Viger tidak minum alkohol jadi sebisa mungkin ia akan menolak jika teman-temannya menawarkan satu botol alkohol.
Bunyi musik terdengar sangat keras membuatnya sedikit meringis karena sejujurnya Viger tidak suka tempat yang bising.
Kepala Viger mendongak saat Galen mendatanginya dengan Syakila di samping pemuda itu. Viger sedikit bergeser, mempersilahkan dua sejoli itu duduk di sampingnya.
"Tadi Inara telpon, minta jemput katanya mobil dia mogok."
Viger memandang Galen dengan kening berkerut. "Gue pikir, cuma gue doang yang dia telpon, cuma langsung gue matiin gegara berisik."
"Dia telpon lo juga?"
Viger hanya mengangguk singkat, wajahnya terkesan santai namun hati Viger sangat resah. Entah kenapa, sejak Inara menelponnya, perasaan Viger jadi tak enak. Cowok berkemeja hitam polos itu tak lagi menikmati pesta ulang tahun Dean, ia malah membayangkan senyuman Inara dan tangisan Inara. Entah ada apa dengan diri Viger, perasaan itu membuatnya tidak nyaman.
Bahu kiri Viger ditepuk pelan membuat sang empu tersentak kaget.
"Lo kenapa?" tanya Galen si pelaku keterkejutan Viger.
Dengan senyum kaku dan canggung, Viger menggeleng pelan. "Kayaknya gue sedikit ngantuk, jadi nggak nyaman."
Galen hanya mengangguk tanpa curiga. Galen kembali melihat ke arah Syakila yang hanya diam, dari tadi memang gadis itu tidak bersuara, Galen pun enggan bertanya hal-hal tidak penting pada Syakila.
Jika dilihat, hari ini Syakila memang sangat cantik tapi cantiknya Syakila tak akan mampu menyeimbangkan bahkan menembus kecantikan Inara. Sebenarnya, gaya rambut bahkan setelan baju Syakila pun juga hampir sama seperti Inara. Mungkinkah gadis itu mengikuti gaya Inara?
Syakila menepuk punggung punggung tangan Galen, membuat cowok itu mengangkat satu alisnya.
"Len, boleh aku ke toilet sebentar?"
Suara Syakila memang mengalun merdu digendang telinga Galen. Suaranya yang sangat lembut dan terkesan sopan membuat cowok itu tak bisa untuk tidak tersenyum barang sebentar saja.
Galen hanya mengangguk singkat namun mata tak lepas dari wajah Syakila.
Syakila mengukir senyumnya, sangat manis saat gadis itu tersenyum. "Makasih, Galen." Setelahnya ia melangkah pergi.
Sopan sekali, bahkan perilaku Syakila mampu membuat Galen lupa akan Inara yang saat ini sedang ketakutan.
"Galen selalu beruntung, dapet pacar perfect kayak Inara dan sekarang dapet selingkuhan yang lemah lembut," celetuk Keano yang tak jauh dari tempat Galen dan Viger duduk.
_JAGRATARA!!_
Sekarang hari minggu, hari dimana banyak anak remaja mengistirahatkan tubuh dan juga otaknya tak lupa pula dari mereka untuk mengistirahatkan batin yang tersiksa.
Sudah pukul 1 siang. Galen merebahkan tubuhnya ke kasur lalu menatap langit-langit kamarnya yang berwarna abu-abu dengan sedikit gambar langit dan juga bintang.
Dulu Galen sangat bucin pada Inara hingga semua yang Inara sukai maka Galen juga akan suka termasuk gambar langit serta bintang di atap kamarnya.
Hari minggu, biasanya Inara akan datang ke rumah dan merecokinya.
Biasanya saat hari minggu ada banyak spam chat dari Inara.
Biasannya di hari minggu Inara akan berteriak kencang di depan pintu kamarnya dan mengajak Galen bersepeda keliling kompleks. Tapi minggu ini, Inara tidak ada kabar, minggu ini Inara tidak menghubunginya bahkan gadis itu tidak online di sosial media.
Kemana gadis itu?
Semenjak kejadian mobil Inara yang katanya mogok, gadis itu tak lagi ada kabar. Apa Inara marah padanya?
Galen menggeleng. "Enggak! Inara nggak bisa marah sama gue."
Ya, sebejat apapun kelakuan Galen, Inara selalu memaafkannya. Inara tidak bisa marah dan tidak akan pernah marah pada Galen.
Mungkin saja minggu ini Inara sedang sibuk jadi tak sempat menghubunginya.
Pintu kamar Galen tiba-tiba terbuka menampilkan sosok perempuan cantik di ambang pintu. "Galen, kamu belum makan dari pagi. Sekarang kebawah dan makan."
Ah, Galen lupa. Biasanya setiap hari minggu Galen akan sarapan dengan masakan buatan Inara. Namun, hari ini Inara tidak ada jadi ada rasa yang sedikit berbeda dan hal itu membuat Galen tidak nyaman.
"Nanti aja, Ma. Galen belum laper."
"Jangan nunggu laper, Len. Ini sudah siang. Mama enggak mau ya denger kamu sakit gara-gara nggak mau disuruh makan."
Galen mendengus, "Iya, Ma." Pemuda itu masih tidak bangkit dari kasurnya. Galen malah memeluk guling bergambar hiu.
"Cepat ke bawah keburu makanannya dingin." Setelah itu mama Galen melangkah pergi.
Galen berdecak. Mau tidak mau ia harus menuruti kemauan sang mama jika tidak maka tidak ada makan lagi untuknya esok. Dengan langkah gontai, Galen menuruni anak tangga. Mata pemuda itu melihat ke arah meja makan yang mana di sana sudah ada ayah dan kedua saudaranya.
Setelah sampai Galen menarik kursi hingga menimbulkan decitan nyaring.
Gavi-abang Galen mendongak. "Inara nggak ke sini lo jadi mogok makan."
"Siapa bilang? Nih, gue makan," jawab Galen yang sudah duduk di kursinya.
"Kalo nggak disuruh sama nyokap, mungkin sampai besok lo nggak akan makan." Gavi mengiris daging di piringnya. "Cara pacaran lo terlalu alay."
Galen mengambil piring kemudian ia berdecih, "Bilang aja lo cemburu. Lo iri karena Inara lebih milih gue dibandingkan lo yang bego."
"Lo---"
"Udah! Nggak baik ribut di depan makanan." Suara sang ayah-Damian, membuat mereka seketika terdiam.
Gavi menatap tajam Galen lalu memasukkan potongan daging semur ke dalam mulutnya.
Siapapun pasti tahu kalau Gavi menyukai Inara, bahkan orang tuanya dan juga orang tua Inara pun tahu. Tetapi karena Gavi seorang yang memiliki prinsip untuk tidak berpacaran maka Galen lah yang menempati posisi istimewa di hati Inara hingga membuat gadis itu benar-benar gila kepada Galen.
Sementara Galen, ia hanya tersenyum miring seolah sedang mengolok-olok Gavi yang terlalu pengecut. Walaupun Galen berengsek tetapi tak bisa dipungkiri jika pemuda itupun juga merasa bangga karena bisa memenangkan hati Inara, gadis impian siapa saja.
"Ayah, Kak Gavi." Yang dipanggil menolehkan kepalanya ke arah Galang, adik mereka yang masih kelas 10. "Bang Galen itu lagi ada masalah sama Kakak cantik."
Ucapan sialan!
Galang sialan!
Galen melebarkan matanya menatap Galang yang hanya memasang wajah datar. Sementara Damian dan Gavi menatap ke arah Galen seolah mereka mengatakan, 'masalah apa?' tapi Galen tidak menjawab. Nyatanya Galen sama pengecutnya dengan Gavi, ia takut.
Mengingat kedua orang tua dan saudara-saudaranya lebih menyayangi Inara dibandingkan dirinya, Galen menjadi takut. Siapa tahu ayahnya akan melakukan hal-hal negatif untuknya.
"Sempat kamu bikin kecewa anak gadis Papa, awas aja kamu!" ujar Damian membuat Gavi tersenyum kemenangan.
****************************
KAMU SEDANG MEMBACA
JAGRATARA!! (REVISI)
Teen Fiction** CERITA DALAM MASA PEROMBAKAN! Saat itu, Inara begitu mencintai sosok Galen. Inara selalu mempertahankan hubungannya yang seolah-olah sedang berada di dalam kapal dengan ombak dan badai yang berdatangan. Terombang-ambing. Galen percaya diri. Dia s...