Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝟐:𝟏𝟏 ━━❍───── 𝟒:𝟐𝟑 ⇆ㅤㅤ◁ㅤ❚❚ㅤ▷ㅤㅤ↻
Tepat ketika lonceng pintu berdenting nyaring, ambil alih atensi untuk beberapa detik, sekadar observasi ke sumber bunyi, 𝙅𝙖𝙞𝙣𝙖 𝙈𝙖𝙣𝙙𝙖𝙣𝙪 memburu masuk dengan jemari bertaut, guna halau gempuran suhu.
Kebiasaan dalam hal melupakan jaket atau mantel tidak pernah membaik dari waktu ke waktu, tak heran jika Jaina nyaris setiap saat bergumul dengan dingin yang membekukan seluruh pembendaharaan organ. Lebih-lebih, priode masih tunjukkan musim lembab. Butuh beberapa bulan untuk akhiri sampai bertemu hari hangat setiap hari.
Selain benci uang jajan menipis, Jaina juga benci musim hujan—meski hanya sekadar gerimis. Alasan utama karena timbulkan banyak genangan, hujan juga buat hawa kesayangan bulan lima malas bepergian. Bahkan, hanya sekadar pacu daksa ke warung sebrang hunian.
Bawaannya tuh mau rebahan—ahh, ralat, tetapi 𝘩𝘰𝘳𝘪𝘻𝘰𝘯𝘵𝘢𝘭 𝘣𝘢𝘵𝘵𝘦𝘳𝘺 𝘴𝘢𝘷𝘪𝘯𝘨 𝘮𝘰𝘥𝘦 supaya kedengeran lebih keren atau 𝘢𝘦𝘴𝘵𝘦𝘵𝘪𝘬.
Jika bukan demi nilai semester, malas gila Jaina harus keluar rumah pada akhir pekan. Apalagi, mengerjakan tugas yang tak akan pernah selesai hanya dalam kisaran hitungan jam. Itu terlalu mustahil.
Jujur, Jaina paling anti berkontribusi dalam tugas kelompok. Lebih efisien mengerjakan semua hal sendiri ketimbang bersama dua atau bahkan lebih kepala. Yang bukan rahasia umum, bahwasanya mereka punyai banyak perbedaan pendapat, pola pikir, juga ideologi tentang bagaimana cara penyelesaian persoalan.
Alih-alih segera temukan titik terang, kebanyakan berada pada situasi menegang. Saling justifikasi pendapat masing-masing. Kemudian, terbit perselisihan. Sebab, merasa gagasan yang dipunya jauh lebih baik dari orang lain.
Sejak kecil, Jaina terbiasa menjadi sosok independen. Mengandalkan kreativitas serta otoritas mandiri.
Apa-apa sendiri, bahkan lumrahnya anak TK masih diantar serta ditunggu orang tua, sedang Jaina tidak. Maka, jangan heran jika Jaina lebih nyaman bekerja tanpa campur tangan pihak lain.
Namun, untuk kesempatan kali ini, menolak sama dengan nilai rapor jeblok. Tentu, Jaina tidak akan membiarkan perolehan nilai pada lembar tahunan merosot tajam hanya karena hal sepele—bekerja kelompok. Tidak, lebih tepatnya bekerja berpasang-pasangan.
Sembari menggosok-gosok kedua telapak tangan-- mencari-cari sedikitnya kehangatan alternatif. Jaina memasuki area dalam cafetaria yang penuh dengan gambar mural hiperaktif. Mencolok, juga penuh inovatif. Pantas, pengunjung tak pernah sepi memenuhi, sebab suasananya begitu nyaman dan asri.
Jaina menyebutkan 𝘔𝘰𝘤𝘢𝘤𝘪𝘯𝘰 dan 𝘊𝘩𝘦𝘦𝘴𝘦𝘤𝘢𝘬𝘦 sebagai pesanan kepada pekerja dengan seragam cokelat muda yang dengan ramah melontar tanya.