Bersaudara?

53 8 0
                                    

Haii aku balik gayss, setelah beberapa hari gak kembali.
Yuhuu jan lupa bayar pajak di sini dengan bintang kalian.

Happy reading...

_______

Najma tersenyum miris. Dia terbaring di brankar tapi
orang tuanya tidak ada. Ibunya mungkin sudah berangkat dan ayahnya mungkin sedang merawat istrinya yang sakit. Padahal putrinya sedang sakit.

Suasana rumah sakit yang kalau malam selalu sepi. Terasa tambah horror kala hanya sendiri tak ada yang menemani.

Padahal ini baru pukul setengah sembilan, tapi kenapa sesepi ini?

Najma menarik selimut hingga menutupi setengah tubuhnya. Memejamkan mata mencoba untuk tidur. Tapi karena keheningan yang mendominasi dia malah semakin terjaga. Takut, takut jika tiba-tiba saja ada seseorang yang datang dan melakukan sesuatu-

"Aaaa!" Najma berteriak histeris.

Dia mungkin terlihat baik-baik saja. Tapi kenangan tentang hari itu masih membekas di pikirannya. Mengundang trauma, yang kadang dia menjerit tiba-tiba seperti kali ini.

Mendengar teriakan gadis di dalam ruangan di depannya. Seorang remaja laki-laki meremas dadanya kuat. Ada rasa sesak yang mendominasi. Ada rasa sakit yang tak bisa di jabarkan.

"Maaf, Na."

"Maaf."

Hanya itu yang bisa dia gumamkan.

Sedari tadi dia sudah berdiri di sana. Tak mungkin baginya untuk masuk dan menemaninya secara langsung. Dia sadar, dia berperan besar dalam membuat gadis di dalam sana berteriak frustasi seperti itu.

Dia sadar kalau semua itu salah. Apa yang dilakukannya pada gadis itu sangat fatal. Tapi bagaimana lagi semua itu sudah terjadi. Tak mungkin baginya untuk memutar kembali waktu dan memperbaiki kesalahannya.

Dia menyandarkan tubuhnya pada tembok. Menghembuskan nafas. Menghalau rasa sesak yang semakin menyeruak. Berkali
-kali memukuli dadanya. Tapi rasa sesak itu masih ada bahkan semakin menjadi kala mendengar isak tangis dari dalam ruangan.

Tubuhnya tergerak untuk melihat kondisi si gadis. Lewat kaca kecil yang terpasang di pintu, dia bisa melihat dengan jelas apa yang tengah dilakukan gadis di dalam ruangan.

Hatinya teriris melihat tangisnya yang begitu pilu. Maaf, maaf, maaf, cuma kata-kata itu yang bisa dia gumamkan.

"Zar, lo masuk aja. Gak tega gue liat lo." ucap cowok yang baru datang beberapa menit lalu itu setengah berbisik.

"Gak. Lo aja yang masuk. Gue tunggu di luar," tukas Anzar berlalu meninggalkan Taqi yang geleng-geleng kepala karena tingkahnya.

"Zar, definisi cinta menurut lo itu rumit. Susah buat gue paham." ujar Taqi memandang tubuh an5zar yang sudah menjauh. Tak paham dengan cara berpikir temannya itu.

"Na, ini gue. Boleh masuk gak?" Taqi bertanya setelah mengetuk pintu lebih dulu.

"Iya." Najma menyahut dari dalam.

Setelah dipersilahkan, Taqi membuka pintu lalu menutupnya kembali.

"Apa kabar?" tanya Taqi ramah. Dia duduk di samping Najma setelah menyimpan kresek berisi makanan di atas pangkuan Najma yang sengaja dibawanya tadi.

Najma berusaha menarik garis senyumnya, "Makasih." ungkapnya.

"Bibi Melka gak datang?" tanya Taqi celingukan. "Lo sendirian?" lanjutnya.

Najma Sagara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang