Tak ada manusia yang betah jika harus terus berdiri di satu titik yang akan membuat hatinya terancam sakit. Tak ada manusia yang betah jika harus melihat sumber kehancurannya.
Inara itu ibarat kaca yang seperti sudah terjatuh dari ketinggian berkilo-kilo meter lalu hancur jika sudah sampai di dasar. Hancur berkeping-keping sehingga Galen tak lagi dapat mengembalikan seperti semula, Galen tak dapat menyusunnya kembali.
Inara ibarat kaca pecah yang jika ingin Galen susun menjadi satu, kaca tersebut akan melukai tangan Galen---tidak! Seharusnya hati Galen yang terluka.
Galen paham. Tak ada seorangpun yang akan bertahan jika melihat kekasihnya selingkuh.
Galen amat menyesal namun, untuk melepaskan Syakila, jelas sangat sulit Galen lakukan.
Galen memandang Syakila yang sedang duduk di sebelahnya. Gadis itu mengiris daging menjadi beberapa bagian lalu memasukkannya ke dalam mulut, sesekali Syakila tertawa kecil saat mendengar lelucon dari Keano dan Dena.
"Omong-omong, si Benzi beneran mau datang nggak sih? Udah sejam nih yang ditunggu nggak muncul." Dean merasa kesal.
Tidak ada yang merespon, Keano hanya tersenyum sabar sedangkan Viger, Harsa, Dena, dan Galen memandang datar ke arah Dean.
"Maaf kalo buat lo semua nunggu lama," celetuk seseorang di belakang Syakila.
Ah, akhirnya orang yang ditunggu-tunggu datang.
Keano meneliti penampilan sahabatnya yang sudah lama tak ia temui. Keano berdecak kagum. "Wah, wah ... di Amerika gaulnya sama bule jadi rambut, aksesoris, baju segala macem juga kayak bule, ya?"
Ben terkekeh lalu duduk di sebelah Galen dan Viger.
"Gimana kabar kakek lo di Amerika?" tanya Viger lalu menyeruput teh hijau nya.
"Udah di panggil Tuhan," jawab Ben merasa sedih. "Mau gimana lagi, kan? Namanya juga ajal nggak ada yang tau, mau gue terbang dari ujung bumi sampai ke rumah kakek gue juga kalo udah ajal, semua nggak bisa di pending."
Dean dan Keano mengangguk setuju.
"Terus lo mau lanjut sekolah lagi nggak? Udah hampir 4 bulan lo absen," ujar Dena.
Ben terdiam untuk beberapa detik lalu setelahnya ia mengangguk singkat.
Memang benar pemuda itu sudah pergi ke Amerika selama 3 bulan penuh. Tak ada yang tahu kapan perginya, Ben tak izin kepada teman-temannya, ia hanya izin kepada kepala sekolah lalu selang beberapa minggu barulah Ben mengabari teman-temannya lewat Harsa.
Ben pergi untuk merawat kakeknya yang memiliki penyakit jantung. Saat itu Ben sudah berniat untuk putus sekolah karena ia sudah mengambil absen yang sangat banyak tapi keberuntungan sedang berpihak kepadanya, sang kepala sekolah membujuk Ben untuk tetap bersekolah karena jika putus sekolah akan terbuang sia-sia perjuangannya selama bertahun-tahun ini.
Ben menoleh ke arah Galen. "Eh, gimana kabar Inara? Lo masih selingkuh sama dia?" tanyanya seraya melirik ke arah Syakila.
"Udah putus," sambung Harsa dengan cepat.
Mendengar ucapan Harsa membuat Galen melebarkan mata. Pemuda itu jelas saja tidak terima jika harus putus dengan Inara.
"Gila lo, Len? Cewek secantik Inara lo buang gitu aja?" Ben menatap Galen syok. "Inara itu ibaratnya berlian tapi karena lo buta jadi dibuang."
Galen berdecak. "Gue nggak putus. Lagian sampai kapanpun dia tetap pacar gue, dia juga dulu pernah bilang kalo sampai kapanpun, gue bakalan jadi pacarnya. Cuma sekarang dia emang lagi marah aja sama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
JAGRATARA!! (REVISI)
Teen Fiction** CERITA DALAM MASA PEROMBAKAN! Saat itu, Inara begitu mencintai sosok Galen. Inara selalu mempertahankan hubungannya yang seolah-olah sedang berada di dalam kapal dengan ombak dan badai yang berdatangan. Terombang-ambing. Galen percaya diri. Dia s...