Inara menggigiti kuku jari tangannya karena cemas, setelah menelpon dan masuk ke dalam mobil akhirnya gadis itu keluar lagi. Inara ingin mencari pertolongan sekitar untuk memperbaiki mobilnya yang mogok.
Kemudian Inara menoleh ke belakang, Villa Anggrek tersebut tadinya terlihat amat gelap namun sekarang tiba-tiba semua lampu hidup secara otomatis. Apa di dalam sana ada seseorang?
Gadis bergaun merah seksi itu berjalan ke arah Villa. "Hallo, apa ada orang?"
Tidak ada jawaban, Inara menjadi sedikit takut. Gadis itu menoleh ke sekitar, jarak jalan ramai dengan Villa ini lumayan jauh, dan sangat gelap jika dirinya nekat pergi---Inara menggeleng, tidak! Dirinya tidak berani jika harus berjalan sendirian.
"Gue harus apa?" Matanya berkaca-kaca. "Ayah, mama ... Galen tolong aku." Gadis itu terisak kecil lalu duduk di depan Villa.
10 menit berlalu seseorang berbaju basket dengan bola di tangannya berjalan riang ke arah Inara sambil bersiul, tampaknya cowok itu baru saja berjalan dari mobilnya. Gadis bergaun merah itu kontan mendongak dengan mata yang berbinar, Inara merasa seseorang tersebut adalah penolongnya kali ini.
Inara berdiri lalu menepuk bagian belakang tubuhnya yang kotor. "Hai, maaf. Boleh bantu saya?"
Inara tak begitu jelas melihat wajah laki-laki berbaju basket tersebut, namun tawa kecilnya mengalun indah di telinga Inara.
"Mari masuk, Kakak perlu istirahat sejenak." Tidak menjawab pertanyaan Inara, cowok tersebut malah menawarkan Inara untuk masuk ke dalam Villa.
Inara mengerutkan kening, ia merasa sangat familiar dengan suara itu ... tapi di mana ia pernah mendengarnya dan siapa laki-laki tersebut?
Lampu Villa kembali mati membuat Inara terkejut bukan main, satu hal yang ia benci bahwa Inara sangat takut akan kegelapan. Sialnya lagi, Inara tidak akan bisa melihat wajah lawan bicaranya sekarang.
Ingin menyalakan ponsel untuk menjadi penerang tapi Inara lupa bahwa ponselnya sudah tertinggal di dalam mobil. Inara mengembuskan napas, merasa amat sial.
"Ayo, masuk." Cowok itu menggapai pergelangan tangan Inara membawanya masuk ke dalam villa yang gelap.
Inara sempat memberontak minta dilepaskan namun setiap kali ia memberontak tangannya akan dicekal amat kuat oleh cowok itu. Anehnya lagi, cowok tersebut tidak merasa khawatir saat tak ada lampu sekarang.
"Lepasin gue," sentak Inara namun masih tak ada respon.
Lagu Poison milik Alice Cooper kini dinyanyikan oleh cowok itu lalu mendorong Inara di sofa besar membuat gadis itu memekik kecil.
"Inaraya Aozora Gentari, gadis yang selama ini aku puja. Sudah lama aku suka sama kamu." Cowok itu membungkuk, mengusap pipi kiri Inara dengan lembut namun dengan cepat ditepis oleh Inara.
"Kakak mau jadi pacarku? Kalau mau, nanti aku putusin semua cewekku demi Kakak."
"Gue nggak kenal sama lo! Please jauh-jauh, gue mau pergi dari sini."
Tidak dipungkiri bawa Inara sekarang sangat takut, dirinya ingin melawan tapi kekuatannya tidak cukup kuat dengan cowok si baju basket. Berkali-kali ia menendang tapi tidak dapat membuat cowok itu menyingkir.
Cowok itu meraih kedua tangan Inara lalu menggenggamnya kuat. Wajahnya kian mendekati Inara lalu berbisik di telinga Inara. "Aku suka banget sama Kakak. Kakak cantik, pintar, aku suka semua dari Kakak."
Inara menangis, jantungnya berdegup kencang. Awalnya Inara sudah pasrah dan tidak memberontak tapi ia seolah-olah melihat bayangan Galen yang tersenyum pilu ke arahnya lalu melihat wajah Brian serta Nanda yang sudah dibanjiri air mata.
Tidak! Inara tidak boleh lengah, ia tak akan terima jika dilecehkan seperti ini. Gadis itu kembali memberontak tapi kembali gagal, berulang kali memberontak saat cowok itu hendak menciumnya.
"Lepas!" Inara kalang kabut.
"Diam, Kak!" bentak cowok itu mulai merasa kesal. "Dari tadi aku nggak main kasar, ya! Jangan coba-coba uji kesabaranku."
Tidak peduli dengan apa yang cowok itu katakan Inara menoleh ke sebelah kiri, sialnya tak ada apapun untuk menjadikannya senjata. Kemudian kaki kanannya terangkat dengan susah payah lalu menendang cowok itu hingga meringis dan menjauhi Inara.
Kesempatan tidak boleh dihindari. Inara bangkit dengan wajah pucat. Tubuhnya bergetar kuat lalu melangkah tertatih-tatih ke arah pintu keluar namun sayang kakinya tersandung karbet biru, ah sialan! Inara tadi memakai high heels hingga membuat kakinya terkelis.
Gadis itu meringis, mencoba untuk bangkit namun gagal. Cowok tadi pun kini sudah ada di dekat Inara.
Dibalik kegelapan, cowok itu tersenyum miring kemudian berjongkok. Meraih rahang Inara dengan kuat. "Berani banget Kakak berontak."
"Kakak yang datang sendiri ke tempatku, jadi Kakak harus bayar semua yang bikin hati aku sakit." Cowok itu membopong Inara bak karung beras membawanya ke sebuah kamar lalu melemparkannya Inara di sana.
"LO MAU APA SIH? BERENGSEK!" Inara berteriak saat kedua tangannya di ikat bahkan kakinya pun tidak luput.
Plak!
Wajah Inara memerah karena cowok itu menamparnya amat kuat. Gadis itu terisak, tak pernah merasakan seperti ini. Rasa takut kian menjelajahi hati dan dan pikirannya.
Entah apa yang sekarang dilakukan cowok itu, yang Inara tahu ia sedang disuntikkan berniat membiusnya. Tapi walaupun begitu Inara tidak tertidur.
Obat yang digunakan oleh orang itu sangat rendah hingga tak berhasil membuat Inara tertidur sempurna. Mungkin karena keadaan dan perasaan yang tidak stabil, Inara masih bisa terjaga walau kali ini memberontak pun sudah tak berdaya.
Tangan dan kaki sudah terikat, Inara pikir hanya itu yang akan dilakukan cowok tersebut lalu menelpon keluarganya untuk meminta tebusan, namun dugaannya salah! Dengan amat lancangnya cowok itu membuka seluruh pakaian Inara tak luput juga perhiasan yang dipakai gadis itu.
Inara menangis, tubuhnya bergetar kuat. Ingin berteriak namun tak sanggup mengeluarkan suara, apa daya jika dirinya hanya seorang yang amat lemah dan hanya mengandalkan orang-orang di sekitarnya lalu sekarang hidupnya sesaat menjadi amat tragis.
Inara memejamkan mata, saat cowok itu pun sekarang tanpa busana mendekatinya, melakukan hal senonoh dengan tubuhnya yang sekarang sudah sama seperti sampah tak berguna.
Inara kotor, sampai kapanpun akan seperti itu.
"Ah, bahkan Kakak nggak ngenalin aku? Setiap hari Kakak dan Kak Galen ketemu sama aku, dan secepat itu Kakak lupa?" Disela-sela pekerjaan menjijikan itu, masih sempat-sempatnya cowok itu mengoceh. "Yang ada dipikiran Kakak emang cuma Kak Galen aja, ya?"
"Jangan salahin aku, tapi Kakak sendiri yang datang ke tempatku."
Inara merintih, ia bersumpah dalam hati bahwa sampai kapanpun tidak akan membiarkan cowok yang melecehkannya ini mengalami hal yang bahagia. Inara tak sanggup mengeluarkan suara, rasanya ia sudah gila sekarang.
Cowok itu memeluk Inara dengan kuat. "Aku cinta banget sama Kakak."
*****************************
Ya, anggep aja villa anggrek seperti ini, ya ges ya. Villa yang menjadi tempat mengerikan bagi Inara, villa yang merenggut semua kebahagiaan Inara, merenggut cita-cita Inara.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAGRATARA!! (REVISI)
Novela Juvenil** CERITA DALAM MASA PEROMBAKAN! Saat itu, Inara begitu mencintai sosok Galen. Inara selalu mempertahankan hubungannya yang seolah-olah sedang berada di dalam kapal dengan ombak dan badai yang berdatangan. Terombang-ambing. Galen percaya diri. Dia s...