50📖

6.9K 404 18
                                    

Galen terus berjalan menyusuri pinggiran danau dengan kedua tangan yang masuk di saku celana. Pandangannya tertuju pada sosok Syakila yang sedang duduk di rerumputan dengan memandangi tenangnya danau.

"Ngapain nyuruh gue ke sini?" tanya Galen setelah berdiri tak jauh dari Syakila.

Kali ini Syakila mengenakan kaos berwarna merah muda yang terlihat usang. Di sebelah gadis itu ada keranjang yang berisikan dua bakwan, sepertinya usai pulang sekolah gadis itu langsung berjualan.

Syakila tidak kunjung menjawab, ia menunggu Galen untuk duduk di sebelahnya. Syakila sebenarnya ragu, jika bukan paksaan dari sang papa, Syakila tidak ingin bertemu dengan Galen.

Galen sudah duduk di samping Syakila. Cowok itu pun hanya diam menunggu suara Syakila.

"Ini tempat kesukaan aku. Kalau lagi sedih pasti ke sini," kata Syakila mencoba mencari topik sekaligus menenangkan perasaannya yang campur aduk.

"Terus apa hubungannya sama gue?" tanya Galen lirih.

Walaupun Galen sudah putus dengan Syakila tapi tak ada niatan di hati Galen untuk membenci atau menghindari Syakila. Menurutnya itu terlalu kekanak-kanakan.

Syakila kembali bungkam. Benar juga, kesukaan Syakila gak ada hubungannya dengan Galen. Toh, mereka sudah putus.

Syakila menunduk sambil tertawa miris membuat Galen menatapnya bingung.

"Ada yang lucu?"

"Masa SMA yang aku rasain ternyata lucu, ya, Kak."

Galen tertegun. Baru ini Syakila memanggilnya dengan sebutan kakak. Mungkin saja Syakila sedang menghargainya sebagai kakak kelas karena keduanya sudah tak ada status hubungan.

"Cerita duka di SMA yang aku jalani sekarang. Mulai dari kenal kak Inara yang luar biasa, lalu Kak Galen yang ganteng dan masih banyak lagi."

Syakila menerawang jauh. "Aku pikir, SMA tempatku sekolah bakalan memberi kenangan indah tapi nyatanya salah. Aku selalu dibuat nangis, khawatir, dan takut. Aku pikir sekolah bakalan jadi rumah baru buat aku, keluarga baru buat aku ... tapi, aku salah. Nyatanya aku nggak punya tempat singgah."

Galen memperhatikan Syakila yang nampak tenang. Biasanya gadis itu akan menangis kala menceritakan kisah yang sedih tapi kali ini berbeda. Seolah Galen sedang melihat sosok rapuh yang mencoba untuk bertahan di dasar lautan.

Galen tak pernah tahu bagaimana kerasnya hidup Syakila, yang Galen tahu hanyalah Syakila yang berjualan gorengan, Syakila yang pintar, ibu Syakila yang meninggal dan ayah Shakila yang cuek tapi sayang pada anaknya.

"Dulu waktu aku pacaran sama Kak Galen, aku pikir ... aku udah dapetin rumah. Rumah yang siap untuk dengar semua keluh kesahku, rumah yang mampu melindungi aku dari hujan dan badai," lanjut Syakila sambil menatap Galen dengan sedih.

"Lo akan dapetin yang lebih baik dari gue, La. Gue bukan cowok baik," kata Galen lirih.

Syakila tersenyum manis dan masih setia menatap Galen penuh damba. "Kalau aku maunya Kak Galen gimana?"

Galen membuang muka, orang sepertinya tidak pantas disukai oleh gadis baik dan luar biasa seperti Syakila ataupun Inara. Keduanya sudah Galen sakiti jadi biarlah Syakila mendapatkan yang lebih baik darinya.

"Ada jutaan cowok di bumi, La. Lo nggak perlu ngarepin cowok amoral kayak gue." Galen menatap Syakila. "Lo itu cewek baik, sabar, dan pintar. Gue yakin suatu saat ada cowok yang bakalan ganti posisi gue di hati lo."

Syakila menunduk dengan air mata menetes, percayalah Galen tidak tahu kalau dirinya sedang menangis sekarang.

Syakila teringat ucapan Damar saat itu.

"Telpon Galen dan bilang ke dia kalo lo mau balikan!"

Ya, seperti itulah ucapan Damar yang membuat Syakila dengan terpaksa menghubungi Galen untuk datang ke danau.

Syakila mengepalkan kedua tangannya gugup. Sudah sangat yakin bahwa ucapannya akan ditolak tegas oleh Galen tapi ... Syakila akan mencoba yang terbaik, ia tak ingin Damar memukulinya lagi.

"Hidup itu penuh lika-liku, La. Jadi-"

"Kak Galen, aku mau kita balikan," kata Syakila begitu cepat hingga membuat Galen tercengang.

Keduanya terdiam. Syakila yang kembali menunduk sambil memejamkan mata lalu Galen yang menatap Syakila dengan datar.

Tidak! Bukan ini yang Galen inginkan. Apakah Syakila buta? Sudah berapa kali Galen sakiti gadis itu, tapi Syakila malah meminta balikan.

Galen terkekeh kecil. "Jangan bercanda deh, La."

"Aku nggak bercanda, Kak. Aku mau balikan sama kamu."

Galen kembali dibuat diam. Tak lagi memandang Syakila, Galen melihat danau di depannya dengan raut datar.

"LO JUGA JADI COWOK TOLOL, BUTA NGGAK BISA BEDAIN MANA YANG TULUS MANA YANG MATA DUITAN!"

Galen menelan salivanya. Cowok itu mengedipkan mata beberapa kali lalu menggeleng cepat. Entah kenapa Galen jadi teringat ucapan Dean saat keduanya sedang bertengkar di belakang sekolah.

Apa benar Syakila gadis yang matre?

Galen kembali menatap Syakila. Galen perhatian dari segi wajah yang terkesan polos dan terlihat manis, tidak ada raut kejahatan di sana. Rasanya sangat tidak mungkin orang seperti Syakila menjadi mata duitan seperti itu. Tapi, beberapa orang mengatakan bahwa, jangan melihat seseorang dari luarnya saja.

Galen ingat betul bahwa Syakila selalu meminta uang kepadanya untuk urusan yang mendesak. Kerap kali gadis itu meminta uang dengan jumlah besar dengan alasan untuk berobat Damar, lalu pernah juga Syakila menelponnya untuk meminta uang yang katanya untuk membayar uang kontrakan.

Begitu bodohnya Galen saat itu, ia langsung memberikan apa yang Syakila mau tanpa berpikir bahwa uang tabungannya habis gara-gara menuruti kemauan Syakila.

"La, lo minta balikan sama gue apa karena uang?"

Syakila mematung. Jantungnya berdetak kencang hingga membuatnya tak mampu menatap Galen. Sungguh, Syakila malu.

"Kalo emang iya, kita nggak perlu balikan. Lo bisa jadi karyawan nyokap gue di butik, lo nggak akan kekurangan uang."

"Maaf, Len." Syakila meremas ujung bajunya lalu dengan susah payah ia menatap Galen. "Tapi aku nggak mau kerja di sana, aku cuma mau kita balikan."

Galen memalingkan wajahnya karena tak tega melihat mata Syakila yang berair, kemudian cowok itu bangkit sambil menepuk celana belakangnya yang sedikit kotor.

Galen melihat Syakila yang masih duduk, ia mengembuskan napas lelah. "Maaf, La. Gue nggak bisa balikan sama lo." Setelah itu Galen benar-benar melangkah pergi membiarkan Syakila duduk sendirian di tepi danau.

**************************

JAGRATARA!! (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang