Zhang Hao - Cerita Desember

144 42 13
                                    

𝐂 𝐄 𝐑 𝐈 𝐓 𝐀    𝐃 𝐄 𝐒 𝐄 𝐌 𝐁 𝐄 𝐑

𝐂 𝐄 𝐑 𝐈 𝐓 𝐀    𝐃 𝐄 𝐒 𝐄 𝐌 𝐁 𝐄 𝐑

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝟎𝟏. 𝐑𝐄𝐍𝐆𝐀𝐓; 𝐊𝐎𝐌𝐏𝐋𝐈𝐊𝐀𝐒𝐈 𝐏𝐀𝐒𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍

𝟐:𝟏𝟏 ━━❍───── 𝟒:𝟐𝟑
⇆ㅤㅤ◁ㅤ❚❚ㅤ▷ㅤㅤ↻

Denting suara lonceng mengudara tepat setelah 𝙕𝙞𝙝𝙖𝙧𝙙𝙞𝙠𝙖 𝙃𝙞𝙧𝙖𝙬𝙖𝙣 masuki sebuah bangunan cafetaria sederhana, pemuda yang hari ini nyaman kenakan kemeja satin abu dipadu-padan celana jeans dengan sedikit robekan di bawah melangkah maju.

Sambil benarkan perpotongan lengan, Zihar bawa daksa menuju pojok bangunan yang berada di samping jendela-- menghadap langsung pada pemandangan hiruk-pikuk padatnya Ibukota berlatar langit senja yang didominasi oleh semberawut sewarna jingga.

Di penghujung sudut sana, eksistensi 𝙍𝙞𝙣𝙖𝙞𝙮𝙖 𝘼𝙧𝙪𝙣𝙞𝙠𝙖 cukup sita perhatian indera. Hawa Sagitarius nampak serius menyesap segelas Americano yang sudah meninggal bekas kulacino pada meja. Kemudian, dia menoleh bersamaan dengan kedatangan Zihar yang sedari tadi dia nanti-nanti.

Taruh cangkir cepat, pasang wajah cemberut. “Kemana saja? Aku sudah lama menunggu! Kamu lupa? Kita sepakat bertemu jam empat sore, tapi lihat jam berapa sekarang?! Bahkan minumanku sudah berangsur-angsur dingin.” Di sela nada bicara bersungut-sungut, terselip desis penyalur emosi.

Zihar duduk depan sang pujaan yang masih setia keluar ocehan, ambil selembar tisu (untuk dia gunakan sebagai penyeka noda kopi pada ujung bibir si turani) dengan raut wajahnya yang selalu terlihat kalem diberbagai situasi. “Maafkan aku. Aku tidak bisa pergi begitu saja saat rapat. Bagaimana aku bisa meninggalkan klien ku, sementara kamu tahu ini adalah proyek yang sangat berpengaruh untuk pekerjaanku?”

Tak ingin dengar alasan klise tiada makna, Rinaiya tepis kasar lengan si taruna dari muka. “Jadi kamu lebih memilih pekerjaanmu, daripada aku? Begitu?!” Jangan tanya mengapa Rinaiya buang muka bersamaan dengan suara desah kasar mengudara. Sudah pasti, Zihar pemicunya. “Tega sekali!”

Seulas kurva tipis tercipta. “Baiklah Rinaiya Arunika ..., Aku mengakui kesalahanku, maafkan aku. Sebagai gantinya, kamu boleh menghukumku. Apapun itu.” Kemudian genggam tangan yang terasa pas dan hangat.

Putar mata hiperbola sembari bersedekap dada. “Percuma! Mau aku hukum berapa kali pun, kamu akan tetap mengulangi kesalahan serupa.”

Zihar mengeleng. “Tidak, aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi.” Angkat jari kelingking ke udara. Persis seperti anak kecil yang ajukan pengabsahan ikrar serius dengan cara paling sederhana.

Hela nafas panjang, terpancang. “Oke. Aku memaafkanmu, tapi ini untuk yang terakhir kali. Jika kamu melakukannya lagi, tidak akan ada dispensasi. Awas saja!” Lantas, balas tautan kelingking agak sarkas.

𝐀𝐍𝐓𝐀𝐖𝐀𝐂𝐀𝐍𝐀 𝐑𝐀𝐒𝐀 (𝘉𝘰𝘺𝘴 𝘗𝘭𝘢𝘯𝘦𝘵 𝘜𝘯𝘪𝘷𝘦𝘳𝘴𝘦) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang