Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝟎𝟐. 𝐒𝐌𝐄𝐑𝐀𝐋𝐃𝐎
𝟐:𝟏𝟏 ━━❍───── 𝟒:𝟐𝟑 ⇆ ◁ㅤ❚❚ㅤ▷ㅤㅤ↻
Belakangan, ketenangan sedikit terusik. Ada perasaan semacam risih sambangi relung hati. Semula, aku tak ingin hiraukan hadirnya. Mungkin, ‘dia’ hanya sekadar numpang lewat kemudian menghilang. Tak nampakkan diri lagi.
Kendati, itu semua berbanding terbalik dengan realita. Sosok arwah tanpa identitas itu acapkali membuntuti kemana pun aku pergi. Padahal, sebelumnya hal ini belum pernah terjadi.
Sekali pun sudah terbiasa dengan 𝘎𝘸𝘪𝘴𝘩𝘪𝘯, tentu manusiawi jika perasaan tak nyaman timbul seiring sosok hantu itu perlihatkan gelagat mencurigakan, picu berbagai spekulasi dalam diri.
Apalagi, ketika sadar jika dia seperti tahu seluk-beluk tentang ku. Dan aku, malah sebaliknya. Aku bahkan tak kenal siapa dia, atau alasan dia terus membuntuti.
Sosoknya memperkenalkan diri sebagai 𝙆𝙞𝙢 𝙏𝙖𝙚𝙧𝙖𝙚. Hantu kurang kerjaan, hobi merecoki hari-hari dengan segudang ocehan tidak bermutu. Tidak sampai disitu, Taerae kerap muncul tanpa aba-aba ketika aku akan berganti baju ... Kurang ajar!
Aku tidak pernah bereaksi ketika Taerae sekonyong-konyong ceritakan tragedi di balik kematiaannya; terlibat kecelakaan usai selamatkan seorang gadis, buat nyawa terenggut secara tragis.
Toh, apa peduliku? Rasa simpati tidak akan buat Taerae hidup kembali. Lagipula, menilik status, Taerae bukan siapa-siapa yang miliki kedudukan istimewa.
Anggap saja angin lalu. Perlu dipertegas sebagai garis batas, aku dan Taerae hidup di dunia berbeda. Tak sepantasnya saling berinteraksi layaknya manusia biasa.
Sebenarnya, aku tidak terlalu permasalahkan kehadiran Taerae—asal dia mau tutup rapat mulut cerewetnya itu.
Sayang, meminta Taerae diam tanpa ucap sepatah kata adalah suatu kemustahilan yang pernah ada. Ibarat, mulutnya terdiri dari banyak bagian. Sulit untuk dikendalikan.
Seperti pagi tadi, sepanjang perjalanan ke sekolah Taerae terus berceloteh. Kekacauan rupanya tak berakhir sampai disitu saja. Entah motif apa yang melatari sampai dia tega buang puplen pemberian 𝙍𝙞𝙘𝙠𝙮 𝙎𝙝𝙚𝙣. Ketika ditanya alasan, jawabannya sungguh berbelit-belit. Tak masuk kontekstual.
Mungkin terdengar agak berlebihan. Tetapi aku tidak bisa menutupi perasaan. Jika saja tidak kenal apa itu kata malu, tak kuasa diri ini ingin menangis histeris. Bukan tentang masalah barangnya, tetapi siapa pemberinya.