"Gimana? Enak nggak?" Mata Galang berbinar menunggu pujian dari Damian yang ini sedang mengunyah nasi goreng.
Damian mengangguk singkat. "Seperti nasi kebanyakan orang buat. Tidak ada yang istimewa."
Senyum Galang luntur seketika. Berharap diberi pujian tapi hasilnya malah hambar membuat Gavi yang sedang menyantap mie instan itu tersedak karena tawanya nyaris terdengar.
Para lelaki itu kini sedang menyantap makanan yang mereka buat sendiri karena istri Brian sedang berada di butik sedangkan Galen, cowok itu sedari pulang sekolah terus mengurung diri.
"Lang, nanti bawa makanan itu ke kamar Galen, ya?"
Walaupun Damian masih marah pada Galen tapi ia pun sebagai seorang ayah tak bisa terlalu kejam. Mendengar Galen yang sekarang jarang sekali makan membuatnya bersedih namun, untuk berdekatan atau sekedar mengobrol masih enggan Damian lakukan karena Galen pun sepertinya tidak merasa bersalah atas apa yang dia lakukan.
"GALEN! KELUAR LO!"
Teriakan di luar rumah mampu membuat Gavi tersedak mie, lantas cowok itu mengambil air putih dan meneguknya hingga tandas.
"Waduh tenggorokan gue sakit!" pekik Gavi ketar-ketir.
Damian menatap Galang yang sudah selesai makan. "Lang, coba liat orang gila mana lagi yang cari ribut di depan rumah."
Galang mengangguk polos lalu bangkit dan berjalan ke arah pintu masuk. Remaja itu membuka pintu dengan perlahan. Maklum, Galang memang tipe remaja yang sangat hati-hati dan terkesan lambat.
"Mana Galen?" tanya Viger di ambang pintu.
"Astagfirullah, sopan dikit kali, Bang." Galang mengusap dadanya karena terkejut. "Bang Galen ada di kamarnya. Silakan ma-"
Belum selesai bicara Viger sudah lebih dulu mendorong tubuh Galang lantas melangkah masuk tidak memperdulikan Gavi serta Damian yang menatapnya bingung di meja makan.
Di depan tangga Viger berkacak pinggang, wajahnya mendongak ke lantai atas. Air mukanya sudah merah padam tanda marah.
"GALEN, TURUN LO! JANGAN JADI PENGECUT!"
Damian meminum kopinya dengan terburu-buru lalu bangkit dan berjalan ke arah Viger. Pria setengah baya itu menepuk bahu Viger dengan pelan. "Kenapa cari ribut?"
"Maaf, Om, tapi aku nggak ada urusan sama Om. Aku ada urusan sama Galen."
"Pasti cari masalah lagi tuh si Galen," gumam Gavi di meja makan.
Viger kembali mendongak, hendak berteriak namun ia urungkan karena melihat Galen dengan muka bantal sedang menutup pintu kamar lalu menuruni anak tangga dengan santai.
Galen mengacak rambutnya lalu menatap Viger. "Ada apa?"
Kedua tangan Viger terkepal kuat, rahang tegasnya pun juga mengeras. "Ada apa, ada apa! Enak banget, ya, di sini lo tidur setelah bikin adik gue masuk rumah sakit."
Mata Galen terbuka sempurna kemudian mengembuskan napas lelah. "Cuma gue tampar dikit udah masuk rumah sakit? Drama lagi dia tuh."
Bugh!
Galen meringis memegangi perutnya yang baru saja dipukul oleh Viger.
"CUMA KATA LO? LO ITU COWOK, LEN, BISA-BISANYA LO NAMPAR ADIK GUE!"
Damian pun sama marahnya dengan Viger saat mendengar penuturan Galen barusan. Dirinya tidak berniat memisahkan Viger dari Galen biarkan saja anak Brian yang satu itu menghajar Galen agar putranya terlihat lebih jantan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAGRATARA!! (REVISI)
Teen Fiction** CERITA DALAM MASA PEROMBAKAN! Saat itu, Inara begitu mencintai sosok Galen. Inara selalu mempertahankan hubungannya yang seolah-olah sedang berada di dalam kapal dengan ombak dan badai yang berdatangan. Terombang-ambing. Galen percaya diri. Dia s...