu. Dia hanya bisa berjongkok di depan pintu kamar, frustrasi. Tay menatap tunangannya di ujung koridor tak berani mendekat.
Gun tak kunjung membuka kamar. Siapapun yang membujuknya tak pernah berhasil membuatnya keluar dari kamar. Makanan pun tak pernah dihabiskan. Hingga hari kedua, Gun tak lagi bersuara. Ibu Off yang panik meminta salah satu tukang pukul mendobrak paksa. Semua orang dikejutkan dengan penampakan di dalam kamar. Baju Off berserakan dimana-mana. Seluruh kemeja berkumpul di atas kasur, di dalam pelukan Gun. Ibu Off lantas menangis merengkuh tubuh kecil menantunya. Gun telah pingsan.
Tak perlu menunggu lama, dokter pribadi keluarga tiba. Dahinya berkerut membuat semua orang semakin cemas menunggu diagnosisnya.
"Nadinya begitu lemah. Tapi janinnya kuat, sepertinya dia tahu jika papanya sedang mengalami kesulitan, jadi dia memilih tak begitu menyusahkan. Kasus seperti ini pada umumnya sangat mudah untuk mengalami keguguran."
Seluruh orang yang berada di kamar Gun langsung mengembuskan napas lega.
"Namun sebaiknya pertemukan dia dengan Off, ini keputusan yang baik. Kalian lihat sendiri keadaan kamar ini. Gun terus memeluk kemeja-kemeja Off bukan tanpa alasan. Janinnya terus meminta Gun untuk menghadirkan Off, jika tidak Gun akan mual. Tapi karena Off tidak ada Gun cuma memberi tahu bayinya dengan aroma dari Off yang menempel pada pakaiannya, mengelebaui janinnya seakan Off ada bersama mereka."
"Papii..."
Gumaman Gun membuat ibu Off menangis. Tak kuasa melihat menantu kecilnya menderita. Tangannya menyentuh lembut puncak kepala Gun yang masih terlelap, lalu mengusapnya perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK PEARL
FanfictionEntah ini sebuah keberuntungan ataukah kesialan saat Gun yang seorang aktor papan atas Thailand dengan bayaran termahal harus terjebak dengan drama kehidupan seorang mafia bernama Off Jumpol. Laki-laki itu membayarnya dengan nominal yang bahkan Gun...