Tubuh Win menyamping, menghadap ke arah cermin. Tangannya menyingkap kaus yang ia kenakan. Mengusap lembut perut yang masih datar tak mensyaratkan adanya kehidupan. Kamar begitu hening kala mata Win terpejam. Tangan kanannya sengaja ia letakkan di dada kiri untuk merasakan detak jantungnya sedangkan tangan kirinya tetap mengusap perut.
Seirama.
Suara detak jantung itu seakan hadir dalam hati. Ukurannya baru sekecil kacang merah tapi seperti mengatakan dia ingin hidup dari dalam sana.
"Apa kau ingin hidup bersamaku?"
"Apa kau ingin tetap ingin melihat dunia yang menjijikan ini?"
"Win, gugurkan anak itu."
Sebulir air mata terjatuh dari ujung mata Win. Dia tak benar-benar setuju dengan usulan Bright. Tak apa Bright tak mengakuinya. Win hanya ingin melahirkannya ke dunia. Win bisa merawatnya sendiri. Kalaupun keluarganya akan mengusirnya nanti atau bagian terburuknya Win harus mati ditangan keluarganya sendiri namun setidaknya Win ingin melahirkan bayinya.
"Terima kasih sudah menjadi janin yang baik di dalam sini."
Bibir Win mengukir senyum. Saat ia melihat semua perubahan yang terjadi pada kakak iparnya—Gun jika dibandingkan dirinya tentu patut disyukuri. Kehamilan ini tak menyusahkan Win. Seakan bayinya bersembunyi di dalam sana. Kalaupun mual, Win biasanya beralasan kalau sedang tidak enak badan. Win juga menolak untuk diperiksa karena memang tidak separah morning sickness yang dialami Gun jadi dia selalu bisa menolak tawaran itu.
"Apa nanti dirimu akan memanggilku papa?"
***
Gun duduk di ruang keluarga ditemani sebuah majalah fashion keluaran terbaru. Sepiring buah-buahan tersaji rapi di meja kecil di sebelah sofa. Kaki Gun berselonjor santai seraya bergoyang mengikuti irama lagu yang sengaja diputar dari gawai dan terkoneksi pada sound system.
Hari ini hari yang begitu sepi. Semua orang pergi termasuk Off dan Joss yang pergi untuk mengurus trasaksi di pelabuhan utama. New pun juga pergi bersama Tay—Gun yang memaksa mereka untuk berkencan. Baifern, ibu, dan ayah Off juga sedang menemani kakek di rumahnya. Tinggalah Gun serta Win yang mendiami rumah hari ini.
"P'Gun apa Win boleh bergabung disini?"
"Kebetulan sekali ada Win. Tentu saja kau boleh duduk disini Win. Kemari!"
"Phi sedang apa?"
"Aku sedang melihat majalah fashion terbaru. Beberapa pakaianku sudah tidak cukup dan aku meminta Papii membelikan aku beberapa baju baru."
Win tersenyum senang mendengar Gun yang mulai kembali ceria seperti sedia kala. Mengingat beberapa minggu lalu kakak iparnya ini sangat murung membuatnya sedih. Suasana rumahnya berubah sendu saat Gun kehilangan cahaya bahagianya.
"Apa Win tidak ingin membeli? Ayo pilih saja. Jangan khawatir, nanti Papii yang akan membayarnya."
"Tidak phi. Win tidak begitu suka berbelanja. Lagipula ada beberapa pakaian Win yang belum sempat dipakai."
"Aku juga ada beberap pakaian yang belum terpakai karena aku hamil."
Win sedikit melirik pada perut Gun yang mulai terlihat membuncit. Tanpa sadar Win mendekap perutnya. Meremas hoodienya kuat-kuat.
"Apa dia sudah bisa bergerak, phi?"
"Siapa? Ini?" Gun menunjuk ke arah perut yang terlihat karena kausnya yang tersingkap. Win pun hanya menjawab dengan anggukan.
"Sudah. Tadi malam dia menendang Papiinya."
Secerah matahari dari ufuk timur, senyum Gun begitu hangat. Hati Win berdesir mendengar jawaban kakak iparnya itu. Rasa kasih dan penuh suka cita tersampaikan dengan baik menuju lubuk hati terdalam. Bayi itu akan terlahir dengan rasa cinta yang sempurna dari kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK PEARL
FanfictionEntah ini sebuah keberuntungan ataukah kesialan saat Gun yang seorang aktor papan atas Thailand dengan bayaran termahal harus terjebak dengan drama kehidupan seorang mafia bernama Off Jumpol. Laki-laki itu membayarnya dengan nominal yang bahkan Gun...