Hai, i'm kambek. Kalian masih stay dicerita ini kan? Jan pada kemana-mana selalu setia tungguin saya up ya. Jan lupa vote sebelum baca. Gak susah,'kan cuma tekan tanda bintang.
Oke mari kita lanjutt
Happy reading ...
"Kamu oke, 'kan Na?"
Karena terlalu terhanyut dengan kesedihan Najma tidak menyadari kalau Erik masih ada di sana. Apa yang harus Najma katakan sebagai jawaban? Pastinya tadi Kak Erik melihat perubahan raut wajahnya.
"Na, kalau ada masalah tuh ngomong. Bukan dipendam. Aku kan gak ngerti. Kamu itu bikin aku khawatir aja."
Entah karena hati Najma sedang sensitif atau ucapan Kak Erik yang keterlaluan, ucapan Kak Erik barusan terdengar seperti katana yang mengiris-iris hati. Sakit. Demi terlihat baik-baik saja, Najma tetap memaksakan senyum, meski pandangan sudah memburam dengan air mata yang siap meluncur kapanpun jika diizinkan.
"Gwaenchana. Ayo Kak kita makan, atau Kakak juga udah selesai makannya?" Najma sengaja memalingkan muka dari tatapan menyelidik Kak Erik.
"Kak Erik jangan liatin aku kayak gitu terus. Aku kan malu." Bullshit. Bukan raut malu yang Najma sembunyikan saat ini, tapi air mata yang sudah berdesak-desakan keluar.
"Oke lah kalau kamu baik. Makan yang banyak, jangan sakit. Biar gak ..." Kak Erik tidak melanjutkan ucapan karena melihat Najma berdiri.
"Kakak lanjutin aja makannya, aku ke toilet dulu." Tanpa menunggu persetujuan dari Kak Erik, Najma sudah melesat pergi meninggakan Kak Erik yang terlihat khawatir.
Najma pergi ke dapur. Mencuci wajah di westafel. Berharap air dingin yang membasuh wajah bisa juga membasuh lukanya.
Setelah cukup tenang, Najma kembali ke ruang makan. Dia tak menyangka Kak Erik masih ada di sana menunggu.
"Aku nungguin kamu, gak enak kalau makan sendiri."
Tak ingin membuat Kak Erik menunggu lebih lama lagi. Najma segera duduk di kursi samping Kak Erik dan melanjutkan makan. Mereka berdua makan dalam diam. Hanya ada suara dentingan suara alat makan yang beradu mengisi kekosongan ruang itu.
Sebenarnya Najma sedang gak ada selera untuk makan. Tapi mengingat lambungnya suka bikin masalah dan nyusahin orang, mau tak mau Najma harus makan. Memaksakan suapan demi suapan ke dalam mulut dan menelannya bersama kepahitan.
******************
Di waktu dini hari, di saat para penghuni rumah masih terlelap dan bercanda bersama mimpi, Najma sudah bangun. Menjalani rutinitas seperti biasa. Mandi lalu menghadap Sang Khalik memenuhi kewajiban sebagai hamba-Nya.
Setelah selesai dengan ritual religi, Najma kembali berkutat dengan buku pelajaran bersama headset yang setia menyumpal telinga. Rutinitas paginya masih sama seperti di rumah Ayah, hanya saja di sini dia tidak harus membantu memasak. Karena semua itu sudah ditangani ART.
Pagi-pagi sekali saat arunika masih belum membiaskan warna, Najma sudah meninggalkan pelataran rumah Ibunya. Najma sengaja berangkat sangat pagi untuk menghindar dari Ibunya. Batinnya belum siap untuk bersitatap dengan manik Ibunya. Bahkan Najma berangkat sekolah tanpa sarapan dan uang jajan.
Karena Najma berangkat kepagian. Sekolah belum dibuka. Bapak penjaga gerbang pun baru datang setelah Najma menunggu sepuluh menit di sana. Najma langsung masuk begitu gerbang dibuka. Langkahnya berjalan menuju ke perpustakaan. Berniat mengembalikan buku yang dipinjam dan meminjam lagi buku yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Najma Sagara (END)
RandomKarena kekeliruan dalam mengenali presensi tubuh, Najma salah memeluk sembarang orang. Kesalahan itu menjadi alasan garis hidup Najma bersinggungan dengan Anzel, seorang badboy yang mengidap haphephobia. Banyak hal rumit terjadi setelah tragedi itu...