17📖

7.6K 485 7
                                    

Zoya dan Nathan sedang ke koperasi sekolah sedangkan Tiar mengajak Kana untuk menontonnya bermain takraw dan kini hanya Inara seorang di taman.

Inara melihat beberapa murid yang sedang berkumpul di dekat bunga mawar, entah apa yang mereka lakukan hingga beberapa dari mereka terkikik.

Inara tersenyum miris meratapi dirinya sendiri. Di sekolah yang besar ini, dengan ribuan murid di dalamnya Inara hanya memiliki beberapa teman yang amat setia yaitu Zoya, Tiar, Nathan, dan Kana.

Kedua mata tajam Inara tertutup, menikmati terpaan angin yang membuat beberapa anak rambutnya bergerak ke sana-sini. Hembusan napas lega keluar begitu saja di hidung mancung Inara, senyum manis itu terbit indah namun, tak berlangsung lama hingga seseorang yang dengan sangat lancang menyiramkan air dingin ke rok seragamnya.

Inara membuka mata pantas menunduk. Tatapannya tertuju pada rok abu-abu yang sudah basah, ia mendesis kesal lalu mendongak. Air muka Inara semakin masam kala melihat gadis dengan ekspresi panik sedang menunduk.

"M-maaf, Ra." Syakila gugup. Sungguh, ia tak sengaja menyiramkan air dingin itu ke Inara.

Inara bangkit. "Maaf? Lo keringin rok gue sekarang juga baru gue maafin."

Bagiamana caranya? Itu sangat mustahil untuk Syakila lakukan. Untuk menatap Inara saja Syakila tidak bisa, sangat takut rasanya. Dirinya terlalu ceroboh, niat awal ingin melihat bunga di taman tapi malah tersandung batu hingga tak sengaja menumpahkan air dingin tersebut ke anak emas para guru.

"Enggak bisa, kan? Lo nggak bisa ngeringin rok gue sekarang dan itu tandanya gue nggak akan maafin lo bahkan seumur hidup." Inara berkata rendah namun, berhasil membuat mata Syakila memanas, rasanya ingin menangis. "Lo itu pecundang! Bisanya jadi beban banyak orang, dan gue jijik sama lo, Syakila!"

Air mata Syakila menetes, ucapan Inara benar-benar bisa merusak ulu hatinya, sakit sekali rasanya. Tidak bisakah Inara berbicara sopan dan memikirkan perasaanya?

Sudah kerap Syakila sabar dengan sikap sinis Inara. Tak jarang juga Inara menyindirnya kala ia sedang belajar fisika dengan Galen ataupun tak sengaja berpapasan. Lalu sekarang Syakila hanya menumpahkan air dingin tak disengaja, Inara malah memakinya bahkan enggan memaafkannya? Inara benar-benar kekanak-kanakan seperti apa yang dikatakan Viger padanya.

"INARA!"

Inara sedikit terkejut saat mendengar suara bas yang amat familiar meneriakinya. Mata tajam Inara melihat Galen dan temannya berjalan tergopoh-gopoh ke arah Inara dan Syakila.

Inara terkekeh miris. Inara tahu, pasti sebentar lagi ia akan disalahkan karena membuat Syakila menangis.

"Gue pikir dengan lo berubah kayak gini, lo nggak akan ngebully Syakila lagi, ternyata gue salah. Lo emang cewek licik yang pernah gue temuin."

" ..., dan lo cowok cowok berengsek yang pernah gue temuin," balas Inara.

Galen mengepalkan tangannya. "Lo apain cewek gue?" tanyanya dingin.

Satu alis Inara terangkat. "Kenapa tanya sama gue? Harusnya lo tanya sama cewek lo, kenapa dia nangis?"

Inara menatap Syakila yang saat ini ada di pelukan Viger. Inara ingat betul ucapan Viger dulu kalau pemuda itu lebih memilih Syakila yang menjadi adiknya dari pada Inara bak ular yang menjadi saudari kandungnya.

"Syakila, lo jangan bisanya nangis doang. Dengan lo kayak gini, pacar lo sama anteknya yang tolol ini bakal nyalahin gue."

"Inara jaga ucapan lo!" Kali ini Viger angkat bicara.

Inara memandang Viger tajam. "Jangan sok ngingetin gue, sialan. Lo cuma orang asing di hidup gue."

Galen dan yang lainnya terkejut saat mendengar ucapan Inara yang begitu kejam tak layak sekali saat didengar.

JAGRATARA!! (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang