Keano mengetuk jari-jari lentiknya di atas meja. Mata tajam itu menatap pintu caffe dengan pandangan kesal. Keano kemudian berdecak lalu menyandarkan tubuhnya ke sandaran belakang kursi. "Mereka ke mana sih?"
Harsa hanya mengedikkan bahunya acuh tak acuh.
Keano mendengus. "Mereka yang ngajak ketemu tapi mereka juga yang telat."
Setengah jam lamanya Keano dan Harsa berada di caffe Mandara dan selama itu pula Keano mengoceh, memaki Dean, Galen, dan juga Viger yang tak kunjung datang.
"Lo tau, Sa? Nunggu mereka bikin gue kebelet PUP."
Harsa mendengus lalu berucap, "kebiasaan."
Keano menghela napas, sambil menahan sesuatu yang sebenarnya ingin keluar dari tubuh, cowok itu akhirnya diam sambil menopang dagu. Keano memandang pintu caffe yang sekarang terbuka hingga menimbulkan bunyi lonceng di atasnya.
Tiga pemuda dengan wajah membiru tengah berjalan ke arah Harsa dan Keano. Kini si gadis bernama Dena tidak ikut berkumpul karena kata Dean sih 'tidak baik jika perempuan keluar malam apalagi berkumpul dengan banyak cowok'.
"Muka kalian kenapa?" tanya Keano sambil menegakkan tubuhnya. Wajah Keano terlihat menjengkelkan sekarang.
Dean mendengus lalu duduk di sebelah Harsa diikuti Viger dan Galen.
Harsa meletakkan ponselnya di atas meja lalu menatap wajah temannya satu persatu, banyak sekali luka lebam di sana dan yang paling parah adalah Dean.
"Dibegal?" tanya Harsa pada akhirnya.
"Gue lebih milih dibegal dari pada dipukulin sama bang Vian," gumam Galen sambil meraba wajahnya.
"Bang Vian? Maksud kalian ... Viano abangnya Viger?" Keano memasang wajah terkejut. Ada rasa tidak percaya di sana.
Keano pikir Viano adalah orang yang anti akan kekerasan.
Dean memutar bola matanya jengah. "Ya lo pikir Viano yang mana lagi? Emang lo kenal berapa Viano?" tanyanya tidak santai.
Keano berdecak, ia malas berdebat dengan Dean dan berakhir Keano memutar posisi menghadap ke Galen dan Viger. "Ada masalah apa? Kok sampai digebukin gini."
Viger mengedikkan bahunya acuh tak acuh. "Enggak jelas si Vian."
"Enggak jelas gimana?" tanya Harsa dengan kening berkerut.
Galen mendengus, Viger ini kalau sedang marah pasti malas sekali untuk berbicara. Galen menatap Harsa kemudian menjawab, "Viger, gue, sama Dean disuruh datang ke rumahnya. Gue nggak tau dia ada masalah apa yang tiba-tiba mukulin kita bertiga."
Galen membenarkan posisi duduknya. "Gue sebenarnya heran, sih, dia mukulin kita tapi bawa-bawa nama Inara dan nyalahin kita."
Harsa dan Keano terdiam.
Harsa mencoba untuk memahami ucapan Galen sementara Keano kini tengah menggaruk pipinya yang tak gatal. Keano merasa bingung dengan Viano, lelaki itu tiba-tiba pulang ke Indonesia lalu memukuli teman-temannya dan menyalahkan mereka dengan membawa nama Inara. Memangnya ada apa dengan gadis itu?
Apa Inara mengalami hal buruk selama ini? Keano pikir gadis itu sedang liburan dengan keluarganya.
Tatapan Viger menerawang jauh, ia kembali mengingat ucapan Vian tadi setelah pulang sekolah.
"Saya menitipkan adik saya ke kamu itu karena saya percaya kamu adalah Abang yang bisa bertanggung jawab, kamu bisa jadi pelindung Inara sewaktu saya tidak ada! Nyatanya saya salah, kamu sama sekali tidak menepati janji yang sudah saya buat dulu."
Pukulan terus dilayangkan oleh Viano untuk Viger kala itu. Viger pun ingin sekali membalas pukulan Viano tapi tenaganya kalah jauh dari pria dewasa yang sekarang ada di hadapannya.
Viger menatap Viano dengan nyalang. "Gue bisa aja jadi Abang yang baik buat Inara, tapi kalo Inara nya aja kayak jalang siapa yang mau punya adik kayak dia?"
Emosi Viano kian memuncak saat mendengar ucapan Viger. "Jalang kamu bilang? Kalau adikmu salah harusnya kamu ingatkan bukan malah membenci! Kamu saja tidak bisa menjadi Abang yang baik untuk Inara lantas dengan bangganya kamu bilang kalau Inara itu jalang?"
Viano menampar keras rahang lawan bicaranya hingga tubuh itu terhuyung ke samping. "INARA ITU ADIK KAMU, VIGER! Kalian itu satu rahim, satu ibu, dan kalian ini sedarah lalu bisa-bisanya kamu bilang adikmu itu jalang, bisa-bisanya kamu membenci saudarimu sendiri. NGOTAK KAMU, VIGER!
Viger menggelengkan kepala, ia tak ingin mengingat kejadian tadi. Sungguh ... Viger tak pernah melihat Viano semarah itu, abangnya sangat mengerikan jika sudah marah dan Viger baru tahu ini.
"Kalian pulang aja lah, urusin tuh muka takutnya malah infeksi kan bahaya," ucap Keano.
Galen menggeleng. "Gue takut pulang, kalian duluan aja."
Dean menatap Galen dengan remeh. "Pengecut."
Galen melirik Dean sinis. "Lo nggak akan ngerti karena lo bukan gue. Kalo gue pulang, bukannya sembuh tapi malah tambah babak belur."
Viger dan Dean bangkit sementara Harsa dan Keano memakan makanannya dengan khidmat.
Viger menepuk pundak Galen. "Gue tau lo takut, tapi enggak semua apa yang di pikiran lo akan jadi kenyataan karena terkadang ekspetasi nggak sesuai sama realita."
_JAGRATARA_
Seminggu sudah berlalu yang artinya Inara sudah tak ada kabar sejak saat itu hingga kini, dan sejak acara pukul-pukulan dengan Viano saat itu Galen memutuskan pulang ke rumah. Benar saja dugaannya, Galen kembali harus menerima pukulan.
Ayah Galen saat itu pun sama seperti Viano yang menyalahkannya dan membawa nama Inara bahkan lebih parahnya, Galen mendapatkan kabar bahwa gadis cantik itu ingin memutuskan hubungan dengannya.
Saat itu ...
"Kali ini kamu benar-benar membuat Ayah malu, Galen."
Galen mengusap bibirnya yang berdarah. "Apa lagi kesalahan Galen, Yah? Nggak bang Vian nggak Ayah semuanya sama aja, nyalahin aku dan bawa-bawa nama Inara."
BRAK!
Damian menggebrak meja hingga membuat Diana dan Galen terkejut. Pria itu bangkit dari sofa lalu berjalan ke arah Galen.
Sepertinya Galen ini belum kapok jadi Damian kembali memberikan bogeman di wajah anaknya membuat Diana kontan berteriak tak sanggup melihat wajah putra keduanya yang semakin hancur.
"Sadar Galen, HILANGNYA INARA ITU DISEBABKAN OLEH KAMU, VIGER DAN TEMANMU DEAN! Kamu tidak tahu malu, tidak tahu diri."
" ..., dan lagi, apa Papa ada ngajarin kamu buat selingkuh? Berengseknya lagi, kamu terang-terangan kenalin selingkuhan kamu ke Inara. Kamu pikir Inara tidak punya perasaan?"
Galen menunduk, entah dari mana Damian tahu tentang hubungannya dengan Syakila.
Damian merasa lemas, ia kembali mundur lalu duduk di sofa panjang. Damian memijat kepalanya yang sedikit pusing, pria itu pusing dengan kelakuan anaknya yang sangat bejat.
"Brian tadi nelpon dan bilang, Inara mau putus." Damian berkata lirih membuat Diana kembali menangis sementara Galen kini sudah melebarkan mata.
"Gimana ceritanya? Kalo memang mau putus ya harusnya Inara bilang langsung ke aku, Yah, bukannya ngilang dan malah minta om Brian buat mutusin hubungan."
"Bukannya itu yang kamu mau?" tanya Damian.
Galen terdiam sesaat. "Aku ... aku nggak siap,"katanya lirih.
"Nggak siap tapi lo diam-diam selingkuh, sama aja lo mempersiapkan buat mengakhiri hubungan lo sama Inara," sambung Gavi yang berdiri di tangga.
*********
KAMU SEDANG MEMBACA
JAGRATARA!! (REVISI)
Teen Fiction** CERITA DALAM MASA PEROMBAKAN! Saat itu, Inara begitu mencintai sosok Galen. Inara selalu mempertahankan hubungannya yang seolah-olah sedang berada di dalam kapal dengan ombak dan badai yang berdatangan. Terombang-ambing. Galen percaya diri. Dia s...