Jika dulu Galen selalu mengajak Inara ke caffe Mandara untuk sekedar belajar dan makan bersama kini berbeda, Galen tak lagi mengajak Inara untuk mencoba kue baru di caffe tersebut. Hanya ada Syakila yang menemaninya, hanya ada Syakila yang kini duduk di sampingnya, dan topik pembicaraan mereka hanyalah masa lalu Inara dan Galen saja.
Sejujurnya Syakila merasa jenuh, tapi begonya ia tetap memasang senyum kala Galen menceritakan kisah cintanya dengan sang mantan pacar.
"Susu strawberry yang kamu pesan itu dulunya kesukaan Inara."
Tuh kan! Lagi-lagi Inara, Syakila kesal bukan kepada gadis itu melainkan Galen yang sama sekali tidak menghargainya sebagai seorang pacar.
Galen memakan buah kiwi yang sudah ter-iris rapi. Memori pemuda itu selalu dipenuhi oleh masa lalu. "Kalo Inara pesan strawberry, pasti aku pesan kiwi. Dia tuh tau segalanya tentang aku, La. Dari makanan kesukaan sampai apa yang nggak aku suka."
"Oh, ya?" Syakila merespon sambil mengaduk minumannya.
Galen mengangguk dengan semangat. Dapat Syakila lihat bahwa pemuda itu tengah berbinar, terlalu semangat membicarakan si mantan pacar bahkan dengan bangganya Galen memuji Inara di hadapannya.
"Dulunya dia nggak bisa masak sama sekali, tapi Inara punya keinginan buat selalu kasih bekal ke aku supaya nggak jajan sembarangan di kantin, terus dia belajar masak seharian sampai akhirnya berhasil."
Syakila sebenarnya takjub dengan kisah cinta mereka apalagi Inara yang sangat tulus mencintai Galen yang sudah menyakiti gadis itu. Bukan hanya Galen, tapi Syakila juga menyakitinya, Syakila jadi semakin bersalah.
"Inara tuh bisa segalanya. Dia kayak buku pengetahuan yang ilmu apapun ada di otaknya sampai aku nggak mampu bersaing, aku minder dan ngerasa nggak cocok." Galen mengembuskan napas. "Tapi aku bangga punya Inara yang multilalenta."
"Harusnya kamu jangan putus."
"Aku bosan, dia terlalu perhatian sampai aku jadi risih. Sampai akhirnya aku ketemu kamu yang sabar, hubungan aku sama Inara merenggang dan aku memutuskan buat berhenti sama dia. Tapi Inara nggak mau putus, kamu tau kan saat itu?"
Syakila mengangguk. Dirinya memang tahu cerita Galen saat mengajak Inara putus tapi gadis itu keras kepala dan mempertahankan hubungan tersebut.
"Dia tau kita pacaran, dan kamu jadi korban bully-nya. Aku marah, karena aku benci sama tukang bully. Semenjak itu, Inara berubah jadi kasar dan bikin aku benci."
Raut sedih terpancar di wajah Galen dan Syakila menyadarinya.
"Aku pikir aku udah ngelupain semuanya tentang Inara tapi ternyata enggak, La."
"Kamu mau balik ke Inara?"
"Enggak tau," jawab Galen lesu. "Setelah dia libur sekolah berbulan-bulan, Inara berubah. Dia kayak udah nggak ada rasa lagi ke aku. Aku pikir dia emang nggak cinta lagi tapi kemarin waktu di taman dia bully kamu lagi, aku--"
"Galen, kayaknya aku belum bilang ke kamu tentang ini." Syakila memotong ucapan Galen, membuat pemuda itu mengernyit bingung. "Waktu itu Inara sama sekali enggak bully aku, justru aku yang nggak sengaja numpahin air dingin ke roknya, tapi emosi aku selalu nggak terkontrol dan gampang nangis."
"Jadi Inara ... " Ucapan cowok berjaket abu-abu itu menggantung. Terkejut saat mengetahui fakta tersebut.
Syakila mengangguk singkat lalu menunduk. Gadis itu merasa bersalah, harusnya ia menjelaskan kepada Galen dari kemarin bukannya bungkam dan membuat Galen menjadi kesal pada Inara. Ini salah Syakila yang terlalu payah.
Kedua tangan Galen terkepal kuat. Seharusnya Galen mendengarkan penjelasan Inara dulu dan tidak asal mengalahkan bahkan membentak Inara.
Galen selalu gegabah.
"Syakila, kamu benar-benar!" Galen menggeram kesal.
Mata Syakila memanas tanda ia akan menangis, ia kembali menunduk dalam merasa sangat bersalah. "Maaf, Len."
****************
"Kondisinya hari ini sangat stabil."
Nanda bernapas lega. Saat dikabarkan bahwa mobil yang dibawa oleh supir mogok membuat Nanda cemas karena Inara pulang dengan Harsa yang notabenenya teman Viger. Cepat-cepat Nanda menghubungi Kristiana untuk memeriksa keadaan putri tersayangnya, takut jika trauma itu kembali muncul dan membuat Inara histeris.
"Syukur lah, aku pikir anakku kenapa-napa karena selepas pulang dia sama sekali nggak keluar kamar ataupun negur aku."
"Kamu terlalu khawatir, Nanda. Inara adalah gadis yang kuat. Aku salut sama dia yang mampu bertahan sampai saat ini apalagi Inara nekat ambil resiko buat kembali ke sekolah itu."
Nanda mengangguk. "Aku harap Inara bisa sembuh secepatnya."
Kristiana membenarkan posisi duduknya kemudian menyesap teh hangat yang sempat disediakan oleh Nanda. Kristiana kembali meletakkan cangkir teh itu lalu mendongak, matanya menatap pintu kamar yang tertutup rapat.
"Sebenarnya kalau Inara berusaha menerima keadaan, dia akan pulih lebih cepat. Tapi faktanya nggak semudah itu buat nerima nasib, Inara pun benci sama diri dia sekarang bahkan gadis itu menganggap kalau hidupnya nggak berarti. Inara seakan hampa."
Nanda berubah sendu, pengobatan sudah ia lakukan untuk Inara. Para psikolog dan psikiater dari luar negeri sudah kerap Nanda undang untuk menyembuhkan Inara tetapi gadis itu menyerah dan mengurung diri.
"Kamu nggak nyerah?" tanya Kristiana.
Nanda menggeleng. "Inara putriku satu-satunya. Apapun akan aku lakuin supaya dia sembuh."
Kristiana tersenyum lembut. Dirinya salut dengan keluarga Inara, semuanya memiliki raga yang kuat dan mampu bertahan di saat badai menerjang keluarga mereka. Kristiana bersyukur dipertemukan dengan keluarga tersebut. Apalagi Brian yang notabenenya adalah seorang ayah, dia rela bekerja pagi hingga petang dan dilanjutkan mengurus kasus yang menimpa putrinya.
Sampai saat ini, Brian masih sangat sibuk mencari si pelaku dibantu anak pertamanya.
Kristiana mengangguk. "Iya, Inara harus sembuh. Aku akan coba lebih keras membantunya dan aku berharap orang-orang disekitarnya bisa memberikan semangat dan dorongan untuk Inara, itu salah satu kunci agar Inara sembuh."
Kristiana mengembuskan napas. "Kalau masih tidak ada perkembangan, terpaksa Inara harus kembali dikirim ke Singapura untuk terapi," lanjutnya sedikit berbisik takut ada yang mendengar.
*******************
KAMU SEDANG MEMBACA
JAGRATARA!! (REVISI)
Teen Fiction** CERITA DALAM MASA PEROMBAKAN! Saat itu, Inara begitu mencintai sosok Galen. Inara selalu mempertahankan hubungannya yang seolah-olah sedang berada di dalam kapal dengan ombak dan badai yang berdatangan. Terombang-ambing. Galen percaya diri. Dia s...