21

944 99 21
                                    

Gun berlari untuk kesekian kalinya menuju kloset. New yang baru saja masuk ke dalam kamarnya setelah membuatkan teh hangat untuknya kini hanya menghela napas. Sejak semalam New tidak bisa tertidur pulas karena Gun yang terus merengek perutnya mual sambil menangis padanya. Menelepon Off atau Tay pun percuma karena mereka masih dalam penerbangan. Itupun setelah New berhasil menghubungi keduanya Gun malah berhasil tertidur pulas sebelum sempat berbicara pada suaminya.

"New..."

Gun kembali merengek dari kamar mandi. Wajahnya sudah kebas oleh air mata. Bibirnya pucat pasi dengan tangan yang gemetar berpegang pada sisi kloset.

"Apa yang kau makan sebelumnya Gun? Kurasa makanan kemarin tidak ada yang salah. Kau bisa makan pagi ini?"

"Aku tidak bisa makan. Hidungku bermasalah. Semua bau menerobos masuk penciumanku. Apalagi parfum Papii. Bau paling menjijikan. Padahal sebelumnya aku menyukainya."

"Baiklah. Tenangkan dirimu. Aku sudah menelopon dokter untuk kemari."

Gun kembali memasukkan kepalanya ke kloset, tapi lagi-lagi hanya mengeluarkan suara muntahan tanpa cairan muntah.

"Aku ingin bersama ibu...."

"Oke kita langsung menuju rumah utama. Tapi jangan menangis."

Gun hanya menjawab dengan anggukan patuh. Tangannya merentang minta pelukan dari New. Gun sudah terlalu lelah, dia hanya butuh tubuh yang bisa menopang. Namun saat tubuh kecil Gun berhasil dipeluk erat, tubuh itu malah melemas. New yang panik langsung berteriak meminta pertolongan. Seketika beberapa tukang pukul langsung mengangkat tubuh Gun menuju kasur.

***

"New, mana menantu kecilku. YA TUHAN, INI SIAPA?"

Suara ibu Off menggema bersama heelsnya yang terhenti di ambang pintu kamar. Mematung memandang tubuh dengan wajah pucat yang kini terbaring pulas di atas kasur. Matanya membelalak kala baru menyadari kalau tubuh itu milik menantu kecilnya.

"YA TUHAN, INI MENANTUKU? APA YANG OFF PERBUAT PADA MENANTU KECIL, IBU?"

Ibu Off meratapi Gun yang cuma tersenyum getir di atas kasur. Menangkup wajah Gun sembari mengelus lembut pipi menantu kecilnya.

"Ibu berhenti berlebihan. Kau harus tenang, bu. Kau tidak tahu apa yang terjadi."

"Apa kau tidak hawatir melihat Gun begini, Fern? Lihat kakak iparmu menjadi sepucat ini."

"Ya aku khawatir. Tapi lihat dulu ini."

Gun tersenyum saat melihat Baifern sudah memegang alat tes kehamilan di tangannya. Lantas ibu pun ikut menoleh pada anak perempuannya itu. Kini wajah itu dipenuhi ekspresi terkejut dan bahagia.

"Selamat ibu, sebentar lagi kau akan dipanggil nenek."

"Ini...menantu ibu...apa ini...ya Tuhan...Fern ibu menjadi..."

"Tarik napas ibu. Tenangkan dirimu. Benar kau akan jadi nenek."

"Menantu ibu hamil, Fern New..."

Ibu Off memeluk tubuh Gun erat. Air mata membasahi pipi wanita paruh baya itu. Masih tidak mampu mengeluarkan semua kata-kata yang membeludak dalam pikirannya. Kecupan demi kecupan menghujami wajah mungil Gun. Rasa suka cita di pagi ini menjadi momen terindah dalam hidup Gun. Keluarganya terberkati.

Saat dokter tiba tadi, New langsung menjelaskan semua keluhan Gun sejak semalam. Namun bukannya mengeluarkan stetoskop, dokter itu malah menyodorkan alat tes kehamilan. Pada awalnya Gun kesal ingin marah tapi New meyakinkan Gun untuk sekedar mencobanya. Penantian Gun yang gusar menunggu hasil tes akhirnya terbayar kala dua garis tertera pada alat tes.

BLACK PEARLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang