𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝟎𝟐. 𝐋𝐈𝐓𝐓𝐋𝐄 𝐀𝐓𝐓𝐄𝐍𝐓𝐈𝐎𝐍?
𝟎𝟎:𝟏𝟐 ○━━───── 𝟎𝟑:𝟒𝟓
⇆ㅤㅤ◁ㅤ❚❚ㅤ▷ㅤㅤ↻“Bersiap, 𝘏𝘦𝘢𝘥𝘴𝘩𝘰𝘵!!”
𝘽𝙪𝙜𝙝!!
“Aduh!”
Gyuri konstan melotot dengan mulut membulat-- kaget juga panik begitu sepatu yang ia lempar rupanya salah target. Benda itu tetiba berbelok haluan, melenceng dari titik prediksi yang sudah terkoordinasi, kemudian mendarat secara dramatis di kepala Pak Lee Hui (salah satu guru BK yang paling Gyuri hindari eksistensinya) yang kebetulan berada di belakang Gyuvin saat cowok berambut cokelat itu mencoba untuk berkelit, menghindari lesatan sepatu yang ia lempar barusan.
“MAMPUS GUE!” Telapak tangan berjemari lentik itu praktis menepuk dahi sendiri. Mengigit bibir bawah. Gyuri meremas ujung rok, gusar.
“Jang Gyuri, sini kamu!!” Laki-laki berkacamata itu berseru garang, memberi isyrat tangan kepada Gyuri yang sudah tak karuan di tempatnya berdiri. Kinerja jantung mendadak berhenti beroperasi kala Pak Hui kembali bersuara, “Cepetan!!”
Berat, kaki melangkah, mendekat. “Maaf Pak, saya enggak sengaja. Seriusan, ehhh—enggak, seriburius malah.” Gyuri membungkuk beberapa kali, tanda permintaan maaf.
“Sepatu kamu saya sita.” Pak Hui berujar dengan nada berat penuh penekanan. Lalu beringsut pergi tanpa mengucap sepatah katapun lagi. Meninggalkan Gyuri yang kini berdumal dalam hati, mulutnya berkomat-kamit bak cenayang yang tengah membacakan mantra sakti. Ingin protes, tapi tidak bisa. Suara mendadak hilang entah kemana. Rona wajah Pak Hui terlalu mengintimidasi, murid mental yupi seperti Gyuri mana mampu mengimbangi.
“GYUVIN BANGSAT! GUE BENCI BANGET SAMA LO!!” Dengan kedua tangan terkepal di udara, Gyuri berseru penuh emosi. Alih-alih merasa terprovokasi, Gyuvin malah memasang wajah penuh ejek dengan hidung yang di tarik ke atas, persis mirip babi.
“Kok gue baper, yah? Lo tahu enggak sih sebenernya arti benci itu apa? Bener-bener cinta, JangGyu. Aihhh ... 𝘚𝘰 𝘴𝘸𝘦𝘦𝘵 banget.” Gyuvin mengakhiri kalimat dengan suara tawa terbahak. Praktis membuat amarah Gyuri semakin bergejolak, meledak-ledak.
“Nyari mati lo emang!!”
“Siapa coba yang nyari mati? Mending nyari duit, biar bisa kaya.”
Mendengar sahutan ringan dari Gyuvin, kian membuat Gyuri diterkam emosi. Menyingsingkan kedua lengan baju hingga perpotongan siku, Gyuri ambil ancang-ancang untuk mengejar Gyuvin. Tidak lupa, menyambar sapu yang kebetulan berada dalam radar jangkauan sebagai senjata utama.
Bergaya ala-ala sinobi Konoha, Gyuri kembali berlari mengejar Gyuvin dengan segenap kemampuan yang dia bisa. Mengayun-ayunkan sapu itu kearah Gyuvin yang sudah tunggang langgang di depan. Pokoknya kali ini tidak akan Gyuri biarkan lepas begitu saja.
Setelah hampir setengah jam berputar-putar seperti gasing kesetanan (mengelilingi area yang sama), pada akhirnya Gyuri menyerah mengejar Gyuvin yang pandai sekali meloloskan diri.
Gadis itu lantas merebahkan tubuhnya di atas lantai dengan posisi kedua tangan dan kaki terentang lebar. Tepar.
Tak lama, disusul oleh Gyuvin. Nafas keduanya saling berkejaran, menimbulkan efek ritme dada yang saling bersahutan.
“Nih sepatunya, capek gue lari-larian terus. Nyerah deh gue, nyerah.” Menyerahkan benda yang sedari tadi menjadi sandera secara suka rela.
Sebelum menjawab, Gyuri berusaha menetralkan deru nafas terlebih dahulu. “Telat! sebelahnya lagi udah keburu disita sama Pak Hui.” Kemudian, bangkit. Lempar sapu pada presensi Gyuvin yang masih tepar di lantai, asal. “Gara-gara, elo gue harus nyeker kaya gini ... Ck, sial banget gue hari ini!”
Tak ada respon lanjutan. Gyuvin terdiam lama, tanpa sadar telapak tangan tahu-tahu sudah tersimpan di depan dada. Sebelum pada akhirnya, salah satu sudut bibir pemuda itu tertarik ke atas dengan tatapan menerawang pelafon koridor.
“Gila, jantung gue malah deg-degan kaya gini pas liat dia kesel kaya gitu.”
“Bocil!”
“Bogel kecil!!”
Memilih tulikan pendengaran, tidak acuhkan Gyuvin yang terus berteriak dari belakang. Lagi pula, ogah sekali Gyuri menoleh apalagi menggubris seruan anak setan belingsatan seperti dia. Buang-buang tenaga. Anggap saja sebagai bisikan ghaib, tak kasat mata.
Rasa kesalnya terhadap Gyuvin masih belum bisa mereda. Ia tidak mau berurusan dengan anak itu untuk kesekian kali. Sudah cukup tas dan sepatunya jadi korban, tidak dengan barang lain.
“Gyuvin sialan! Gue benci! Gue benciiii!!” Menghentak-hentakan kaki, anarkis.
Tidak bisakah satu hari saja Gyuri terbebas dari gangguan arwah gentayangan seperti Gyuvin?
Lelah hayati, Gyuri harus terus-terusan meladeni cowok menyebalkan itu, lagi dan lagi. Tidak akan pernah ada kata beres, malah ia yang selalu terkena imbas.
“Berenti anjir! budeg lo!” Otomatis, langkah Gyuri terhenti begitu Gyuvin menarik pergelangan tangan dari belakang.
Gyuri menatap tak suka. Dihempaskannya tangan Gyuvin yang sudah berani-berani menyentuh tanpa izin. “Jangan sentuh-sentuh gue! Pergi lo, sebelum mood gue bener-bener hancur!” Bahunya naik turun, deru nafas kentara tak beraturan. Susah-payah, Gyuri menahan amarah agar tidak lepas kendali.
Bersamaan dengan emosi Gyuri yang semakin menggebu-gebu bak bensin yang disulut api, Gyuvin redam itu semua hanya bermodalkan bisikan kecil. “Gue enggak punya maksud apa-apa. Tapi, rok lo ada noda darahnya.”
Setelah mengatakan itu, Gyuvin lantas pergi. Meninggalkan Gyuri yang hampir kehilangan separuh kesadaran. Membuat segala sesuatu membeku, waktu mendadak berhenti berotasi sejenak, lalu kemudian kembali seperti sedia kala ketika mata refleks berkedip.
Semua terjadi begitu saja, Gyuri kesulitan mencerna situasi hingga telat menyadari, sebuah jaket Denim berwarna biru navi sudah terikat di atas pinggang dengan sempurna. Menutupi semua area yang terkena rembesan darah menstruasi.
Saking sibuknya mengurusi Gyuvin, Gyuri sampai-sampai melupakan niat awal. Seharusnya, saat ini ia sudah mengganti pembalut di kamar mandi.
𝙏𝘽𝘾.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐍𝐓𝐀𝐖𝐀𝐂𝐀𝐍𝐀 𝐑𝐀𝐒𝐀 (𝘉𝘰𝘺𝘴 𝘗𝘭𝘢𝘯𝘦𝘵 𝘜𝘯𝘪𝘷𝘦𝘳𝘴𝘦)
Fanfiction❛❛𝘉𝘦𝘳𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘬𝘪𝘴𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘮𝘶𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘸𝘢𝘥𝘢𝘩. 𝘉𝘪𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘦𝘴𝘵𝘢 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘶𝘯 𝘬𝘦𝘳𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘢 𝘴𝘶𝘬𝘢. 𝘛𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘸𝘢𝘤𝘢 �...