5️⃣4️⃣

106 5 12
                                    

Chapter 54:
Tak ada kata usai untuk persahabatan


💞


Malam ini di jam sembilan lebih dua puluh menit, Arman baru saja selesai bekerja. Dia baru pulang dan sedang mampir ke warung nasi goreng tak jauh dari tempat kerjanya. Dirinya tak sendirian, ada Rael yang sudah duluan datang.

Rael sendirilah yang meminta Arman bertemu malam ini, dengan cara memaksa, padahal bisa besok atau kapan, tapi Rael ngotot mau sekarang. Makanya Arman yang menentukan tempat pertemuan mereka, biarkan saja Rael yang harus jauh-jauh ke sini bersama Empot. Toh, cowok itu yang menginginkannya bertemu.

"Apaan dah? Kayak mau ada rapat negara aja," celetuk Arman setelah memesan satu piring nasi goreng, dimakan di tempat.

"Mirip-mirip lah, anggap aja begitu," timpal Rael dengan tawa geli.

Keduanya duduk berseberangan. Rael hanya memesan teh hangat dan mengambil kerupuk udang di atas meja.

"Ayaka nemuin lo, Man?"

"Iya, tadi siang. Dia curhat, galau lah intinya."

Saat itu juga Rael menghela nafas, membayangkan wajah Ayaka yang tertekuk sedih pasti selalu berhasil membuat hatinya sesak.

"Gue mau nanya serius, Rael. Lo gak mau mati kan?"

"Heh, anjir! Pertanyaan lo kenapa gitu banget, Man? Jahat bener lo sama kawan sendiri."

"Jangan salahin gue lah. Setiap gue mau minta penjelasan soal surat dokter itu, badan lo yang kurusan, dan ditambah informasi dari Ayaka soal lo juga mimisan, pasti lo gak mau blak-blakan. Jadi ... beneran lo mau ketemu Sang Pencipta atau enggak, Rael?"

"Enggak, Man! Astaga, gue tau lo itu sebelas dua belas kayak gue, tapi kok bisa-bisanya pikiran lo sampai sejauh itu. Nyasar sampai Pluto nih otak lo."

Arman berdecih, meski penjelasan Rael terdengar meyakinkan tapi dirinya tetap saja ragu, atau lebih tepatnya Arman menolak kebenaran. Entah apa maunya.

Bersama nasi goreng yang dipesan Arman datang, Rael memalingkan pandangannya ke jalanan yang sesekali dilalui kendaraan sampai membuatnya terkena angin yang sangat terasa. Wajahnya seolah ditampar begitu saja.

Anehnya, saat Arman lagi asik menikmati nasi gorengnya, Rael malah melihat sekelebat bayangan masa lalu saat baru masuk di kelas 10-4. Mengingatnya saja cukup mampu membuat Rael melengkungkan bibirnya ke atas.

"Man, inget gak dulu waktu awal kita ketemu di kelas 10-4?"

Sejenak, Arman menghentikan makannya. Dia ikut termenung bersama Rael.

"Inget, lo maksa gue jadi temen semeja lo, bener-bener pemaksaan, sampai gue hampir kena fitnah. Padahal pas itu gue mau sama si Wawan."

"Terus lo inget gak waktu pertama kalinya gue manggil lo 'Arman' padahal pas lo memperkenalkan diri maunya dipanggil 'Zayden', sampai kita debat dan akhirnya gue yang menang karena didukung anak kelas yang lebih setuju manggil lo 'Arman'. Inget gak?"

"Salah satu sejarah di hidup gue, Rael. Mana bisa gue lupa."

Rael cekikikan, disusul Arman yang mendengus geli.

SWEETHEART || A Sweet Couple ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang