22. D-Day

118 6 3
                                    

22. D-Day

"Gimana penampilan gue hari ini?" Nanda memutarkan tubuhnya meminta pendapat sang adik.

Bukan Ara, melainkan Sean. Ya benar Sean.

Hari itu Sean tidak jadi pergi, alasannya? Karena Nanda mengancam dirinya dengan sebuah video memalukan, ia mengancam akan mengirim video tersebut pada Fira, tidak bahkan ke semua orang agar Sean merasa malu.

Sean menutup pintu dan menatap dingin sang kakak yang kini sedang menatap bangga dirinya melalui pantulan cermin.

Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Fira, dan sekarang ini kakaknya itu telah mengenakan jas pernikahannya. Untuk acara akad nikah, kakaknya itu memakai celana hitam serta kemeja dan tuxedo putih yang dikancingkan, ia juga memakai dasi hitam kupu kupu.

Untuk dirinya sendiri, ia memakai kemeja putih dengan 3 kancing atas ia biarkan terbuka, celana jeans hitam, dan jas coklat dengan lengan sedikit ia singsatkan.

Awalnya ia mau memakai kaos putih saja dengan jas, tapi Nanda memaksa agar dirinya mengenakan kemeja. Ia juga tidak bisa apa apa karena lagi lagi calon pengantin itu mengancam dirinya.

Bukan karena apa, tapi masalahnya video yang dijadikan Nanda sebagai ancaman adalah video masa kecilnya yang sangat amat memalukan, tentu saja ia tidak ingin video itu tersebar dan dilihat oleh orang banyak, terutama Fira.

Nanda menghampiri Sean yang kini menyenderkan tubuhnya ke dinding dekat pintu dengan tangan kiri yang ia masukkan ke dalam saku dan tangan lainnya ia memegang ponsel memainkan sesuatu di layar sana.

"Tuh lihat, kan keren kalo pake kemeja, kalo pake kaos itu terlalu polos" Nanda menepuk nepuk kedua bahu Sean dan merapihkan kemejanya yang sedikit kusut.

"Selama acara berlangsung jangan pernah coba coba lo cabut... Atau... siap siap lo bakal malu" Nanda mengatakan itu tepat di telinga Sean dan Sean hanya menatapnya dingin.

Nanda kembali melangkahkan kakinya menuju nakas dan mengambil jam tangan hitam favoritnya disana dan memakaikannya ke pergelangan tangannya.

Dapat ia dengar Sean menghela nafas panjang disana lalu tak lama setelah itu ia melihat Sean mengulurkan tangannya, ia menoleh dengan tatapan bertanya, apa maksudnya?

"Selamat" Nanda mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum miring. Ia mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Sean, "Thank you"

"Selamat akhirnya lo menang lagi, dan... gue kalah, untuk yang kesekian kalinya" ujarnya dengan menekan kalimat terakhir.

"Ck, jangan bilang gitu napa"

"Tapi kan emang itu kenyataannya, sejak kecil kita suka berlomba lomba dalam segala hal, termasuk dalam mencari perhatian bokap" Nanda menghela nafas, "Sorry... Karena gue, lo jadi disalahin bokap, dan karena gue juga, hubungan lo sama bokap jadi jauh"

"It's okay, hubungan gue sama bokap sekarang juga udah membaik. Malah gue yang harusnya minta maaf, maaf kalo selama ini gue suka bersikap dingin sama lo" Nanda terkekeh, "Bukan cuma sama gue, sama yang lainnya juga lo dingin, kecuali nyokap sama Fira pastinya" Sean ikut terkekeh mendengarnya, ya itu memang benar.

Setelah kemarin hubungan ayah dan anak yang membaik, sekarang giliran hubungan kakak dan adik ini yang kembali membaik setelah perang dingin yang terjadi selama bertahun tahun.

"ABANG!!!"

Suara teriakan yang memekakkan telinga membuat keduanya serentak menutup telinga. Mereka menoleh menatap horor Ara yang kini berdiri di ambang pintu.

"Heheh, sorry" Ara menghampiri keduanya, ia menatap kagum kakak pertamanya yang tampak keren dengan tuxedo putih itu, "Keren banget mempelai prianya hari ini, abangnya siapa sih?" tanyanya dengan nada bercanda.

Secret Girls [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang