38📖

7.5K 460 25
                                    

Keluarga Inara hari ini dilanda rasa cemas karena dikabarkan oleh Kristiana jika Inara kembali masuk rumah sakit.

Brian dan Nanda sedang berada di ruang kerja Kristiana sedangkan Viano kini memilih mondar-mandir di depan ruang rawat milik Inara.

Dean yang sedang duduk di kursi tunggu itu mendongak saat mendengar suara langkah kaki yang beradu cepat. Mata hitamnya tertuju pada Zoya, Viger, Nathan dan dua sejoli si Tiar dan Kana yang bergandengan tangan.

"Bang, gimana keadaan Inara?" tanya Nathan sangat panik.

"Masih belum sadar," jawab Viano lesu kemudian menatap ruang rawat tersebut dari balik kaca.

Zoya pun ikut melihatnya, enggan untuk masuk karena ia benar-benar tidak tega melihat temannya terus-menerus seperti ini. Zoya menangis sambil membekap mulutnya.

Di brankar sana, Inara tidak berdaya. Tangan kirinya terpasang infus, wajahnya terlihat lebih tenang dari biasanya yang selalu memasang raut takut dan waspada.

"Maaf, gara-gara gue Inara jadi gini."

Viano dan yang lainnya menatap Dean yang sedang menunduk penuh sesal.

"Lo yang bawa Inara ke rumah sakit?" tanya Kana

Dean mengangguk lesu lalu mengembuskan napas. "Awalnya gue mau kasih Inara pelajaran biar nggak ngejelekin gue di depan Viger apalagi pertemanan antara gue sama yang lainnya ancur gara-gara Inara. Tapi ... respon dia berlebihan-"

"Berlebihan kata lo?" Zoya mendekati Dean. Gadis berbaju olahraga itu mengusap pipinya yang basah dengan kasar. "Lo selalu ngeliat orang dari luarnya aja. Lo cuma liat kebahagiaan Inara doang jadi dengan entengnya lo bilang reaksi Inara bakalan berlebihan."

Sungguh, Zoya sebenarnya sangat ingin berteriak. Tapi berhubung ia mengingat bahwa ini rumah sakit, Zoya akan menahannya.

Rasanya Viger ingin menerjang wajah Dean. Rasanya Viger ingin merobek mulut sialan milik Dean, jujur saja setelah apa yang ia ketahui, Viger jadi membenci Dean dan Galen bahkan dirinya sendiri.

Kalau saja tubuh Viger tak lagi sakit seperti ini, mungkin wajah Dean sudah hancur karenanya.

Sejenak Dean memejamkan mata, berusaha tidak terpancing emosi. "Gue anggap itu berlebihan, lebay, karena gue nggak tau apa yang terjadi sama Inara. Benar, kan, hidup dia sempurna? Dia punya segala-galanya jadi wajar kalo gue bilang dia terlalu lebay."

"Stop!" bentak Viano. "Masih ingin mencari keributan? Silakan pergi dari sini, Inara tidak butuh pemuda bermulut busuk seperti kamu, Dean."

Dean menatap tajam Viano, percayalah baru kali ini Dean seberani itu dengan Viano.

Dean bangkit tak lupa mengepalkan kedua tangannya. "Cih, masih untung tuh cewek gue bawa ke rumah sakit. Tau gitu, gue tinggalin aja di gudang biar mati sekalian," ujarnya lalu melangkah pergi.

Nathan menggeleng pelan. "Gue curiga deh. Waktu Dean kecil kayaknya om Devan sering ngasih makan bubuk cabe, mulutnya pedes banget kalo ngomong."

"Enggak beda jauh sama mulut tetangga," sambung Zoya lalu duduk di kursi tunggu.

Viano beralih menatap Viger yang kini hanya diam sambil menatap pintu ruang rawat Inara. Tampaknya adik Viano yang satu ini sudah merasa bersalah.

Viano mengembuskan napas. "Pulang, Ger. Inara tidak akan mau bertemu kamu."

Viger menggeleng. "Nanti kalo udah sadar, gue enggak akan masuk. Cukup liat dari jauh aja gue udah syukur nggak dilarang."

Nathan dan Zoya menatap Viger setengah kasihan.

JAGRATARA!! (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang